Tidak digunakannya hasil USBN dan UN untuk mendaftar di jalur SNMPTN dan SBMPTN sangat positif. Sebab, hasil USBN dan UN bukan prediktor baik untuk keberhasilan belajar di perguruan tinggi.

JAKARTA - Kebijakan Panitia Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dan Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) tahun 2018 yang tidak lagi menggunakan nilai Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) dalam seleksi masuk PTN dinilai sangat positif bagi masa depan pendidikan nasional. Kebijakan ini juga dapat menjadi pintu masuk dihapusnya kedua model ujian tersebut (UN dan USBN) di masa mendatang.

Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Said Hamid Hasan, menilai kebijakan untuk tidak menggunakan hasil USBN dan UN untuk mendaftar di jalur SNMPTN dan SBMPTN 2018 merupakan suatu kebijakan positif dan progresif. Sebab hasil USBN dan UN bukan prediktor baik dan tinggi untuk keberhasilan belajar di perguruan tinggi.

"Karena USBN dan UN merupakan tes hasil belajar (achievement test) dengan validitas isi yang rendah pula," papar Guru Besar UPI ini ketika dihubungi, Senin (22/1).

Konsekuensi dari kebijakan baru tersebut, sambung Said, kehilangan validitas edukatif dan fungsi seleksi sehingga tidak perlu dipertahankan. "Artinya, USBN sudah boleh dihapus dari kebijakan dan nomenklatur pendidikan terlebih-lebih nomenklatur anggaran," imbuhnya.

Dengan begitu, kata dia, akan terjadi penghematan anggaran dari kebijakan pendidikan yang tidak mendidik. Dana yang teralokasi dari USBN dan UN dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan fasilitas belajar bagi sekolah yang akreditasinya rendah dan untuk membangun kelas/sekolah baru guna memperluas akses pendidikan. "Jadi, dampak dari kebijakan tersebut sangat positif dan konstruktif bagi dunia pendidikan dan bangsa," tegasnya.

Ia menambahkan, istilah kompetensi kemampuan kognitif dalam kisi-kisi USBN tidak sama dengan istilah yang digunakan guru. Hal ini mengandung makna bahwa perancang USBN memaksakan konsepnya dan mengabaikan praktik yang dilakukan guru yang resmi mengikuti kurikulum.

Pengembang kisi-kisi USBN, kata Said, boleh saja mengatakan bahwa istilah yang mereka gunakan sama, tapi tetap secara penilaian menimbulkan ancaman (threat). "Oleh karena itu, kebijakan tidak mengindahkan hasil USBN dalam SNMPTN dan SBMPTN sangat menguntungkan bangsa," tandasnya.

Said memaklumi jika kebijakan dari pendidikan menengah ke pendidikan tinggi belum sepenuhnya terintegrasi. "Sistem pendidikan kita masih belum satu sistem utuh dan berkesinambungan. Jadi, kebijakan mengenai promosi, dari SD ke SMP ke SMA/SMK, dan ke PT masih bersifat masing-masing," kata Said.

Tak Bisa Layani

Sementara itu, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan (Kemdikbud), Totok Suprayitno, mengatakan tidak dapat memajukan jadwal pengumuman UN dan USBN hanya agar dapat digunakan dalam SNMPTN. "Kalau penentuan kelulusan PTN maju-maju terus, ya kami tidak bisa melayani. Karena ada lini masa yang harus kita penuhi," kata dia.

Kendati demikian, lanjut dia, pada prinsipnya Kemdikbud siap jika data UN akan digunakan untuk SNMPTN. "Tapi itu terserah yang menggunakan, tapi intinya kita selalu siap," ujar Totok.

Seperti diberitakan sebelumnya, Ketua Panitia SNMPTN /SBMPTN 2018, Ravik Karsidi, mengatakan bahwa peran nilai yang berada dalam Pangkalan Data Siswa dan Sekolah (PDSS) sangat vital tahun ini, mengingat data itulah yang akan menjadi bahan pertimbangan satu-satunya di jalur SNMPTN. Kondisi ini menyusul sikap Kemristekdikti dan Kemdikbud yang menyepakati nilai UN/USBN tidak dapat digunakan lagi dalam SNMPTN. cit/E-3

Baca Juga: