JAKARTA - Anggota Panitia Khusus (Pansus) Rancangan Undang-Undang Kelautan DPR RI Sturman Panjaitan menegaskan suatu negara disebut sebagai negara maritim apabila negara itu mampu mensejahterakan rakyatnya dari hasil kekayaan laut.
Hal tersebut ia ungkapkan saat mengikuti Tim Kunjungan Kerja Panitia Khusus RUU Tentang Perubahan atas Undang-undang No. 32 Tahun 2014 Tentang Kelautan ke Medan, Sumatera Utara, Senin (29/1).
"Masalah kelautan era Orde Baru kurang mendapat perhatian, sehingga sekarang masalahnya menjadi semakin rumit dengan banyaknya kementerian yang merasa memiliki kewenangan masing-masing. Kami datang untuk mendengarkan langsung masalah apa saja agar bisa diakomodir dalam perubahan undang-undang kelautan yang sedang disusun," tukas Anggota Komisi I itu seperti disiarkan laman resmi DPR RI.
Politisi PDI-Perjuangan yang juga purnawirawan Jenderal TNI Angkatan Laut ini menyatakan harapannya melalui RUU Kelautan yang sedang digodok agar bagaimana laut itu dipenuhi kapal-kapal kita dengan aturan yang jelas. Sebab negara maritim adalah negara yang mampu mensejahterakan rakyatnya dari hasil laut.
"Metode Omnibus Law seharusnya dipakai dalam menyusun UU ini agar menyederhanakan masalah kelautan kita dan banyaknya instansi yang berwenang sehingga menyulitkan koordinasi," imbuh Legislator Dapil Kepulauan Riau (Kepri) ini.
Sementara Kadis Kelautan Perikanan Provinsi Sumut Hamdan Sukri Siregar menjelaskan, pihaknya selama ini lebih fokus pada pengawasan perikanan radius 12 mil, karena selebihnya dikuasai oleh pusat.
"Kita berharap kewenangan perijinan, budidaya perikanan tidak dikuasai oleh pusat. Tapi ada pembagian kewenangan yang dilimpahkan ke provinsi sehingga kami bisa menjalankan tugas dan tanggungjawabnya," urai Hamdan.
"Di laut terlalu banyak kewenangan yang campur aduk, ada kementerian perhubungan, ada kementerian kelautan dan maritim, ada kementerian pariwisata, ada kementerian ATR BPN soal kewenangan di pantai," pungkasnya.