Tujuan AN sebenarnya memantik perubahan dan evaluasi sistem pendidikan. Kini memasuki tahap geladi bersih agar berbagai hambatan teratasi.

JAKARTA - Data Asesmen Nasional (AN) tidak dipresentasikan untuk individu. Nantinya, hasil yang ditampilkan adalah agregasi tiap sekolah. Demikian disampaikan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, Nadiem Makarim, usai meninjau pembukaan PTM dan geladi bersih AN beberapa sekolah di Solo dan Yogyakarta, Selasa (14/9).

"Data tidak akan dipresentasi sebagai individu, melainkan agregasi sekolah," ujarnya. Dia menekankan, AN tidak menimbulkan konsekuensi apa pun bagi individu siswa, guru, maupun kepala sekolah.

Nadiem mengingatkan lagi, AN sangat berbeda dengan UN. Siswa tidak perlu persiapan khusus menjelang pelaksanaanya. "Nilai AN tidak berdampak apa pun bagi siswa. Jadi siswa tidak perlu khawatir saat mengerjakan soal," jelasnya.

Lebih jauh, Nadiem menerangkan, AN bertujuan untuk mendorong perubahan positif. Hal tersebut meliputi cara guru mengajar, cara kepala sekolah memimpin pembelajaran di sekolah.
AN merupakan bentuk pengawasan sekolah. Nantinya, pemerintah daerah (pemda) bisa melakukan evaluasi diri dalam penganggaran agar lebih berorientasi pada kualitas pembelajaran.

"Jadi, tujuan AN sebenarnya memantik perubahan. AN merupakan evaluasi terhadap sistem pendidikan," tandasnya. Sebagai informasi, saat ini, pelaksanaan AN memasuki tahap geladi bersih untuk memastikan seluruh faktor yang mungkin menghambat pelaksanaan telah diatasi.

Setelah semua simulasi dan geladi selesai, pelaksanaan AN untuk satuan pendidikan akan dimulai pada pekan ke-4 September 2021. Sasarannya, pertama adalah SMK dan Paket C. Kemudian, SMA, SMP, dan SD/sederajat.

Sementara itu, Kepala Badan Standar, Kurikulum, dan Asesmen Pendidikan, Kemendikbudristek, Anindito Aditomo, mengibaratkan bahwa AN ini sebagai free medical check-up. Pemeriksaan kesehatan menyeluruh secara gratis itu juga meliputi sekolah-sekolah dan pemda. "Tujuannya supaya kita tahu yang perlu dirawat dan diobati," ucapnya.

Tak Berguna

Pada bagian lain, Nadiem, menyebut bahwa program Sekolah Penggerak tidak hanya untuk diikuti sekolah-sekolah unggulan, tapi bisa saja justru yang di pinggiran. "Program Sekolah Penggerak tidak hanya untuk sekolah-sekolah bagus atau unggulan. Bisa saja dari sekolah-sekolah pinggiran. Kami ingin agar sekolah yang terpilih memiliki profil beragam," katanya.

Perlu keberagaman karena Sekolah Penggerak harus bisa merepresentasikan demografi sistem pendidikan yang juga beraneka. "Kalau yang dipilih sekolah-sekolah unggul, program ini justru tidak ada gunanya," katanya.

Ia menyebut, program Sekolah Unggulan tidak mudah karena menuntut keberanian seluruh kepala sekolah dan guru-guru. "Kepala sekolah harus berani melakukan perubahan besar. Harus ada komitmen melaksanakan transformasi sekolah sekitar empat tahun," katanya.

Baca Juga: