Permendikbud 30/2021 menuai polemik lantaran terdapat frasa yang dianggap melegalkan seks bebas. Dari hal tersebut, Mendikbudristek Nadiem mengingatkan ada konsekuensi bagi kampus yang tidak menerapkan Permendikbud itu. Salah satunya, diturunkannya akreditasi kampus.
"Dan ada pun sanksi untuk perguruan tingginya di mana kalau tidak melakukan proses PPKS ini, sesuai Permen ini ada berbagai macam sanksi dari keuangan sampai akreditasi. Kalau kita tidak melakukan ini, banyak kampus tidak merasakan urgensi dan keseriusan pemerintah untuk menangani kekerasan seperti ini," jelas Nadiem dalam program Merdeka Belajar yang ditayangkan YouTube Kemendikbud RI, Jumat (12/11).
Penolakan terhadap Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di Lingkungan Perguruan Tinggi yang dikeluarkan Mendikbudristek Nadiem Makarim datang dari Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir.
Haedar dengan tegas menjelaskan bahwa Muhammadiyah mempunyai banyak perguruan tinggi menilai aturan sanksi penurunan akreditasi kampus jika tidak menerapkan Permendikbud 30 tak relevan.
"Untuk dapat akreditasi apalagi bagi kami swasta itu perjuangannya berat. Apalagi Muhammadiyah selalu mengedepankan syarat-syarat yang objektif. Kita tidak biasa dengan hal-hal yang instan. Untuk dapat akreditasi itu berat sekali," ujar Haedar ditemui di kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Selasa (16/11).
Dirinya mengatakan, Muhammadiyah sampai saat ini membangun lembaga pendidikan yang tangguh, unggul, berkualitas menghadapi tantangan, persaingan yang luas. Hingga tantangan itu semakin berat dengan hadirnya perguruan tinggi asing.
Muhammadiyah berjuang dengan berat dalam menggapai akreditasi perguruan tinggi.
Sementara itu, dirinya meminta agar pemerintah bijak dan saksama dalam memberikan sanksi kepada kampus yang tidak menerapkan aturan tersebut. Terlebih, sanksi itu berdampak nyata pada lembaga pendidikan.
"Maka juga agar saksama di dalam menentukan sanksi sebab nanti dampaknya juga buat lembaga pendidikan," ucap dia.
Haedar melanjutkan, lembaga pendidikan memiliki aturan internal untuk mengurai permasalahan yang dihadapi di dalam kampus. Hal yang perlu dilakukan adalah mendorong fungsi di internal agar efektif.
"Untuk menindak, untuk menghadapi masalah-masalah yang terjadi di dalam, seperti kita juga hidup berbangsa dan bernegara. Maka dorong lembaga pendidikan memfungsikan bagian-bagian dari institusinya untuk berfungsi," jelas Haedar.
"Termasuk dalam menghadapi kekerasan, dan segala bentuk kekerasan, dan segala bentuk tindakan asusila yang terjadi di kampus. Jadi jangan sampai kita ini kehilangan pondasi membangun lembaga pendidikan yang sangat berat. Lalu kita juga sebenarnya bisa menyelesaikan tindakan-tindakan dan pencegahan yang menyangkut kekerasan. Saya pikir semuanya harus ditinjau secara matang," tutup dia.