YOGYAKARTA - Kasus positif Covid-19 secara nasional mengalami peningkatan usai libur Lebaran tahun ini dengan kembali mencatatkan lebih dari 1.000 kasus setiap hari.

Menanggapi hal itu, epedemiolog UGM, Riries Andono Ahmad, mengatakan bahwa tingginya mobilitas masyarakat jelas berkontribusi terhadap peningkatan kasus sementara soal adanya varian baru sampai saat ini belum ada data sebaran di Indonesia.

"Mobilitas sebagai penyebab penularan itu adalah sebuah fakta dan demikian juga dengan varian baru. Masalahnya bukti yang kita miliki adalah adanya peningkatan mobilitas. Belum ada bukti saat ini yang menunjukkan adanya varian baru," kata Andono kepada wartawan di Yogyakarta, Senin (1/5).

Menurut Andono, sampai ada bukti yang menunjukkan adanya varian baru yang bersikulasi, tidak bisa disimpulkan bahwa varian barulah yang menyebabkan peningkatan kasusnya.

"Apakah varian baru tidak mungkin sudah bersirkulasi? Sangat mungkin. Tapi masalahnya, kita tidak punya bukti bahwa varian baru sudah bersirkulasi," tandasnya.

Setiap varian Covid-19 baru agar bisa menjadi varian yang dominan, harus lebih menular dibandingkan varian sebelumnya. Menurut Andono, jika varian baru tersebut tidak lebih menular, mereka tidak akan bisa berkompetisi dengan varian yang ada. Seberapa lebih menular, itu sangat tergantung mutasi yang terjadi.

Di sisi lain, evolusi virus secara alami akan mengalami penurunan keparahan. Virus yang menyebabkan keparahan dan kematian tidak dapat berkembang biak, karena mereka akan mati ketika penderita diisolasi atau karena meninggal. Jadi, virus yang memberikan gejala ringan yang akan mampu bertahan, karena penderita bisa jadi tidak terdeteksi dan tetap dapat berinteraksi secara sosial. Sehingga bagi sebagian besar masyarakat, virus Covid-19 sudah berubah menjadi penyakit flu biasa karena mereka sudah punya kekebalan.

"Akan tetapi bagi mereka yang berisiko tinggi, apalagi belum mendapatkan vaksinasi, virus ini tetap berpotensi menimbulkan keparahan dan kematian. Sehingga upaya vaksinasi perlu ditargetkan untuk kelompok-kelompok risiko tinggi tersebut, bukan lagi diberikan pada seluruh populasi," papar Riries Andono Ahmad.

Baca Juga: