OJK perlu membangun komunikasi bersama para pelaku industri dan pemangku kepentingan di sektor keuangan untuk mengantisipasi dampak dan risiko terhadap perekonomian.
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta proaktif melihat perkembangan volatilitas ekonomi global dan potensi dampaknya terhadap sektor perbankan, keuangan, dan perekonomian dalam negeri. Kewaspadaan itu penting menghindari dampak lebih besar lagi.
Manajer Riset Sekretaris Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra), Badiul Hadi, mengatakan OJK perlu fokus pada beberapa langkah strategis, di antaranya mempertimbangkan pendekatan proaktif menyikapi perubahan kebijakan global seperti yang dilakukan oleh bank sentral Amerika Serikat (AS) atau Federal Reserve (the Fed).
"OJK perlu membangun komunikasi atau diskusi bersama para pelaku industri untuk mengantisipasi dampak dan risiko yang akan terjadi terhadap perekonomian," tegasnya, di Jakarta, Senin (12/8).
Menurut Badiul, penting juga bagi OJK memikirkan skenario terburuk, seperti krisis likuiditas dan tekanan terhadap rupiah sebagai dampak dari arus modal keluar (capital outflow) secara besar-besaran. Karena itu, OJK perlu memperkuat koordinasi dengan Bank Indonesia (BI) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Upaya lainnya, lanjut Badiul, menghadapi volatilitas ekonomi global, OJK bisa mendorong perbankan lebih adaptif lagi terhadap inovasi teknologi. Transformasi digital dinilai bisa menjadi alat memitigasi risiko, seperti penggunaan big data dan AI.
Kemudian strategi lainnya, OJK perlu meningkatkan transparansi pada publik. Otoritas perlu memberikan informasi lebih baik lagi pada masyarakat terkait kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintah.
"Dan tidak kalah pentingnya, membangun kerja kerja kolaboratif dengan lembaga dan regulator internasional guna memastikan arus informasi berjalan dengan baik," ucap Badiul.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan pihaknya terus mencermati perkembangan volatilitas ekonomi global dan dampaknya terhadap perekonomian domestik dan perbankan Indonesia.
"Hal ini dilakukan seiring dengan pengawasan perbankan secara individual yang intensif dan berkelanjutan yang diharapkan mampu menjaga stabilitas sistem keuangan dan perbankan Indonesia pada tahun ini dan tahun-tahun mendatang," kata Dian, di Jakarta, akhir pekan lalu.
Dia mengatakan, ke depan tetap perlu diperhatikan risiko perbankan, utamanya risiko pasar dan risiko likuiditas di tengah masih tingginya ketidakpastian global seperti tingkat suku bunga global yang masih tinggi, perkembangan ekonomi Tiongkok, serta kenaikan tensi geopolitik yang dapat berpotensi meningkatkan tekanan ekonomi domestik.
OJK juga meminta industri perbankan agar terus memperhatikan aspek kehati-hatian (prudential banking), profesionalisme, inovatif, dan selalu menjaga integritas untuk bisa mencapai pertumbuhan yang tinggi dan sehat.
Tetap Waspada
Peneliti ekonomi Celios, Nailul Huda, mengatakan pemerintah dan otoritas terkait perlu memperhatikan langkah the Fed yang tidak berencana menurunkan suku bunga acuannya. Hal itu berdampak membuat ekonomi global semakin tidak menentu.
Menurutnya, dunia usaha dipaksa mempunyai cost of fund yang tinggi dengan suku bunga the Fed yang masih berada di angka 5,5 persen. Jepang pun akhirnya menaikkan suku bunganya ke angka 0,25 persen yang akhirnya membuat pasar keuangan Jepang "memerah".
"Perbankan nasional harus mulai mewaspadai kondisi tersebut agar tidak ikut terperosok kinerjanya. Salah satunya dengan menaikkan proporsi pendapatan bukan bunga guna mencegah ketergantungan pendapatan dari bunga," pungkas Huda.