Seorang mantan diplomat AS telah bertemu dengan pemimpin junta Myanmar di Naypyidaw. Kunjungan eks diplomat AS itu diduga ada kaitannya dengan upaya pembebasan seorang jurnalis AS yang ditahan junta.

YANGON - Pihak militer Myanmar pada Selasa (2/11) melaporkan bahwa seorang mantan diplomat yang juga merupakan juru runding sandera dari Amerika Serikat (AS) yaitu Bill Richardson, telah bertemu dengan pemimpin junta Myanmar.

"Pemimpin junta, Min Aung Hlaing, menerima kedatangan mantan Duta Besar PBB, BillRichardson di Ibu Kota Naypyidaw. Mereka saling bertukar pandangan dan mendiskusikan perihal bantuan vaksin Covid-19 dari AS ke Myanmar," ungkap situs web berita yang dikelola militer.

Sementara organisasi Richardson Center dalam sebuah pernyataan yang mengumumkan kepergian Richardson mengatakan bahwa mantan diplomat AS itu berada di Myanmar dalam misi kemanusiaan pribadi.

Kunjungan Richardson ke Myanmar diduga ada kaitannya dengan penahanan seorang jurnalis AS bernama Danny Fenster walau situs web militer tidak menyinggung soal penahan itu.

Fenster ditahan oleh junta pada Mei dengan tuduhan telah menyokong perbedaan pendapat terhadap militer dan asosiasi yang ilegal. Jika terbukti bersalah atas kedua tuduhan tersebut, jurnalis AS itu bisa diancam hukuman penjara selama 6 tahun.

Menurut situs web Richardson Center, Richardson yang pernah jadi Gubernur di Negara Bagian New Mexico itu, telah merundingkan sejumlah pembebasan sandera dan tentara AS di Korea Utara, Kuba, Irak dan Sudan.

Kunjungan Richardson ke Myanmar terjadi beberapa hari setelah pemimpin junta tak diundang untuk mengikuti KTT Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of Southeast Asian Nations/Asean) setelah junta tak memberi akses bagi utusan khusus Asean untuk bertemu dengan pihak-pihak yang berkepentingan di Myanmar termasuk bertemu dengan mantan pemimpin prodemokrasi Aung San Suu Kyi.

Richardson terakhir kali berkunjung ke Myanmarpada 2018. Saat itu ia tergabung dengan panel komite yang dibentuk untuk memberi nasihat terkait dengan terjadinya aksi kekerasan berdarah di Negara Bagian Rakhine yang pada 2017 terjadi aksi penumpasan olehtentara yang kemudian memicu eksodus lebih dari 700.000 Muslim Rohingya.

Richardson kemudian mundur dari keanggotaan panel itu setelah kunjungan ke Myanmar setelah ia menuding Suu Kyi kurang memiliki kepemimpinan moral terkait krisis tersebut dan mengatakan ia mengundurkan diri karena khawatir komite akan menghapus penyebab terjadinya krisis Rohingya, di mana Myanmar saat itu diselidiki atas tuduhan genosida.

Pemimpin junta, Min Aung Hlaing, saat terjadinya aksi penumpasan pada 2017 menjabat sebagai panglima angkatan bersenjata Myanmar.

Seruan dari Glasgow

Sementara itu pada Senin (1/11), Gedung Putih mengatakan bahwa Presiden AS, Joe Biden dan Presiden Indonesia, Joko Widodo, menyerukan agar junta di Myanmar untuk membebaskan tahanan politik. Seruan Biden dan Joko Widodo itu dilontarkan kedua pemimpin negara dalam pertemuan di sela-sela KTT iklim COP26 di Glasgow.

"Mereka menyatakan keprihatinan tentang kudeta di Myanmar dan setuju agar militer Myanmar harus menghentikan tindak kekerasan, membebaskan semua tahanan politik dan memulihkan kembalinya demokrasi dengan segera," ungkap Gedung Putih.

Dalam pernyataan dari Gedung Putih itu juga disebutkan bahwa Presiden Biden telah menyatakan dukungan pada Asean terkait sikap dan upaya blok regional itu terhadap Myanmar untuk meminta pertanggungjawaban militer Myanmar bagi pelaksanaankonsensus lima poin Asean. AFP/I-1

Baca Juga: