JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta bertindak cepat memperketat aturan bagi influencer atau pemengaruh yang merayu calon customer melalui platform media sosial (medsos) untuk berinvestasi pada produk-produk tertentu yang banyak disinyalir tidak berizin atau ilegal.
Imbauan itu didasarkan pada hasil survei Celios 2024 yang mengungkap mayoritas responden memilih influencer keuangan di media sosial sebagai sumber informasi paling dipercaya dalam membuat keputusan investasi.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, mengatakan yang mempengaruhi keputusan mereka (responden), nomor satu adalah influencer media sosial.
"Ketika digali lebih dalam, luar biasa, mereka bahkan enggak punya background keuangan, mereka juga enggak punya legalitas sebagai konsultan keuangan," kata Bhima dalam Seminar Nasional Pengembangan dan Penguatan Ekosistem Keuangan Digital Indonesia," di Jakarta, Senin (22/7).
Dalam Survei Celios tentang tingkat kepercayaan terhadap berbagai sumber sebelum memutuskan investasi, influencer sosial media menduduki peringkat pertama dengan skala 7,07 (skala 1-10). Disusul oleh rekomendasi konsultan keuangan (skala 6,95), dan kolega (skala 6,8).
Dengan masih rendahnya literasi keuangan masyarakat, hal itu dikhawatirkan akan semakin meningkatkan risiko gagal bayar hingga penipuan investasi.
Bhima juga menyarankan kepada regulator untuk memperketat aturan pemasangan produk-produk fintech di ekosistem media sosial. Sebab, produk fintech banyak yang dipasarkan hanya menawarkan kemudahan, tanpa adanya penjelasan risiko lebih lanjut.
"Kita lihat, kita buka YouTube, (ada) iklan dari fintech. Tapi kan biasanya hanya menampilkan pinjaman cepat, pinjaman murah tanpa ada edukasi literasi keuangan lebih lanjut. Padahal ini kan kalau enggak hati-hati juga bisa terjebak pada pinjaman yang gagal bayar," ujarnya.
OJK Kesulitan
Seperti dikutip dari Antara, sebelumnya sempat ramai influencer Ahmad Rafif Raya yang diduga menawarkan investasi serta menghimpun dan mengelola dana masyarakat hingga 71 miliar rupiah tanpa izin OJK. Atas pelanggaran tersebut, Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas Pasti) menghentikan kegiatannya.
"Pada 4 Juli 2024, Satgas Pasti telah memanggil Ahmad Rafif Raya melalui pertemuan virtual untuk meminta keterangan dan klarifikasi terkait pemberitaan permasalahannya dalam melakukan pengelolaan dana sebesar 71 miliar rupiah," kata Sekretariat Satgas Pasti OJK, Hudiyanto.
Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Katolik Atmajaya Jakarta, YB. Suhartoko, mengatakan OJK seperti kesulitan memformulasikan aturan yang membatasi influencer keuangan, apalagi jika tidak dilakukan secara sistematis.
"Jika para influencer tergabung dalam jaringan yang secara sistematis mendorong kerugian para investor, maka OJK harus mengambil langkah pengendalian," kata Suhartoko.