JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) melansir Nilai Tukar Petani (NTP) secara nasional pada Januari 2022 naik 0,30 persen dibandingkan Desember 2021 yaitu menjadi 108,67 dari 108,34, berdasarkan pantauan harga-harga perdesaan di 34 provinsi di Indonesia.

"Kenaikan NTP pada Januari 2022 disebabkan kenaikan indeks harga hasil produksi pertanian lebih tinggi dibandingkan kenaikan indeks harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh rumah tangga maupun biaya produksi dan penambahan barang modal," kata Kepala BPS, Margo Yuwono, dalam jumpa pers secara virtual di Jakarta, Rabu (2/2).

Margo menyampaikan pada Januari 2022 Indeks Harga yang Diterima Petani (It) naik sebesar 0,81 persen lebih tinggi dibandingkan kenaikan Indeks Harga yang Dibayar Petani (Ib) sebesar 0,50 persen. "Beberapa harga komoditas juga memengaruhi meningkatkan indeks yang diterima petani, yaitu gabah, kelapa sawit, ayam ras, dan kopi," ujar Margo.

Beberapa Komoditas

Kemudian, komponen harga yang dibayar petani juga meningkat karena naiknya harga beberapa komoditas, yakni daging ayam ras, minyak goreng, beras, dan rokok kretek filter.

Margo memaparkan kenaikan NTP Januari 2022 dipengaruhi oleh naiknya NTP di tiga subsektor pertanian yaitu Subsektor Tanaman Pangan sebesar 0,98 persen, Subsektor Tanaman Perkebunan Rakyat sebesar 0,27 persen, dan Subsektor Peternakan sebesar 0,43 persen.

Sementara itu, Subsektor Perikanan relatif stabil dan Subsektor Tanaman Hortikultura mengalami penurunan sebesar 2,95 persen.

Kepala Biro Humas dan Informasi Publik Kementerian Pertanian (Kementan) Kuntoro Boga Andri mengatakan kenaikan NTP dan nilai tukar usaha pertanian (NTUP) pada awal tahun berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani secara signifikan.

"Kenaikan NTP menunjukkan bahwa petani bisa menikmati keuntungan dari hasil produksi mereka," kata Kuntoro.

Awal tahun ini menjadi masa bagi petani menikmati harga gabah yang dibeli oleh pasar dengan harga tinggi. Kuntoro melihat meskipun harga beras mengalami peningkatan, kenaikannya baik di tingkat grosir maupun eceran masih terkendali dan di bawah persentase kenaikan harga gabah.

"Tentunya tren ini perlu terus dijaga. Kita harus terus upayakan selisih harga antara gabah di tingkat petani dan beras yang dibeli di konsumen tidak terlampau jauh," kata Kuntoro.

Baca Juga: