Kunjungan kapal perang asing ke Indonesia memang sudah biasa, termasuk ketika kapal induk Angkatan Laut Amerika Serikat, USS Ronald Reagan berlabuh di Dermaga Tanjung Benoa, Bali, pada 17 Juli 2023.

Namun muhibah wahana angkatan bersenjata asing menjadi agak tidak biasa jika dikaitkan dengan momen-momen khusus yang mendahului atau bertepatan dengan muhibah itu. Beberapa hari sebelum kapal induk bertenaga nuklir kelas Nimitz dari Armada VII itu singgah di Indonesia, sejumlah kapal perang asing juga sudah menyinggahi Indonesia.

Kapal-kapal perang asing ini ternyata kebanyakan dari angkatan laut negara-negara anggota Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), yang pada 11-12 Juli lalu menggelar Konferensi Tingkat Tinggi di Vilnius, Lithuania.

Pada KTT itu, NATO mengeluarkan komunike yang agak lain dari biasanya, karena secara khusus menyebut kawasan-kawasan di luar lintas Atlantik, terutama Indo-Pasifik. Dari 90 poin komunike NATO di Vilnius itu, ada lima poin yang terbilang unik, karena NATO secara eksplisit menunjukkan hasrat "bermain" di Asia, dan Indo-Pasifik pada umumnya.

Reorientasi NATO itu dilatarbelakangi oleh sikap mereka terhadap Tiongkok yang sudah dianggap mitra sekaligus lawan global mereka. NATO secara eksplisit menyatakan ambisi Republik Rakyat Tiongkok dan kebijakannya yang dinilai koersif oleh aliansi militer itu, telah menantang kepentingan, keamanan, dan nilai-nilai NATO. NATO juga menilai Tiongkok telah menggunakan instrumen-instrumen politik, ekonomi, dan militer untuk menguatkan jejak globalnya dengan memproyeksikan kekuatannya dalam segala matra, termasuk ruang siber. Tiongkok, menurut mereka, berusaha menumbangkan tatanan internasional berbasis aturan, dari antariksa sampai maritim.

Perhatian khusus mereka terhadap Tiongkok membuat pakta militer peninggalan Perang Dingin itu mengalihkan perhatian kepada kawasan yang menjadi halaman depan Tiongkok tersebut, yang berada di sepanjang pesisir barat Pasifik dan Indo-Pasifik secara umum.

Di sini, NATO menekankan pentingnya Indo-Pasifik bagi mereka "karena perkembangan-perkembangan yang terjadi di kawasan ini bisa secara langsung mempengaruhi keamanan Euro-Atlantik." Untuk itu, NATO akan memperkuat kerja sama pertahanan dengan mitra-mitra di kawasan itu, khususnya Australia, Jepang, Selandia Baru, dan Korea Selatan, yang semuanya diundang menghadiri KTT NATO di Vilnius itu.

Sikap NATO di Indo-Pasifik dan Tiongkok terbilang terang-terangan dan konfrontatif. Perang Ukraina memicu pandangan konfrontatif NATO ini, selain tersulut oleh manuver Tiongkok yang tak lagi terbatas di bagian barat Pasifik, karena juga bergerak sampai jauh ke pantai timur Afrika, Laut Merah, dan bahkan Mediterania yang menjadi halaman depan NATO.

Tiongkok juga aktif di Pasifik Selatan sehingga mengusik Australia, yang menganggap Pasifik Selatan sebagai domain mereka. Situasi yang sama dirasakan India yang terusik oleh gerak gerik Tiongkok di Pakistan, Sri Lanka, dan Myanmar yang semua pantainya dibatasi Samudera Hindia, yang juga membatasi India.

Hubungan India dan Tiongkok sendiri terbilang unik. Di satu sisi, aktif membangun kekuatan alternatif Barat, seperti BRICS dan Organisasi Kerjasama Shanghai (SCO), tapi di sisi lain kerap tegang, terutama karena masalah perbatasan. Negara lain yang terusik adalah Jepang.

Negara itu bersengketa dengan Tiongkok menyangkut pulau-pulau di bagian selatannya, sedangkan di bagian utaranya bersengketa dengan Rusia. Kekhawatiran-kekhawatiran yang relatif sama ini mengikat India, Australia, dan Jepang untuk membentuk Dialog Keamanan Kuadrilateral atau Quad, yang juga melibatkan Amerika Serikat. Australia bahkan melangkah lebih jauh dengan membangun kemitraan trilateral bersama Inggris dan Amerika Serikat, yang memberi jalan kepada negara itu untuk memiliki wahana perang bertenaga nuklir, yang bukan wahana pembawa senjata nuklir.

Namun, akuisisi nuklir oleh Australia membuat ASEAN was-was, apalagi organisasi kawasan ini bertekad menjadikan Asia Tenggara sebagai kawasan bebas senjata nuklir seperti ditegaskan dalam Perjanjian Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara (SEANWFZ). Mulai efektif berlaku di seluruh ASEAN pada 21 Juni 2001 setelah Filipina menjadi negara ASEAN terakhir yang meneken protokol itu, hingga kini belum ada satu pun dari lima pemilik senjata nuklir yang menandatangani protokol SEANWFZ.

Di sisi lain, kecenderungan bipolarisasi militer di Indo-Pasifik --antara Tiongkok, Rusia, dan Korea Utara di satu sisi, dan Jepang, Korea Selatan, Australia dan NATO di sisi lain-- membuat kawasan itu tak hanya menawarkan peluang ekonomi besar, tapi juga menyimpan bara konflik.

Baca Juga: