Dalam beberapa waktu lalu, masyarakat dihebohkan dengan hilangnya uang mereka yang disimpan di bank. Bahkan, seorang polisi juga ikut menjadi korban. Apakah terjadi transaksi siluman atau memang kesalahan bank?

Lalu, bagaimana penjelasan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang notabene bertugas untuk mengawasi industri keuangan, termasuk nasabah. Koran Jakarta mewawancarai anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi Perlindungan Konsumen OJK, Kusumaningtuti Soetiono. Berikut petikannya.


Terkait dana nasabah bank di Mataram yang hilang itu bagaimana?


Itu kan masalah teknikal. Di sistem itu sudah terjadi beberapa waktu yang lalu, bukan baru-baru saja. Pihak bank juga sudah perbaiki sistemnya supaya tidak terulang. Nanti kan akan dilihat kalau itu kekeliurannya diakibatkan oleh sistem maka akan diganti.

Jadi, tidak perlu dikhawatirkan karena kalau penyebabnya sistem itu nanti tiba-tiba tidak ada saldonya itu nanti diganti sama banknya.


Tapi, nanti kalau karena kelalaian, kita kan selalu mendidik janganlah memberikan PIN dan lain-lain kartu ATM kepada orang lain meksipun kita anggap kenal atau keluarga dekat.


Lah, seorang polisi juga ikut hilang dananya?


Ya, kan semua nasabah, mau profesi bisa polisi atau jaksa kan itu kita nggak tau. Sebenarnya itu sudah ditanggulangi.

Langkah-langkah dari OJK kita memanggil bank-bank itu untuk mengingatkan bagaimana security system-nya diperbaiki, safety dari transaksi dan sebagainya harus diutamakan.


Perlindungan nasabah bagaimana?


Kan kita wajibkan lembaga keuangan untuk elektronik sistem itu harus menjamin keamanan layanan dan transaksi dan ini harus terus-menerus dilakukan dan saya kira sudah ditanggulangi oleh bank-bank sekarang.


Ada sanksi untuk bank yang teledor?


Tentu berpengaruh. Mereka ketahui tanpa ada sanksi itu juga merugikan diri mereka sendiri, kehilangan nasabah dan kepercayaan itu tentu sudah tidak baik untuk perusahaan itu sendiri. Tentu mereka berupaya jangan sampai itu terjadi.


Ada rencana OJK memanggil bank-bank itu?


Itu sudah rutin sebagai bentuk pengawasan. Jadi, mereka diawasi juga kan. Mereka sudah tahu apa yang harus diantisipasi kalau ada kejadian serupa di kemudian hari.


Kalau dari tingkat keaktifan masyarakat laporkan kasus-kasus ke OJK?


Sejak beroperasi di 2013 itu sudah hampir 100 ribu yang masuk ke dalam layanan dokumen terintegrasi.

Tapi hanya saja yang paling besar adalah bertanya jadi 70 persen itu pernyataan baru kemudian penyampaian informasi baru terkecil adalah komplain atau keluhan.

Itu sekitar 3.800 sejak 2013 itu berupa komplain, dan dari kompalin itu yang bisa diselesaikan 90 persen.


Dari 90 persen itu, ada berapa persen khusus perbankan dan kira-kira apa saja yang dilaporkan?


Paling banyak memang jumlah nasabah terbanyak di perbankan dan itu mendominasi dari 50 persen jumlah laporan aduan dan kebanyakan ada restrukturisasi dan lelang barang jaminan.


Yang terselesaikan itu dari pihak OJK upayanya seperti apa?


Kita minta bank untuk aktif kalau ada komplain yang masuk ke OJK mereka bisa langsung atau jadi lebih cepat. Di tahapnya ada klarifikasi dan verifikasi dokumen. Itu tidak sampai dilakukan mediasi sudah selesai masalahnya.


Sejak 2015 sudah ada treasurable akhirnya proses lebih cepat. Lalu dengan adanya LAPS (lembaga alternatif penyelesaian sengketa) maka proses mediasi itu di dorong untuk diserahkan ke lembaga masing-masing perbankan.

Jadi, OJK tangani premediasi. Kalau masuk ke OJK itu sampai ke pencocokan dokumen kalau nggak selesai kita dorong ke LAPS. achmad/AR-3

Baca Juga: