ABU DHABI - Negara-negara penghasil kapas di Afrika pada Minggu (25/2) menyerukan agar WTO menemukan solusi atas "distorsi" perdagangan kapas yang disebabkan oleh negara-negara industri pada pertemuan tingkat menteri di Abu Dhabi.

Negara-negara yang disebut sebagai negara C4 - Benin, Burkina Faso, Mali, dan Chad - menyerukan diakhirinya subsidi kapas untuk negara-negara seperti Amerika Serikat, India, dan Tiongkok, yang menurut mereka berdampak pada harga kapas dalam negeri.

"Selama 20 tahun terakhir, distorsi yang diakibatkan perdagangan kapas terus membahayakan kehidupan jutaan produsen kapas di Afrika," kata Menteri Perindustrian dan Perdagangan Chad, Ahmat Abdelkerim, dalam konferensi pers di Abu Dhabi.

C4 juga menyerukan perbaikan atas kerusakan yang terjadi sejauh ini, dan isu kapas dihapus dari dokumen pertanian agar diskusi dapat dilanjutkan.

Pantai Gading dan C4 menyerahkan rancangan keputusan mengenai kapas kepada Organisasi Perdagangan Dunia sebagai persiapan konferensi di Uni Emirat Arab yang dimulai pada Senin (26/2).

Namun menteri Chad mengatakan, rancangan keputusan ini "belum diperhitungkan" meskipun kapas penting "tidak hanya untuk penciptaan lapangan kerja, tetapi juga untuk ketahanan pangan".

"Ini akan memberikan kontribusi yang sangat besar bagi perdamaian" di Afrika, tambahnya.

Sektor kapas mempekerjakan lebih dari 20 juta orang di negara-negara C4, dan bernilai $2 miliar, menurut Ibrahim Malloum, perwakilan Chad yang bertanggung jawab atas masalah perdagangan.

"Masalahnya adalah pemerataan dan keadilan ekonomi," tambah Menteri Perindustrian dan Perdagangan Mali, Moussa Alassane Diallo, pada konferensi pers yang sama.

Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala dan bos FIFA Gianni Infantino mengumumkan pada Sabtu, kedua organisasi tersebut akan memperkuat kemitraan mereka di bidang kapas dan menyerukan agar negara-negara Afrika dibantu untuk berpartisipasi dalam rantai nilai kapas.

Masalah pertanian sepertinya tidak akan mendapat kemajuan dalam pertemuan WTO karena beberapa negara sangat menentang usulan tersebut karena khawatir akan mengganggu pasar pangan global.

Baca Juga: