JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan indeks literasi keuangan dapat meningkat dan dijaga pada level 65 sampai 70 persen. Hal itu untuk menutup kesenjangan dengan indeks inklusi keuangan.

Pada 2022, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) yang dirilis oleh OJK menunjukkan indeks literasi keuangan nasional sebesar 49,68 persen atau di bawah indeks inklusi keuangan yang sebesar 85,10 persen.

"Kita mengejar paling tidak sama dengan negara lain, indeks literasi kita capai 65 sampai 70 persen supaya kita agak sedikit lega gap literasi dan inklusi kita tidak terlalu tinggi," kata Direktur Literasi dan Edukasi Keuangan OJK, Horas Tarihoran dalam webinar Milenial Cuan Melek Keuangan di Jakarta, Selasa (28/2).

Horas mengatakan OJK juga ingin meningkatkan indeks literasi keuangan mahasiswa yang pada 2022 masih sebesar 45,93 persen atau lebih rendah dari indeks literasi rata-rata nasional.

"Kami memandang milenial penting diedukasi agar literasi keuangan meningkat secara umum, karena sekarang 1 dari 4 penduduk Indonesia atau sekitar 69 juta jiwa adalah milenial," katanya.

Ke depan, dia memperkirakan pada 2040 sampai 2045 masyarakat milenial akan mencapai setengah dari total masyarakat Indonesia sehingga peningkatan literasi keuangan perlu diakselerasi.

Berdasarkan survei OJK, hanya 10,7 persen dari milenial yang dapat menabung, sementara 51,1 persen menghabiskan pendapatan untuk konsumsi.

"Kalau terjadi sesuatu seperti Covid-19, hanya 32 persen yang mengatakan sanggup bertahan sebulan jika kehilangan pekerjaan dan sebanyak 28 persen mengatakan hanya sanggup bertahan seminggu," katanya.

Media Pembelajaran

OJK saat ini juga memiliki platform learning management system edukasi keuangan (LMSE) yang bisa diakses secara gratis.

Dia mengatakan pada Maret 2023, platform tersebut akan dirilis sebagai media pembelajaran bagi peserta Kartu Pra Kerja.

"Kami dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian akan bekerja sama agar semua orang bisa memanfaatkan modul ini," katanya.

Baca Juga: