Meskipun anggaran telah dialokasikan, implementasi di daerah tidak selalu efektif sehingga pengawasan dan pendampingan terus dilakukan guna memastikan penggunaan anggaran tepat sasaran.

JAKARTA - Optimalisasi anggaran menjadi kunci utama menghadapi stunting. Alokasi anggaran yang cukup dapat mengejar target menurunkan prevalensi stunting menjadi 14 persen pada 2024.

Deputi bidang Dukungan Kebijakan Pembangunan Manusia dan Pemerataan Pembangunan, Sekretariat Wakil Presiden, Suprayoga Hadi, mengingatkan perjalanan mencapai target 14 persen tersebut masih panjang. Dia menekankan pentingnya optimalisasi sumber daya, termasuk anggaran yang dialokasikan.

Pemerintah mengalokasikan sekitar 30 triliun rupiah dari APBN, termasuk 23 triliun rupiah untuk program Bantuan Pangan Non-Tunai (BPNT). Di samping itu, dana desa juga dialokasikan sebesar 10 persen dari total 70 triliun rupiah untuk program penurunan stunting.

Meski demikian, Suprayoga mencatat meskipun anggaran telah dialokasikan, implementasi di daerah tidak selalu efektif. "Hal ini disebabkan beberapa daerah tidak memanfaatkan dana ini dengan baik, sehingga pengawasan dan pendampingan terus dilakukan untuk memastikan penggunaan anggaran yang tepat sasaran," ucapnya dalam dialog virtual FMB9 bertema Tantangan Kejar Stunting Turun Jadi 14 persen, Rabu (29/5).

Untuk mencapai tujuan tersebut, lanjutnya, langkah-langkah kolaboratif dan optimalisasi anggaran telah diimplementasikan. Adapun dari sisi kelembagaan di Perpres No 72 Tahun 2021, menurutnya, sudah cukup jelas, sebab kita punya yang namanya Tim Percepatan Penurunan Stunting di setiap tingkatan pemerintahan mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat desa dan kelurahan.

Tim percepatan ini berfungsi untuk mengoordinasikan berbagai upaya penurunan stunting secara lebih efektif dan kolaboratif. Tim ini dipimpin langsung Wakil Presiden Ma'ruf Amin sebagai Ketua Pengarah, dengan dukungan dari berbagai kementerian dan lembaga terkait.

Pembentukan tim ini tidak terlepas dari salah satu tantangan utama dari upaya menurunkan stunting secara signifikan, yakni keberagaman komitmen di tingkat daerah. Sebab tidak semua daerah memiliki perhatian yang sama terhadap masalah stunting, yang menyebabkan perbedaan signifikan terhadap hasil di lapangan.

Alhasil, dalam kurun waktu dua tahun, prevalensi stunting nasional turun signifikan, dari 24,4 persen pada 2021 menjadi 21,6 persen pada 2022.

Intervensi Serentak

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat, Kementerian Kesehatan, Maria Endang Sumiwi, menegaskan pihaknya fokus melakukan pencegahan dini untuk mengatasi stunting di berbagai daerah di Indonesia melalui program Intervensi Serentak Pencegahan Stunting. Program ini dirancang dengan tujuan untuk memastikan bahwa semua pihak bergerak seirama dengan sasaran yang tepat.

Karena itu, Endang memastikan program Intervensi Serentak yang dicanangkan secara khusus dirancang sebagai langkah preventif yang lebih efektif daripada hanya mengobati. Sebab, menurutnya, selama ini stunting masih banyak terjadi lantaran pencegahan yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun masyarakat itu sendiri masih terlalu kurang.

Dalam Intervensi Serentak yang bakal digerakkan pada Juni 2024 mendatang ini, langkah pertama yang dilakukan, yakni memastikan ibu hamil yang bermasalah dengan gizi awal mendapatkan penanganan yang tepat.

Endang menjelaskan ibu hamil harus datang ke posyandu untuk melakukan pemeriksaan terkait masalah gizi awal. Jika terdeteksi masalah gizi awal, mereka akan dirujuk ke puskesmas dan diberikan makanan tambahan selama 120 hari.

Langkah kedua, kata Endang, yakni melakukan pengukuran dan penimbangan berat badan pada balita untuk mendeteksi masalah gizi sejak dini. Selain ibu hamil, para calon pengantin juga bakal diminta datang ke posyandu untuk dilakukan pengecekan.

Baca Juga: