Penanganan Covid-19 di Indonesia membutuhkan pengoptimalan PPKM Mikro, memastikan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) dan 3T (testing, tracing, dan treatment) benar-benar dilaksanakan. Selain itu, harus didukung oleh konsep pentahelix bahwa penanganan wabah ini butuh kolaborasi dengan berbagai pihak.

Pada hari Selasa (25/5), Presiden Jokowi melantik Letjen Ganip Warsito sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang baru. Ganip menggantikan Letjen Doni Monardo, Kepala BNPB sebelumnya, yang akan memasuki masa pensiun dari dinas militer.

Sebelumnya, Ganip menjabat sebagai Kepala Staf Umum TNI (Kasum TNI). Letjen Ganip lahir di Magelang, Jawa Tengah, pada 23 November 1963. Ia merupakan abituren Akademi Militer (Akmil) tahun 1986. Beberapa jabatan penting di TNI pernah diembannya, antara lain sebagai Danpuslatpur Kodiklat TNI AD, Dirlat Kodiklat TNI AD, Pangdivif 2/Kostrad, Pa Sahli Tk. III Bid. Polkamnas Panglima TNI, Pangdam XIII/Merdeka, Pa Sahli Tk. III Bid. Hubint Panglima TNI, Asops Panglima TNI, Pangkogabwilhan III dan Kasum TNI.

Kini, di tahun 2021, Ganip, jenderal asal Magelang itu dipercaya Presiden Jokowi untuk menjadi Kepala BNPB menggantikan seniornya, Letjen Doni Monardo. Sekaligus, Ganip juga akan memangku posisi sebagai Ketua Satgas Penanganan Covid-19 yang sebelumnya dipegang Doni Monardo.

Untuk mengetahui langkah dan jurus apa saja yang akan dilakukan Ganip dalam penanganan bencana dan Covid-19, berikut petikan wawancara wartawan Koran Jakarta, Agus Supriatna dengannya dalam beberapa kesempatan. Berikut petikannya.

Anda telah resmi dilantik sebagai Kepala BNPB, sebuah institusi di luar TNI, bagaimana perasaan Anda?

Terus terang, saya terkejut ketika ditunjuk Bapak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menggantikan Pak Doni Monardo sebagai Kepala BNPB. Ini tugas berat, sebab menjadi bagian dari BNPB adalah tugas kemanusiaan yang bukan hanya memerlukan kekuatan fisik.

Jadi, hati dan pikiran harus dicurahkan karena tugas kita adalah membantu masyarakat yang terdampak bencana.

Namun yang pasti, menjadi Kepala BNPB adalah tugas pertama yang saya diemban di luar Mabes TNI. Saya sudah tiga kali terjadi serah terima jabatan dari Pak Doni Monardo kepada saya, selama berkarier di dunia militer. Sampai saat ini ditunjuk jadi Kepala BNPB.

Saya memiliki hubungan yang dekat dengan Pak Doni. Pak Doni merupakan senior dan mentor saya saat masih di militer. Kebetulan di drumband Canka Lokananta, satu kelompok juga. Ketika itu saya serah terima kelompok komandonya juga dengan Pak Doni.

Serah terima jabatan kedua antara saya dan Pak Doni terjadi ketika saya ditunjuk sebagai Komandan Batalyon di Yonif 741 Singaraja, Bali. Waktu serah terima menggantikan Pak Doni itu memang berat. Saya sudah rasakan dua kali dan ini yang ketiga kali.

Tapi, saya siap dengan penunjukan saya menjadi Kepala BNPB menggantikan Pak Doni. Saya juga merasa tugas menggantikan Pak Doni ini tidaklah mudah. Karena itu, saya meminta kepada seluruh pihak di BNPB maupun yang terkait untuk bisa terus bekerja sama dalam membangun penanggulangan bencana di Indonesia.

Saya mohon bantuan, yang selama ini telah diberikan kepada Bapak Doni, bisa juga diberikan kepada Saya. Tidak ada artinya kehadiran saya ini tanpa kerja sama seluruh personel BNPB maupun di Satgas Covid. Dengan dukungan dan kerja sama itu, saya percaya diri tugas-tugas saya akan dapat terlaksana dengan baik juga.

Apa jurus Anda sebagai Kepala BNPB yang baru dalam penanganan bencana di Tanah Air? Mungkin ada yang akan diprioritaskan?

Yang pasti, saya akan melanjutkan program-program penanganan bencana yang saat ini tengah berjalan. Saya juga melihat tata kelola di BNPB dalam menghadapi bencana sejatinya sudah berjalan dengan baik.

Jadi, saya melanjutkan apa yang telah dilakukan pendahulu saya. BNPB sebagai institusi, lembaga yang menangani bencana alam dan memiliki program-program karena sudah ada regulasinya dan sudah ada program tahunan, saya tinggal lanjutkan. Tata kelola selama ini menghadapi bencana sudah berjalan dengan baik saya tingkatkan dan evaluasi agar semakin baik ketika BNPB dalam tugasnya semakin kuat.

Untuk penanganan Covid-19 itu sendiri dengan penyebaran dan penularan virus masih terus terjadi, kira-kira apa jurus Anda menangani itu? Apakah ada jurus atau strategi khusus?

Kami (Satgas Covid-19) akan tetap menggunakan jurus PPKM atau Pemberlakuan Pembatasan kegiatan Masyarakat Mikro untuk menangani pandemi virus korona, termasuk pada klaster keluarga. Saya pikir PPKM Mikro menjadi strategi yang tepat di samping pelaksanaan 3M (memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak) dan melakukan 3T (testing, tracing, dan treatment).

Dan justru ini kan menjadi hilir. Maka PPKM Mikro itu menjadi suatu strategi yang paling tepat untuk mencegah penyebaran, kemudian juga pelaksanaan saya katakan tadi 3M-3T harus ditegakkan. Tidak bisa tidak.

Selain itu, saya memastikan akan mengoptimalkan program-program yang kini telah digagas dan dijalankan oleh BNPB. Kami akan berkolaborasi dengan pentahelix untuk memerangi musuh bersama, yaitu Covid-19.

Yang dimaksud terobosan terbaru adalah karena saya melanjutkan langkah yang memang sudah tepat, gitu. Tinggal saya mengoptimalkan, saya memastikan bahwa strategi yang sudah diterapkan selama ini, PPKM Mikro, kemudian 3M dan 3T yang harus bisa kita pastikan dan dilaksanakan.

Kita juga paham Covid-19 ini adalah musuh bersama. Jadi bukan hanya BNPB, tapi konsep pentahelix itu yang digagas oleh pendahulu saya ini adalah suatu kolaborasi yang sangat diperlukan, termasuk media.

Anda sendiri sebagai Ketua Satgas Covid-19, bagaimana melihat pola peningkatan kasus penularan Covid-19 di Indonesia?

Saya melihat peningkatan kasus positif Covid-19 selalu terjadi setelah adanya libur panjang. Saya contohkan, peningkatan Covid-19 terjadi setelah libur panjang Idul Fitri pada 2020.

Waktu itu pada masa awal penerapan PSBB pada 10 April 2020 telah dilaksanakan pencegahan penyebaran Covid-19 di mana kemudian tidak lama setelah itu terdapat libur panjang Idul Fitri yang berdampak pada kenaikan kasus Covid-19 pada 6-28 Juni 2020.

Pola ini pun selalu berulang setiap kali setelah ada libur panjang. Oleh karena itu, berdasarkan pengalaman tahun lalu, setiap adanya libur panjang kita selalu mengingat akan diikuti dengan peningkatan kasus Covid-19.

Jadi lebih rincinya, pola peningkatan kasus yang terjadi berdasarkan yang sudah terjadi begini. Pertama pada libur 20-23 Agustus 2020, yang kemudian diikuti peningkatan kasus Covid-19 pada 1-25 September 2020.

Selanjutnya, kejadian serupa terjadi pada 1 November 2020 yang berakibat naiknya kembali kasus Covid-19 pada 20 November 2020 sampai Januari 2021. Kondisi saat itu diperparah dengan adanya liburan Natal 2020 dan tahun baru 2021. Kasus kembali turun setelah sejumlah kebijakan diambil oleh pemerintah.

Akhirnya, pemerintah ambil langkah terukur dan berlakukan PPKM pertama pada 11-25 Januari dan disambung dengan PPKM kedua pada 26 Januari sampai 8 Februari 2021. Kebijakan tersebut juga didukung dengan pelarangan berpergian keluar kota pada saat libur Imlek, upaya ini dapat memberikan dampak positif pada upaya penurunan Covid-19, kebijakan ini juga dilanjutkan pelarangan ke luar kota pada libur Isra Mi'raj, libur Paskah, dan libur Idul Fitri 2021. Langkah-langkah tersebut dapat tekan angka kasus Covid-19 sampai saat ini

Mengenai kesiapan Rumah Sakit Darurat Covid (RSDC) Wisma Atlet Jakarta dalam menghadapi kemungkinan adanya lonjakan kasus bagaimana?

Saya sudah meninjau RSDC Wisma Atlet. Kehadiran saya di RSDC Wisma Atlet untuk memastikan kesiapan secara personel maupun perangkatnya, termasuk fasilitas dan sarana pendukung untuk menghadapi kemungkinan potensi lonjakan kasus Covid-19 pasca-Lebaran. Kesiapan itu harus memang dilakukan karena sejak 18 Mei 2021 hingga hari kesembilan setelah Lebaran, teridentifikasi adanya peningkatan kasus Covid-19.

Rata-rata jumlah kenaikan itu terjadi di atas 100 kasus. Jadi dari pemantauan saya secara langsung di lapangan, saya pastikan bahwa RSDC secara personel, perangkat dan pendukungnya siap menghadapi kemungkinan lonjakan kasus.

Kemarin pada tanggal 3 Juni 2021, Anda menyambangi Kabupaten Kudus. Seperti diketahui, di Kudus, pasca-Lebaran ini terjadi lonjakan kasus penularan Covid-19 yang siginifikan. Mungkin ada catatan-catatan dari Anda terhadap strategi penanganan penyebaran Covid-19 di Kabupaten Kudus?

Ya, saya kemarin sempat meninjau langsung ke salah satu Instalasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Lukmonohadi. Saya menemukan adanya penanganan pasien yang masih belum sepenuhnya menerapkan aturan sesuai standar kekarantinaan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk pasien Covid-19.

Saya melihat beberapa pasien yang dirawat di IGD dengan status reaktif Covid-19 melalui tes usap antigen masih didampingi oleh sanak keluarga. Padahal pasien tersebut seharusnya sudah diisolasi dan tidak boleh dijenguk atau didampingi oleh siapapun, kecuali hanya tenaga kesehatan mengenakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap. Sebab hal itu dapat mengakibatkan adanya potensi penularan virus.

Untuk itu, saya telah meminta pihak RSUD dapat memperbaiki sistem dan manajemen agar kemudian hal-hal yang tidak diinginkan dapat dicegah dan diantisipasi, sehingga tidak terjadi lonjakan kasus karena kelemahan sistem dan strategi penanganan pasien.

Karena seharusnya tidak boleh lagi ada orang dari luar masuk. Itu penularan bisa terjadi walaupun yang dirawat di IGD ini belum dinyatakan positif, tapi sudah reaktif Covid-19.

Yang sudah dikarantina ya betul-betul dikarantina. Jangan ada orang yang bebas keluar-masuk. Ini yang saya ingatkan.

Di samping protokol kekarantinaan, penerapan protokol kesehatan 3M harus ditegakkan demi memutus rantai penularan Covid-19. Artinya, kepatuhan masyarakat untuk menerapkan dan mematuhi aturan protokol kesehatan menjadi bagian dari kunci untuk mengendalikan dan menghentikan kasus Covid-19. Protokol kesehatan tentang karantina, isolasi, penggunaan masker, jaga jarak, kemudian mencuci tangan ini yang harus ditegakkan. Sebab yang bisa menghentikan Covid-19 ya kita semua. Masyarakat semua.

Jadi, kunjungan saya ke sana untuk memastikan apakah yang selama ini sampai ke telinga saya melalui berbagai sumber, termasuk pemberitaan media, benar-benar terjadi di lapangan. Sehingga kami dapat segera mengambil kebijakan yang tepat terkait penanganan Covid- 19.

Jadi, ke sana untuk melihat secara langsung apakah apa yang disampaikan dalam berita itu sesuai dengan nyatanya atau tidak. Di sisi lain, saya juga memahami bahwa kasus yang dihadapi adalah permasalahan bersama. Oleh karena itu, kami berkomitmen untuk membantu dan mendorong pemerintah daerah untuk mengendalikan kasus Covid-19 melalui berbagai langkah-langkah yang tepat dan terpadu. Kita akan dorong, semoga penanganan Covid-19 ini menjadi lebih baik dan kasus dapat dikendalikan.

Riwayat Hidup*

Nama : Letnan Jenderal TNI Ganip Warsito, S.E., M.M.

Tempat, tanggal lahir : Magelang, Jawa Tengah, 23 November 1963

Pendidikan :

  • Akmil 1986
  • Lemhamnas

Karier :

  • Dirlat Kodiklat TNI AD (2014-2015)
  • Pangdivif 2/Kostrad (2015-2016)
  • Pa Staf Ahli Tk. III Bid. Polkamnas (2016)
  • Pangdam XIII (2016-2018)
  • Pa Staf Ahli Tk. III Bid. Hubint Panglima TNI (2018)
  • Asops Panglima TNI (2018-2019)
  • Pangkogabwilhan III (2019-2021)
  • Kepal Staf Umum TNI (2021)
  • Kepala BNPB (Mei 2021-sekarang)

*BERBAGAI SUMBER/LITBANG KORAN JAKARTA/AND

Baca Juga: