Mesir sedang menggali saluran air sepanjang 174 kilometer di Gurun Barat untuk mengairi proyek pertanian terbesarnya. Air dari Sungai Nil digunakan untuk mengairi pertanian dengan air daur ulang.
Mesir sedang menggali saluran air sepanjang 174 kilometer di Gurun Barat untuk mengairi proyek pertanian terbesarnya. Air dari Sungai Nil digunakan untuk mengairi pertanian dengan air daur ulang.
Pemerintah Mesir pada April 2023 mulai menggali sungai buatan sepanjang 174 kilometer di Gurun Barat untuk mengairi New Delta. Proyek pertanian terbesarnya ini bertujuan untuk mereklamasi dan mengolah 2,2 juta feddan (1 feddan setara dengan 4200,9 meter persegi), atau hampir seperempat dari lahan pertanian Mesir saat ini.
Pemerintah juga telah membangun 30 stasiun pengangkat air dan proyek pengolahan air limbah tersier raksasa dengan nama kilang Al-Hammam, sebuah fasilitas untuk menjamin sumber air berkelanjutan dapat mengolah 7,5 juta meter kubik air limbah pertanian per harinya.
"Merupakan proyek drainase pertanian terbesar di dunia dan airnya cukup untuk menutupi sebagian besar proyek (New Delta). Saluran air tersebut terdiri dari kanal terbuka, sementara bagian yang lebih kecil terdiri dari pipa-pipa yang dikubur di pasir," kata Menteri Sumber Daya Air dan Irigasi Mesir, Hani Sewilam, dikutip dari laman Ahram.
Proyek ini juga memanfaatkan air daur ulang. Presiden Mesir Abdel-Fattah Al-Sisi mengatakan air limbah pertanian, yang sebelumnya dibuang ke saluran pembuangan, dikumpulkan dan diolah dalam tiga kali pemrosesan.
"Kita berbicara tentang 30 stasiun pengangkat (air) yang masing-masing merupakan prestasi teknik yang hebat karena mereka mengumpulkan air limbah terhadap kemiringan alami tanah," papar Presiden Al-Sisi.
Sewilam mengatakan biaya saluran air, stasiun pengangkat, dan kilang pengolahan adalah 60 miliar pound Mesir. Sementara itu Menteri Pertanian Al-Sayed Al-Qusseir mengatakan negaranya berupaya mencapai ketahanan pangan dengan memperluas reklamasi lahan, menggambarkan rencana Delta Baru sebagai masa depan pangan Mesir.
"Mega proyek ini setara dengan sekitar 25 persen lahan pertanian yang telah direklamasi dan dibudidayakan di Mesir selama ribuan tahun," ungkap Presiden Al-Sisi, seraya mengatakan bahwa mega proyek ini aliran air tersebut nantinya bertujuan untuk memperkuat ketahanan pangan dengan mengurangi kesenjangan impor komoditas strategis.
Lebih dari itu proyek tersebut bertujuan mendukung kegiatan yang terkait dengan pertanian seperti peternakan dan unggas serta pengolahan pertanian, dan membangun kompleks pertanian dan industri yang menghubungkan pertanian, industri manufaktur, dan perdagangan.
Al-Qusseir mengharapkan produksi tanaman biji-bijian strategis Mesir meningkat antara 10 hingga 15 persen dari produk pertanian bruto saat ini terutama gandum dan jagung, serta sayuran, buah-buahan, dan tanaman industri.
Terlepas dari tujuan tersebut, kritik telah dilontarkan terhadap aliran airnya, yang kapasitas produksinya akan mencapai 10 juta meter kubik air. Perdebatan tersebut menghubungkan proyek tersebut dengan nasib yang tidak pasti dari satu-satunya sumber air Mesir Sungai Nil.
Guru besar sumber daya lahan dan air di Universitas Kairo, Nader Noureddin, percaya bahwa beberapa media berita telah mencoba untuk melebih-lebihkan pencapaian tersebut, dengan membuat julukan 'sungai buatan manusia terbesar di dunia' yang mengisyaratkan adanya pemborosan air.
Ia menekankan bahwa aliran air tersebut hanyalah kanal yang mengalirkan air olahan ke bagian barat negara itu untuk digunakan dalam operasi pertanian. Noureddin mengatakan, proyek itu bisa saja disebut sebagai perpanjangan dari Terusan Hammam atau Terusan Matrouh.
Sedangkan Sewilam mengatakan proyek itu menunjukkan kepada dunia bagaimana Mesir ingin tidak menyia-nyiakan air yang telah digunakan. Negara itu berusaha mendapatkan manfaat dari setiap tetesnya dengan menggunakan kembali air limbah pertanian, setelah diolah, dengan aman.
Atasi Kelangkaan
Beberapa hari lalu dalam pidatonya di Konferensi Air PBB 2023 yang diadakan di New York, AS, Sewilam mencatat bahwa Mesir mengalami defisit air hingga 55 persen dari kebutuhan airnya, sebesar 120 miliar meter kubik.
"Mesir melakukan investasi besar untuk meningkatkan efisiensi sistem airnya, yang melebihi 10 miliar dollar AS selama rencana lima tahun sebelumnya. Namun, Mesir juga menggunakan kembali air beberapa kali dalam kerangka ini dan terpaksa memperdagangkan impor pangan dalam jumlah besar senilai sekitar 15 miliar dollar AS," kata Sewilam.
"Air tanah dan sumur di Gurun Barat sangat asin di area ini, dan tingkat salinitasnya mencapai 10.000 bagian per juta," kata Noureddin yang mencatat bahwa tahap pertama proyek yang akan memanfaatkan lahan seluas 600.000 feddan, tidak akan membebani air Sungai Nil.
Ia menyatakan bahwa Mesir adalah satu-satunya negara di antara negara-negara di Cekungan Sungai Nil yang mengimpor 65 persen dari kebutuhan pangan pokoknya. Selain itu ia menambahkan bahwa sebagian besar dari mereka menikmati swasembada tanaman.
Selama 70 tahun terakhir, kata dia, Mesir kehilangan sekitar 2,5 juta feddan lahan pertanian akibat perluasan perkotaan dan penggurunan. "Oleh karena itu, kami (warga Mesir) memiliki hak untuk mengganti apa yang hilang di tanah pertanian dan untuk memastikan ketahanan pangan," kata Noureddin.
Sewilam sebelumnya mengatakan bahwa Mesir adalah salah satu negara yang paling terdampak oleh perubahan iklim, dengan mencatat bahwa negara tersebut mengalami kelangkaan air, suhu tinggi, erosi dan intrusi air asin ke air tawar, yang pada gilirannya akan berdampak buruk pada tanah-tanahnya yang paling subur yaitu Delta Nil kuno.
Sumber daya air negara tersebut meliputi 55,5 miliar meter kubik yang berasal dari Sungai Nil, 1,3 miliar meter kubik dari curah hujan dan 2,4 miliar meter kubik dari sumber bawah tanah, menteri tersebut menambahkan.
"Mesir menerima curah hujan dalam jumlah terbatas yang tidak dapat diandalkan," ungkap Sewilam, seraya menambahkan bahwa pemerintah tidak dapat bergantung pada air bawah tanah karena tidak dapat diperbarui.
Oleh karena itu, pemerintah berupaya untuk menggunakan kembali air pertanian. Negara yang jumlah penduduknya saat ini diperkirakan mencapai 104,7 juta jiwa akan melampaui 150 juta jiwa pada tahun 2050.
Proyek tersebut diharapkan dapat mengatasi kelangkaan air dengan mengimpor 54 persen air virtualnya, yang merupakan air tertanam yang dibutuhkan untuk memproduksi komoditas, dan menggunakan kembali 42 persen air terbarukannya sesuai dengan Rencana Sumber Daya Air Nasional tahun 2017-37. hay/I-1