JAKARTA - Setelah muncul desakan mengembalikan pengawasan perbankan ke Bank Indonesia (BI), kemampuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengawasi sektor jasa keuangan semakin terlihat lemahnya pada pengawasan industri keuangan nonbank seperti asuransi dan juga pasar modal.

Di pasar modal misalnya, nasabah Minna Padi kembali menuding lemahnya OJK dalam menerapkan aturan menyebabkan perusahaan pengelola aset manajemen itu mengingkari kewajiban untuk mengembalikan dana nasabah secara penuh.

Perwakilan nasabah Minna Padi, Neneng, mengatakan setelah menunggu hampir satu tahun tanpa pembayaran, nasabah kembali dibuat geram dan resah dengan adanya surat dari Minna Padi tertanggal 30 September 2020 No.161/CM-DIR/MPAM/IX/2020 yang ditujukan kepada nasabah reksadana Amanah Saham Syariah. Dalam surat tersebut pada poin keenam tertulis tanggal efektif pembubaran dan likuidasi adalah pada Rabu 30 September 2020.

"Tindakan semena-mena dan arogansi Minna Padi ini adalah karena lemahnya OJK dalam menerapkan peraturan-peraturan yang dibuat OJK sendiri sehingga benar-benar sangat merugikan nasabah," kata Neneng dalam pernyataan di Jakarta akhir pekan lalu seperti dikutip dari Antara.

Dalam surat tersebut, Minna Padi jelas Neneng tidak menyebutkan sama sekali cara pembayaran kepada nasabah akan kerugian yang timbul akibat kelalaiannya.

Hal itu dinilai menyimpang dari POJK No.01/POJK.07/2013 Pasal 29 yang mewajibkan Manajer Investasi (MI) menanggung kerugian konsumen yang diakibatkan karena kesalahan atau kelalaian pelaku jasa keuangan.

Selain itu, dalam surat juga, perusahaan menyatakan tanggal efektif pembubaran dan likuidasi tidak benar karena tanggal pembubaran yang benar dan sesuai POJK adalah tanggal 21 Nopember 2019.

"Kami berpendapat bahwa Minna Padi berupaya menyimpang dari tanggal Pembubaran 21 November 2019 karena saat itu Nilai Aktiva Bersih (NAB) masih lebih tinggi dari NAB tanggal 30 September 2020," katanya.

Regulasi OJK juga mewajibkan pembayaran kepada nasabah dengan NAB Pembubaran dan harus diterima dalam tujuh hari bursa. Jadi, Minna Padi seharusnya sudah membayar paling lambat awal Desember 2019, tapi sampai saat ini baru terealisasi 20 persen karena mendapat kompromi dari OJK.

Wajib Memastikan

Menanggapi kekisruhan itu, Pakar Ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan fraud seharusnya tidak terjadi jika OJK melaksanakan tugas pengawasannya secara ketat. Meskipun dana nasabah reksadana tidak dijamin seperti di bank, namun OJK wajib memastikan pengembalian dana bila terjadi fraud.

Kalau OJK memerintahkan dilikuidasi, berarti ada yang tidak memenuhi syarat, sehingga fund manager harus menyelesaikan dengan menjual aset-aset reksadan di bank kustodian. Hasilnya diberikan kepada nasabah per unitnya sesuai nilai aktiva bersih saat dilikuidasi.

"Ini yang harus dipastikan oleh OJK, memang nasabah harus siap, ada yang untung atau ada yang rugi, tergantung kapan dia membeli reksadana itu," tegas Imron. n SB/E-9

Baca Juga: