MANILA - Negara-negara Asia-Pasifik pada Rabu (2/10) dilaporkan memulai upaya mengevakuasi ribuan warga negaranya dan penduduk lainnya dari Lebanon di tengah meningkatnya ketegangan di Timur Tengah.
Dikutip dari The Straits Times, pejabat dari negara-negara seperti Filipina, Indonesia, dan Australia mengatakan mereka sedang berupaya untuk mengamankan penerbangan carteran untuk membawa warga mereka pulang sementara bandara Beirut tetap dibuka.
Sementara itu, Korea Selatan telah mengerahkan pesawat militer untuk mempercepat pemulangan warga negaranya. Rencana evakuasi sedang berlangsung karena bentrokan semakin memanas antara Israel dan Iran, serta milisi Hizbullah dan Hamas yang didukung Teheran. Pada 3 Oktober, sedikitnya enam orang tewas setelah Israel mengebom pusat Kota Beirut.
Pemerintah Filipina menyewa penerbangan untuk lebih dari 1.200 dari 11.000 warga Filipina yang ingin dipulangkan dari Lebanon. "Namun, proses pemulangan telah tertunda karena keterlambatan penerbitan izin keluar dan pembatalan penerbangan akibat ledakan di Lebanon," kata Wakil Menteri Departemen Pekerja Migran Filipina, Bernard Olalia.
Maskapai penerbangan di seluruh dunia bergegas untuk mengalihkan atau membatalkan penerbangan menyusul serangan rudal Iran terhadap Israel pada 1 Oktober. Penerbangan ke Israel dan Lebanon telah dibatalkan, dengan beberapa maskapai mengatakan mereka tidak akan melanjutkan operasi hingga setidaknya pertengahan Oktober.
Olalia mengatakan pemerintah sedang menjajaki opsi evakuasi lainnya, seperti keluar dari Lebanon melalui darat dan laut karena kemungkinan penutupan bandara Beirut.
"Kami telah merencanakan alternatif, yaitu jalur darat ke Damaskus. Personel kami di Timur Tengah bersiaga untuk memberikan bantuan tambahan kepada Kantor Pekerja Migran di Lebanon tentang bagaimana pekerja migran kami dapat dibawa ke tempat yang lebih aman," katanya.
Pemerintah Filipina sejauh ini telah mengevakuasi sekitar 430 pekerja migran dan 28 tanggungan mereka dari negara yang dilanda perang itu sejak Oktober 2023.
Bantuan Pemerintah
Para repatriat akan menerima bantuan tunai dari pemerintah, sementara rencana darurat telah ditetapkan untuk memastikan keselamatan warga Filipina yang masih berada di Lebanon, meskipun Olalia tidak menguraikan rencana tersebut untuk saat ini.
Sementara itu, Kementerian Luar Negeri Singapura atau Ministry of Foreign Affairs (MFA) telah menyarankan warganya di Lebanon untuk segera meninggalkan negara itu melalui opsi komersial.
"Mengingat situasi yang tidak stabil di kawasan ini, warga Singapura diimbau untuk menunda semua perjalanan ke Lebanon," katanya dalam imbauan perjalanan terbaru pada 28 September.
"Warga Singapura yang memilih untuk tetap berada di Lebanon harus tetap waspada, memantau perkembangan setempat dengan saksama, dan memperhatikan saran dari pemerintah Lebanon," kata MFA, seraya menambahkan warga Singapura juga harus menghindari protes dan pertemuan besar.
Indonesia telah mulai mengevakuasi warga negaranya dari Lebanon, dengan kedutaan besarnya di Beirut sejauh ini telah memfasilitasi pemulangan setidaknya 25 warga negara Indonesia sejak Agustus.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri, Rolliansyah Soemirat, mengatakan pada 2 Oktober beberapa kedutaan besar negara di Timur Tengah bekerja sama untuk memastikan warga negara Indonesia dapat dievakuasi dengan aman.
"Kedutaan Besar Indonesia juga terus berkomunikasi dengan setiap warga Indonesia di wilayah masing-masing," katanya.
Media Indonesia mengutip pernyataan Direktur Perlindungan Warga Negara dan Badan Hukum Indonesia, Kementerian Dalam Negeri, Judha Nugraha, pada 1 Oktober lalu, terdapat 159 WNI di Lebanon, dan sebagian dari mereka memilih untuk tetap tinggal di negara tersebut.
Ada juga sekitar 1.000 personel militer dari Indonesia yang ditempatkan di Lebanon sebagai bagian dari Pasukan Sementara PBB di Lebanon. Panglima TNI, Jenderal Agus Subiyanto, mengatakan pada 2 Oktober para prajurit di sana dalam kondisi baik. Sementara itu, Presiden Joko Widodo mengatakan keselamatan WNI di Lebanon harus diutamakan, dan evakuasi mereka harus dilakukan segera.
Presiden Korea Selatan, Yoon Sek-yeol, mengatakan, pemerintah telah mengirimkan pesawat militer untuk mengevakuasi warga negaranya dari Timur Tengah.
Dalam sebuah pernyataan, ia menekankan perlunya kerja sama yang erat dengan masyarakat internasional untuk "segera memulihkan stabilitas" di kawasan itu. Ini bukan pertama kalinya Korea Selatan mengerahkan pesawat militer untuk mengevakuasi warga dari zona konflik.
Pada Oktober 2023, ia menggunakan pesawat militer untuk mengevakuasi warga negaranya di Israel, serta warga negaranya dari Sudan enam bulan kemudian.