Pemerintah Amerika Serikat (AS) setuju untuk mengirimkan 100 drone 'bunuh diri' atau kamikaze model Switchblade ke Ukraina. Ini bertujuan untuk memberikan bantuan alutsista Kyiv dalam menghadapi serangan yang dilakukan pasukan Rusia.

Switchblade sendiri memiliki beberapa kemampuan yang membuatnya menjadi drone yang mematikan. Drone tersebut dikenal sebagai drone yang kecil namun hulu ledak yang dibawa drone ini dikenal dapat membentuk ledakan yang lebih besar saat terjadi benturan.

Selain itu, drone Switchblade juga memiliki keunggulan lantaran ukurannya yang kecil, sehingga bisa disimpan di dalam ransel. Drone Switchblade juga dikenal memiliki biaya yang lebih hemat, yakni dengan harga masing-masing sekitar US$6.000.

Sejauh ini, terdapat dua jenis Switchblade yakni tipe 300 dan 600. Perbedaan kedua drone yang diproduksi oleh AeroVironment tersebut hanya terdapat pada daya jelajah.

Seperti diketahui, Switchblade 300 yang lebih kecil dapat mencapai target hingga 6 mil jauhnya, sesuai dengan spesifikasi yang disediakan oleh perusahaan. Sementara, Switchblade 600 yang lebih besar dapat menyerang lebih dari 20 mil jauhnya. Kedua sistem dapat diatur dan diluncurkan dalam beberapa menit.

Selama digunakan oleh pasukan militer AS, drone tersebut dinilai telah berhasil mensukseskan beberapa misi militer AS. Salah satu kesuksesan Switchblade terlihat saat digunakan untuk membunuh Jenderal Iran Qasem Soleimani pada tahun 2020 lalu. Soleimani merupakan komandan pasukan Quds dari Korps Pengawal Revolusi Islam.

Di balik bantuan militer AS terhadap Ukraina tersebut nyatanya menyimpan konsekuensi yang besar. Sebab, Presiden Rusia Vladimir Putin sempat menyampaikan ancaman kepada negara-negara yang hendak membantu Ukraina.

Saat itu, Putin menegaskan akan menindak tegas negara-negara yang membantu Ukraina dalam melawan Moskow. Bahkan, Putin juga sempat menyiapkan nuklir Rusia dalam posisi siaga.

Sebagai informasi, Rusia mulai melancarkan invasi terhadap Ukraina sejak 24 Februari lalu. Artinya, serangan yang digencarkan Rusia ke Ukraina sudah memasuki waktu sebulan lebih. Serangan tersebut dilakukan seiring niatan Ukraina yang awalnya ingin bergabung dengan NATO, di mana hal tersebut dinilai sebagai ancaman bagi Rusia.

Beberapa perundingan perdamaian juga telah dilakukan antar kedua negara. Meski begitu, kedua negara belum berhasil menemukan titik terang menuju perdamaian.

Kabar terbaru, perundingan Rusia-Ukraina mulai menunjukkan perkembangan ke arah yang positif saat di Istanbul, Turki pada awal pekan lalu.

Baca Juga: