Oleh Diana Dwi Susanti

Model one stop serving merupakan bentuk sistem pelayanan terpadu perizinan. Lalu apa itu one data? Apakah ada sistem yang memberi wadah sehingga pengguna dapat memperoleh data dengan cepat, mudah, akurat, dan tanpa duplikasi yang membingungkan? Regulasi Sistem Statistik Nasional (SSN) sangat mendesak dilaksanakan terkait penyusunan perencanaan.

Akhir-akhir ini semakin sering terjadi kemunculan dua data dengan substansi sama. Perdebatan data dengan argumen masing-masing merasa paling benar sering dipertontonkan kepada masyarakat. Dahsyatnya, data bisa memengaruhi kebijakan untuk tujuan tertentu.

Data merupakan bagian penting tidak terpisahkan dalam mengambil kebijakan pembangunan. Upaya pembangunan terencana senantiasa menempatkan data sebagai bagian utama. Dia berperanan dalam rangka merumuskan rencana pembangunan yang diharapkan dapat memecahkan berbagai problem.

Berdasarkan data dan informasi dapat tergambarkan kondisi yang sedang terjadi sehingga bisa dirumuskan suatu kebijakan untuk mengantisipasi kejadian pada masa datang. Untuk dapat mewujudkan perencanaan yang komprehensif dan sistematis, langkah awal harus melengkapi setiap tahapan perencanaan dengan data akurat. Data yang tersaji hendaknya memiliki akurasi sehingga dapat dijadikan rujukan dengan persepsi sama dari berbagai berkepentingan. Namun demikian, data sering masih tersaji secara parsial dari berbagai stakeholders pembuat.

Data kependudukan, misalnya, tidak jarang terjadi perbedaan yang sangat berarti antara yang dikeluarkan BPS, Dinas Kependudukan, dan Catatan Sipil. Kemudian, Badan Keluarga Berencana dan Kesejahteraan Sosial maupun sektor lainnya. Untuk itu dibutuhkan sistem yang mengintegrasikan berbagai komponen menjadi satu kesatuan induk data yang dikelola secara terpadu.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga meminta agar data satu-satunya yang dipakai sebagai acuan ke depan milik BPS. Susahnya, tidak seluruh data dihasilkan BPS. Undang- Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang Statistik Pasal 3 dan 4 mengatakan perlu diwujudkan SSN andal, efektif, dan efisien.

Hal ini menggambarkan BPS bertanggung jawab penuh akan penyajian data yang dibutuhkan. Masalahnya, BPS tidak mungkin menghasilkan seluruh data yang dibutuhkan segenap pemangku kepentingan. Apalagi data sektoral yang jumlahnya tidak sedikit tersebar di seluruh lingkungan baik instansi pemerintah maupun swasta.

Dalam SSN sesuai dengan Kepka Nomor 5 Tahun 2000 juga dijelaskan bahwa tanggung jawab BPS menyelenggarakan statistik dasar. Statistik dasar untuk keperluan luas baik pemerintah maupun masyarakat. Dia memiliki ciri-ciri lintas sektoral, berskala nasional, dan makro. Sementara itu, statistik sektoral menjadi tanggung jawab instansi baik di pusat maupun daerah.

Statistik sektoral untuk memenuhi kebutuhan suatu instansi pemerintah tertentu dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas pemerintah dan pembangunan. Statistik sektoral yang dihasilkan instansi pemerintah hendaknya melaporkan kegiatan statistik kepada BPS. Setelah diteliti dan diproses oleh BPS, akan dikeluarkan suatu rekomendasi yang menyatakan, kegiatan bersangkutan layak atau tidak untuk dilanjutkan. Tujuan pelaporan kegiatan statistik untuk melengkapi SSN agar dalam mengadakan kegiatan statistik tidak terjadi duplikasi. Diharapkan adanya pemberitahuan tersebut dapat membantu masyarakat umum dalam mencari data statistik yang diperlukan.

Ancaman Reformasi

Reformasi data mutlak diperlukan untuk menuju satu keakuratan. Bisa dibandingkan antarwilayah, antarwaktu, dan berjalan dengan visi misi yang sama. Reformasi data bukan langkah mudah. Beberapa permasalahan menjadi ancaman untuk mewujudkan satu data yang berkualitas dan akurat.

Faktor-faktor penyebabnya, yang pertama, yaitu belum ada kesadaran statistik masing-masing penghasil data. Perencanaan yang kurang memperhatikan kaidah-kaidah ilmiah dalam memperoleh data tidak jarang menghasilkan data yang tidak maksimal sehingga tidak bisa dipertanggungjawabkan. Kedua, rekayasa terhadap data untuk mewujudkan suatu program harus dihilangkan dalam upaya mewujudkan satu data yang berkualitas.

Ketiga, masih rendahnya koordinasi kegiatan dalam rangka penyusunan SSN yang menyebabkan beberapa instansi berjalan sendiri-sendiri untuk menghasilkan data yang sama. Implikasinya selain data yang dihasilkan membingungkan pengguna, juga terjadi pemborosan anggaran. Keempat, belum disahkannya Perpres yang mengatur tentang satu data menyebabkan terhambatnya koordinasi antara BPS dan stakeholder karena belum ada prosedur jelas yang mengatur tentang tata kelola satu data.

Tuntutan masa kini adalah tersedianya data yang benar dan cepat. Jika semua sudah terangkum dalam SSN dipastikan konsistensi data akan terwujud. Dengan demikian, masalah dua data atau lebih dengan substansi yang sama bisa dihindari. Data yang belum tersedia juga bisa langsung dideteksi dini dan segera dapat dilakukan untuk melengkapi data yang ada. BPS sebagai penanggung jawab SSN berperan dalam membantu lembaga dalam menghasilkan data. Maka, karena semua data yang dihasilkan harus benar dan valid sesuai dengan kaidah ilmiah.

Penulis Statistisi Ahli Muda BPS Kota Pekalongan

Baca Juga: