JAKARTA - Tingginya marjin bunga bank sudah kerap dikritisi banyak pihak, namun hingga saat ini bank-bank enggan menurunkan suku bunga kredit. Bahkan dalam praktiknya, bank sangat responsif menurunkan suku bunga simpanan atau dana, tetapi sangat lama menyesuaikan suku bunga kredit.
Padahal dalam masa pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19, bank seharusnya lebih aktif memompa likuiditas ke dalam perekonomian, bukan menahan likuiditas karena nasabah enggan menyerap likuiditas dengan bunga yang terbilang tinggi.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam beberapa kesempatan pertemuan dengan para bankir sering menyentil kalau marjin bunga bank (selisih bunga kredit dan bunga dana) di bank di Indonesia mungkin yang tertinggi di dunia. Saat itu, NIM perbankan mencapai 4,4 persen, kini per April 2023 rata-rata 4,77 persen.
Pakar ekonomi dari Universitas Surabaya (Ubaya), Bambang Budiarto, mengatakan OJK dalam menjalankan fungsi pengaturan dan pengawasan industri perbankan jangan hanya sekadar mendorong keterbukaan informasi pada publik, tetapi harus memaksa bank transparansi dengan penetapan NIM.
"Sebagai salah satu indikator kinerja keuangan, NIM memang idealnya dalam kendali dan diawasi OJK. OJK perlu memantau NIM sebagai bagian dari pengawasan terhadap bank dan lembaga keuangan lainnya untuk memastikan stabilitas sistem keuangan dan memastikan keberlanjutan operasional institusi keuangan," kata Bambang.
Publik pun terutama nasabah bisa memperoleh infomasi mengenai tingkat NIM yang wajar, sehingga menjadi pertimbangan mereka dalam menempatkan dana dan juga saat mengajukan pembiayaan.
Mekanisme Pasar
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, dalam keterangan tertulis, di Jakarta, akhir pekan lalu, mengatakan tengah mengkaji kebijakan untuk mengendalikan NIM perbankan dengan mendorong transparansi informasi suku bunga kredit.
"Sesuai dengan amanat Undang-undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), OJK sedang mengkaji dan menerbitkan kebijakan yang mendorong transparansi informasi terkait suku bunga kredit oleh perbankan," kata Dian.
Prinsip-prinsip yang akan diatur antara lain komponen dasar pembentuk suku bunga dan aspek transparansi ke publik terkait suku bunga dasar kredit.
"Kebijakan ini diharapkan dapat berkontribusi dalam mengendalikan NIM perbankan saat ini," paparnya.
Dian menyampaikan bahwa pihaknya akan terus mendorong upaya digitalisasi di sektor perbankan dalam memperluas jangkauan layanan kepada masyarakat agar suku bunga kredit menjadi lebih kompetitif melalui mekanisme pasar.
"Di sisi lain, pemanfaatan data yang antara lain dapat bersumber dari Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dan Lembaga Pengelola Informasi Perkreditan (LPIP) sebagai upaya untuk mengurangi asimetris informasi antara bank kepada debitur," katanya.