Pemberian izin tambang ke ormas keagamaan melanggar UU Minerba, sebab amanat pengusahaan minerba diberikan kepada badan usaha, termasuk koperasi.
JAKARTA - DPR RI tetap bertolak belakang dengan pemerintah terkait bagi-bagi izin tambang ke organisasi masyarakat (ormas) keagamaan. Kebijakan ini ditenggarai merusak tata kelola sektor mineral dan batu bara (minerba).
Anggota Komisi VII DPR RI, Mulyanto, mengaku prihatin dengan sikap sejumlah ormas keagamaan yang mulai ikut-ikutan ingin mengelola tambang. Dirinya khawatir fenomena ini bisa merusak tata kelola minerba sekaligus menjatuhkan wibawa ormas di mata umat.
"Fenomena ini seperti kisah Perang Uhud, di mana kaum Muslimin beramai-ramai turun dari bukit Uhud untuk berebut ghonimah (harta pampasan perang), dan meninggalkan tugas pokok pos penjagaan. Ujung-ujungnnya umat tidak terurus," jelas Mulyanto dikutip dari laman resmi DPR RI, Selasa (30/7).
Dia menjelaskan, setelah NU dan Muhammadiyah, kini ormas Persatuan Islam (Persis) pun menyatakan ingin mengelola tambang. Bahkan, MUI tengah mengkaji untuk ikut memanfaatkan peluang ini.
Mulyanto menilai kondisi ini sangat rawan karena bisa menimbulkan kecemburuan di antara ormas, karena bisa jadi berikutnya ormas pemuda dan ormas lain akan ikut minta konsesi tambang. Karena itu, dia meminta pemerintah dan pimpinan ormas mengkaji ulang kebijakan ini.
Pemerintah telah melanggar UU Minerba karena memberikan prioritas khusus kepada ormas keagamaan untuk mengelola tambang. Padahal, amanatnya, prioritas hanya diberikan kepada BUMN/ BUMD.
"Akhirnya, tata kelola pemerintahan yang baik (good governance) menguap. Karena kita tidak bisa membedakan lagi tugas, fungsi, dan program kegiatan antara sektor privat, yang mengurusi ekonomi, dengan sektor ketiga, yang mengurusi masyarakat sipil. Terjadi tumpang-tindih. Lalu memicu kekacauan," terangnya.
Karena itu, lanjut Mulyanyo, dalam UU Minerba, amanat pengusahaan minerba diberikan kepada badan usaha, termasuk koperasi. Karena ini masalah pengusahaan, yang harus dilakukan oleh ahlinya, mereka yang memiliki spesialisasi dan kompetensi.
Untuk itu, dirinya mendesak pemerintah membatalkan aturan pemberian konsesi tambang kepada ormas ini, mengingat umur pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) tinggal beberapa bulan lagi. Dia minta pemerintah jangan membuat kebijakan yang dapat menimbulkan kekacauan.
"Menjelang purnatugas, madeg pandhito, pemerintah semestinya bersiap-siap pamit mundur dan memberi jalan kepada Presiden Terpilih. Bukan malah ngegas kejar tayang saat injury time. Umur Indonesia masih panjang. Estafet pengabdian terus mengalir seperti panta rhei. Jadi tidak perlu grasah-grusuh," tegasnya.
Peminat Bertambah
Sementara itu, Menteri Investasi atau Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, menyebutkan menurut perkembangan terbaru, setidaknya 3-4 ormas keagamaan lainnya yang mengajukan minat untuk mengelola Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK).
Sebelumnya, baru Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah sudah menyatakan minatnya mengelola WIUPK. "Ada lah, ada tiga atau empat lagi yang sudah mengajukan," kata Menteri Investasi/Kepala Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM), Bahlil Lahadalia, di Jakarta, Senin (29/7).
Terkait Konfrensi Waligereja Indonesia (KWI) dan juga Persekutuan Gereja-gereja di Indonesia, Menteri Bahlil menyatakan, saat ini terkait dengan ormas keagamaan lainnya, pihaknya masih terus menjalin komunikasi.