SINGAPURA - Perusahaan reasuransi global,Munich Re, dalam laporan bencana tahunan yang dirilis pada Selasa (9/1), menyebutkan, rekor kerugian akibat badai dan gempa bumi dahsyat menjadikan l 2023 sebagai tahun paling mematikan dan paling merugikan dalam bencana alam selama lebih dari satu dekade.

Dikutip dari The Straits Times, sekitar 74.000 orang meninggal pada tahun 2023, dengan kerugian akibat bencana alam berjumlah total 250 miliar dollar AS, sama dengan tahun 2022. Gempa bumi di Turki dan Suriah, Maroko dan Afghanistan menewaskan sekitar 63.000 orang, tertinggi sejak tahun 2010 dalam hal bahaya geofisika.

"Sepanjang tahun 2023, kerugian yang diasuransikan berjumlah 95 miliar dollar AS, dibandingkan dengan 125 miliar dollar AS pada tahun 2022 dan rata-rata lima tahun sebesar 105 miliar dollar AS," kata Munich Re.

Perusahaan asuransi menghitung kerugian keseluruhan akibat bencana dan berapa jumlah sebenarnya yang diasuransikan.

"Badai hebat mendominasi kerugian ekonomi akibat bencana alam, 76 persen kerugian ekonomi secara keseluruhan pada tahun 2023 disebabkan oleh cuaca," kata Munich Re, seraya menggarisbawahi meningkatnya risiko akibat memburuknya cuaca ekstrem yang dipicu oleh perubahan iklim.

Badai petir di Amerika Utara dan Eropa menimbulkan kerugian keseluruhan sebesar 76 miliar dollar AS dan kerugian yang dijamin sebesar 58 miliar dollar AS.

"Kerugian akibat badai petir sebesar ini belum pernah tercatat sebelumnya di Amerika Serikat atau Eropa," kata Munich Re.

"Sejumlah besar penelitian ilmiah menunjukkan perubahan iklim mendukung cuaca buruk dengan hujan es yang lebat. Demikian pula, statistik kerugian (asuransi) akibat badai petir di Amerika Utara dan wilayah lain juga mengalami tren peningkatan," tambahnya.

Di seluruh dunia, badai dan banjir mendatangkan malapetaka dan menewaskan ribuan orang, termasuk lebih dari 4.000 orang pada bulan September di Libya, tempat banjir besar disebabkan oleh topan yang jarang terjadi di Mediterania.

Topan Freddy menewaskan 1.400 orang di Madagaskar, Malawi, Mozambik, Zimbabwe, dan beberapa negara Afrika bagian selatan lainnya serta tercatat dalam buku rekor sebagai topan dengan durasi terlama yang pernah tercatat, yaitu total lima minggu.

Freddy terbentuk di lepas pantai Australia dan kemudian melintasi Samudra Hindia bagian selatan, menempuh jarak lebih dari 8.000 km, sebelum mendarat di Madagaskar dan kemudian berkelok-kelok antara Madagaskar dan Mozambik.

Di Asia, Topan Doksuri menewaskan lebih dari 100 orang dan menyebabkan curah hujan tertinggi di beberapa wilayah Tiongkok, khususnya Provinsi Fujian. Badai ini juga berdampak pada Filipina, Taiwan dan Vietnam dan kerugian keseluruhan berjumlah sekitar 25 miliar dollar AS, di mana sekitar 2 miliar dollar AS diasuransikan.

Selandia Baru mengalami dua bencana yang terjadi dalam waktu beberapa minggu, yang pertama adalah bencana banjir besar di Auckland dan sekitarnya dari akhir Januari hingga awal Februari. Topan Gabrielle kemudian melanda Pulau Utara pada pertengahan Februari, menyebabkan banjir dan tanah longsor yang mematikan.

Munich Re dan Pusat Badai Nasional AS mengatakan, pada bulan Oktober, Badai Otis menghantam pantai Pasifik Meksiko dengan kecepatan angin hingga 265 kilometer/jam, menjadikannya badai terkuat yang pernah melanda pantai Pasifik Meksiko. Badai tersebut menghancurkan resor wisata Acapulco, menyebabkan kerugian keseluruhan diperkirakan mencapai 12 miliar dollar AS dan kerugian yang diasuransikan sekitar 4 miliar dollar AS.

Munich Re menyatakan bahwa tahun 2023 adalah tahun terpanas yang pernah tercatat, salah satunya disebabkan oleh El Nino, sebuah fenomena alam yang menyebabkan pemanasan suhu permukaan laut secara berkala di Pasifik timur, yang biasanya meningkatkan suhu global.

Pada tahun 2023, rata-rata suhu permukaan laut dan udara global berulang kali mencapai rekor tertinggi. Semua panas ekstra itu seperti menambahkan bahan bakar ke dalam api, meningkatkan kekuatan badai. Atmosfer yang lebih hangat juga mengandung lebih banyak kelembapan, yang berarti curah hujan lebih tinggi.

"Pemanasan bumi yang semakin cepat selama beberapa tahun semakin memperparah cuaca ekstrem di banyak wilayah, sehingga meningkatkan potensi kerugian (asuransi)," kata Ernst Rauch, kepala ilmuwan iklim Munich Re.

"Lebih banyak air yang menguap pada suhu yang lebih tinggi, dan tambahan kelembapan di atmosfer memberikan energi lebih lanjut untuk badai hebat," tambahnya.

Dan prospek tahun 2024 sangat memprihatinkan. Meskipun El Nino diperkirakan akan mereda pada pertengahan tahun ini, pengaruh pemanasannya diperkirakan akan terus berlanjut, dan ada kekhawatiran bahwa suhu lautan yang lebih hangat akan memicu lebih banyak badai dan pemutihan karang.

"Jika El Nino berubah menjadi La Nina pada paruh kedua tahun 2024, risiko banjir di Australia bagian timur dapat meningkat," kata Munich Re.

Hal ini akan menambah penderitaan yang dialami negara tersebut dalam beberapa minggu terakhir. Australia Timur telah berulang kali dilanda badai dan banjir, termasuk Topan Jasper, yang melanda Queensland utara pada pertengahan Desember dan menyebabkan hujan lebat sehingga membuat seluruh masyarakat terdampar.

Baca Juga: