YANGON - Pemerintah bayangan Myanmar yang dibentuk oleh penentang kekuasaan militer, pada Selasa (7/9) menyerukan pemberontakan terhadap junta. Dalam penjelasannya, pemerintah bayangan Myanmar pun telah menetapkan strategi yang mencakup tindakan oleh milisi bersenjata dan pasukan etnis serta mendesak birokrat untuk meninggalkan jabatan mereka.

Menurut Duwa Lashi La, pejabat sementara presiden Pemerintah Persatuan Nasional (National Unity Government/NUG), mengatakan dalam pidatonya bahwa pemerintah bayangan, yang terdiri dari anggota di pengasingan atau yang masih bersembunyi, akan segera menyatakan keadaan darurat.

Sebelumnya beberapa penentang kekuasaan militer, telah membentuk kelompok-kelompok bersenjata yang bernaung di bawah panji-panji Tentara Pertahanan Rakyat dan telah menjalin aliansi dengan beberapa milisi etnis yang telah lama menganggap tentara Myanmar sebagai musuh mereka.

"Menyatakan keadaan darurat berarti kita telah memulai perang defensif. Mari kita lakukan pemberontakan melawan kekuasaan militer teroris yang dipimpin oleh Min Aung Hlaing di setiap sudut negara," ucap Duwa Lashi La dalam pidatonya seraya mendesak anggota pasukan keamanan untuk bergabung dengan mereka dan pasukan etnis di daerah perbatasan, untuk menyerang militer. "Administrator yang ditunjuk militer harus"segera meninggalkan posisi Anda," imbuh dia.

Militer Myanmar menggulingkan pemerintah terpilih pimpinan Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu, dan aksi kudeta ini segera memicu gelombang protes oleh pendukung prodemokrasi. Gelombang protes itu meninggalkan jejak ratusan kematian saat pasukan keamanan berusaha memadamkan aksi demonstrasi.

Tak Bisa Dipercaya

Penguasa militer Myanmar, Jenderal Min Aung Hlaing, bulan lalu memutuskan untuk menjabat sebagai perdana menteri dalam pemerintahan sementara yang baru dibentuk dan berjanji untuk mengadakan pemilihan baru pada 2023.

Junta sendiri telah mencap NUG dan Tentara Pertahanan Rakyat sebagai kelompok teroris.

Segera setelah kudeta Februari, sebuah gerakan pembangkangan sipil dibentuk dalam upaya untuk melemahkan kekuasaan militer. Sementara milisi yang dibentuk dengan tergesa-gesa juga telah terlibat dalam pertempuran rutin dengan tentara meskipun sering tampak beroperasi secara sendiri-sendiri apalagi belum terlalu banyak koordinasi dengan pasukan etnis yang telah bertikai dengan tentara selama beberapa dekade.

Saat ini Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Asean) telah memimpin upaya diplomatik untuk mengakhiri kekerasan dan membuka dialog antara penguasa militer dan lawan mereka.

Utusan Asean untuk Myanmar, Erywan Yusof, mengatakan dalam sebuah wawancara dengan kantor beritaKyodobahwa militer telah menerima usulannya untuk gencatan senjata hingga akhir tahun untuk memastikan distribusi bantuan kemanusiaan.

Menanggapi hal itu, seorang aktivis prodemokrasi dan anggota NUG lainnya mengatakan junta tidak dapat dipercaya dalam hal menghormati kesepakatan semacam itu. ST/I-1

Baca Juga: