PARIS - Badan Energi Internasional (International Energy Agency,IEA), pada Kamis (3/11) waktu setempat, menyatakan Eropa berpotensi kekurangan gas alam 30 miliar meter kubik (Billion Cubic Meters, BCM) selama musim panas. Sebab itu, sangat penting untuk mengisi kembali tempat penyimpanan gasnya pada 2023.

"Eropa perlu mengambil tindakan segera demi menghindari risiko kekurangan gas alam tahun depan, hal itu berarti pemerintah negara-negara di kawasan itu perlu mengambil tindakan untuk mengurangi konsumsi gas di tengah krisis energi global," kata IEA.

Kapasitas tempat-tempat penyimpanan gas di Uni Eropa (EU) kini telah 95 persen terisi, catat IEA. Meski demikian, IEA memperingatkan bahwa cadangan yang tersedia dari tingkat penyimpanan saat ini, serta harga gas yang lebih rendah belum lama ini dan suhu dingin ringan tak seperti biasanya, tidak seharusnya berujung pada kesimpulan yang terlalu optimistis tentang masa depan.

Eropa "dapat mengalami kesenjangan besar antara pasokan-permintaan" jika pasokan gas melalui jalur pipa Rusia ke UE dihentikan sepenuhnya, tambah IEA seperti dikutip dari Antara.

Berkaitan dengan pasokan gas melalui jalur pipa Russia, diperkirakan kemungkinannya sangat kecil negara supplier tersebut akan mengirim tambahan 60 bcm untuk 2023. "Pengiriman Russia ke Eropa dapat dihentikan sepenuhnya," kata IEA.

"Dengan cuaca yang cukup cerah baru-baru ini dan harga gas yang lebih rendah, ada bahaya dari rasa berpuas diri yang terlihat dalam percakapan seputar pasokan gas Eropa, tetapi kita sama sekali belum keluar dari masalah," kata Direktur Eksekutif IEA, Fatih Birol.

Pakar energi terbarukan dari Universitas Brawijaya, Malang, Suprapto, mengatakan merujuk krisis energi yang tengah dirasakan, negara-negara Eropa memang harus lebih mempercepat upaya transisi menuju energi hijau. Sedangkan bagi negara-negara berkembang, perlu mengambil pelajaran dari kondisi ini dengan memperlambat langkah-langkah gasifikasi yang ada.

"Memang dengan kejadian ini mau tidak mau negara-negara di Eropa, harus mempercepat transisi menuju renewable energy. Karena memang nanti saat energi fosil semakin habis, arahnya semua ke sana. Kalau tidak mau terjebak krisis energi, Eropa atau negara-negara lain termasuk kita, harus mengerahkan seluruh sumber daya menuju energi yang lebih hijau, dan tersedia terus, seperti surya, panas bumi dan lainnya yang banyak kita miliki potensinya," kata Suprapto.

Anjuran IEA untuk mengurangi konsumsi gas di tengah krisis energi global, harus diikuti. Maka langkah-langkah gasifikasi yang sekarang mulai meluas, masuk ke rumah tangga perlu direm. Karena sekarang semakin dekat arahnya ke transisi. Tarik ulur kebijakan antara kementerian dan PLN dalam hal renewable energy juga harus segera diakhiri, mengacu pada ancaman krisis dengan mendahulukan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT)," pungkas Suprapto.

Baca Juga: