Peningkatan produksi pangan khususnya padi dan jagung menjadi wajib dilakukan untuk mengantisipasi risiko krisis pangan karena produksinya masih rendah.

JAKARTA - Kementerian Pertanian (Kementan) perlu mengoptimalkan tambahan anggaran 5,8 triliun rupiah untuk meningkatkan produksi pangan. Masalah klasik seperti distribusi pupuk harus secepatnya dibenahi agar tak mengganggu persiapan petani.

Menteri Pertanian, Andi Amran Sulaiman, menuturkan krisis pangan harus terus diwaspadai mengingat produksi beras pada 2022 hanya sekitar 31,54 juta ton. Kondisi ini diprediksi cenderung stagnan pada 2023 karena adanya cuaca ekstrem El Nino. Hal ini menjadikan peningkatan produksi pangan khususnya padi dan jagung menjadi upaya-upaya yang wajib dilakukan.

Salah satu potensi lahan yang dapat digunakan untuk menambah produksi pangan nasional khususnya padi dan jagung adalah lahan rawa dan lahan kering yang belum dimanfaatkan secara optimal.

"Kondisi sekarang memprihatinkan, karena ada krisis global, jika krisis ekonomi, petani masih bisa survive. Jika krisis kesehatan, juga masih bisa dilewati. Tetapi kalau krisis pangan, itu bisa melompat menjadi krisis politik dan bisa menyebabkan konflik sosial, dan itu bahaya" kata Mentan Amran saat hadir pada acara koordinasi dan workshop Upaya Khusus Peningkatan Indeks Pertanaman dan Produktivitas Tanaman Padi dan Jagung di Rawa dan Lahan Non Irigasi di Kantor Pusat Kementan, Selasa (21/11).

Selain lahan, lanjut Amran, persiapan percepatan tanam juga diupayakan dari sisi dukungan anggaran, dan pembenahan tata kelola serta pendistribusian pupuk bersubsidi. Dia menjelaskan petani yang tadinya hanya bisa akses pupuk bersubsidi melalui kartu tani, nantinya para petani juga dapat mengakses pupuk hanya dengan KTP.

Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Ali Jamil, mengatakan Kementan telah mengusulkan Anggaran Belanja Tambahan (ABT) 2023 sebesar 5,83 triliun rupiah untuk mendukung peningkatan produksi padi dan jagung melalui berbagai tindakan yaitu kegiatan percepatan tanam, peningkatan produksi padi, dan jagung melalui penyedia benih, alsintan, pupuk dan pestisida, optimalisasi lahan rawa dan insentif bagi petugas lapangan.

Berdasarkan data Ditjen PSP, di Indonesia terdapat lahan rawa tadah hujan sekitar 1,068 juta hektare dari 1,5 juta hektare potensinya yang dapat ditingkatkan Indeks Pertanaman dan produktivitasnya.

Harga Pupuk

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Anggia Erma Rini, secara khusus menyoroti tingginya harga dan kelangkaan pupuk menjadi permasalahan klasik yang berlarut-larut di sektor pertanian.

Anggia Erma Rini menegaskan perlu adanya evaluasi menyeluruh dari Kementan terhadap pupuk subsidi maupun nonsubsidi dari segi anggaran, ketersediaan, hingga tata kelola. Pasalnya, tegas Anggia, pupuk merupakan komoditas yang benar-benar menjadi bagian yang tak terpisahkan dari para petani. Apalagi, dirinya menyayangkan ketersediaan selama ini tidak sesuai dengan kebutuhan pupuk subsidi.

"Ketersediaannya hanya seperempat persen saja dari kebutuhannya. Meski sudah ditambahin kemarin, tahun lalu 25 triliun rupiah, sekarang 26 triliun rupiah, tetapi tetap saja kebutuhannya masih kurang," tandasnya.

Solusi selanjutnya agar Kementan bersama segenap perusahaan pupuk nasional seperti Petrokimia didorong menyediakan pupuk nonsubsidi yang harganya dapat terjangkau masyarakat bawah, utamanya kalangan petani.

Baca Juga: