STOCKHOLM - Novelis kelahiran Tanzania, Abdulrazak Gurnah, yang kerap mengangkat kolonialisme dan kehidupan pengungsi, pada Kamis (7/10), memenangkan Hadiah Nobel Sastra.

"Gurnah, yang dibesarkan di Pulau Zanzibar dan datang ke Inggris sebagai pengungsi pada akhir 1960-an, mendapat kehormatan atas penetrasi tanpa kompromi dan belas kasihnya terhadap efek kolonialisme dan nasib pengungsi di jurang antara budaya dan benua," kata Akademi Swedia.

Gurnah telah menerbitkan 10 novel dan sejumlah cerpen. Ia terkenal dengan novelnya pada 1994, Paradise, berlatar belakang kolonial Afrika Timur selama Perang Dunia Pertama, yang terpilih untuk Booker Prize for Fiction. Tema masalah pengungsi memenuhi seluruh karyanya.

Lahir pada 1948, Gurnah mulai menulis saat berusia 21 tahun di Inggris. Meskipun bahasa Swahili adalah bahasa pertamanya, bahasa Inggris menjadi alat sastranya.

Hadiah Nobel datang dengan medali dan hadiah sejumlah 10 juta kronor Swedia atau sekitar 1,1 juta dollar AS.

Lebih Merata

Tahun lalu, penghargaan diberikan kepada penyair AS, Louise Gluck. Menjelang pengumuman Kamis, pengamat Nobel telah menyarankan Akademi Swedia agar memilih seorang penulis dari Asia atau Afrika, menyusul janji untuk membuat pemenang lebih merata. Penghargaan tersebut telah memahkotai sebagian besar orang Barat dalam 120 tahun keberadaannya.

Dari 118 pemenang sastra sejak Nobel pertama dianugerahkan pada 1901, 95 pemenang atau lebih dari 80 persen adalah orang Eropa atau Amerika Utara.

Gurnah seharusnya menerima Nobel dari Raja Carl XVI Gustaf pada upacara resmi di Stockholm pada 10 Desember, bertepatan dengan peringatan kematian ilmuwan Alfred Nobel tahun 1896 yang menciptakan hadiah dalam wasiat dan wasiat terakhirnya.

Tetapi, upacara tatap muka telah dibatalkan untuk tahun kedua berturut-turut karena pandemi, diganti dengan siaran langsung upacara di televisi yang menunjukkan para pemenang menerima penghargaan di negara asal masing-masing.

Baca Juga: