Pengembangan sumber daya manusia (SDM) menjadi prioritas pemerintah dalam lima tahun mendatang. Untuk itu, tantangan dan tanggung jawab yang diemban oleh jajaran Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) ke depan makin berat.
Prioritas ini menjadi pilihan Presiden Joko Widodo karena disadari betul bahwa melimpahnya sumber daya alam bangsa ini tidak ada apaapanya tanpa SDM yang memiliki kecakapan dalam teknologi. Itulah yang diperlukan untuk dapat berkontribusi memberikan nilai tambah terhadap pembangunan.
Untuk mengetahui apa saja yang akan dilakukan jajaran Kemenko PMK dalam meningkatkan kualitas SDM ke depan, wartawan Koran Jakarta, Eko Nugroho berkesempatan mewawancarai Menko PMK Muhadjir Effendy, di Convention Center Taman Rekreasi Sengkaling Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Malang, Jawa Timur, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.
Pemerintah saat ini fokus pada pembangunan manusia, bagaimana menyiapkan SDM yang unggul?
Jadi seribu hari awal kehidupan adalah waktu yang perlu mendapatkan perhatian. Sekali anak itu lahir stunting maka dia akan menjadi manusia Indonesia yang tidak produktif dan menjadi beban ke depannya. Perempuan muda yang akan menjadi calon ibu berpotensi melahirkan bayi stunting lantaran diet yang kurang tepat dan berlebihan.
Bagaimana mencegah bayi stunting?
Untuk mencegah lahirnya bayi stunting dengan memberikan edukasi literasi agar perempuan dapat menjaga pola hidup sehat dan menjaga kebersihan lingkungan, khususnya sanitasi dan jamban. Perlu dipahami, stunting tidak hanya karena gizi buruk. Harus ada gerakan sanitasi lingkungan yang sehat agar anak-anak lahir tidak mengalami stunting.
Seberapa besar angka stunting di Indonesia?
Angka stunting kita masih sekitar 27 persen dan ini cukup besar. Bagaimana kita bisa bahu membahu mengatasi masalah stunting supaya Indonesia siap menghadapi bonus demografi dengan tidak menciptakan lost generation atau generasi hilang.
Seberapa penting upaya pencegahan stunting dibandingkan program lainnya?
Sangat penting. Sumber daya alam melimpah yang dimiliki bangsa ini tidak ada apa-apanya tanpa SDM yang memiliki kecakapan dalam teknologi. Itulah yang diperlukan untuk dapat berkontribusi memberikan nilai tambah pada pembangunan.
Masih terkait upaya meningkatkan SDM, belum lama ini terjadi kasus runtuhnya atap bangunan SDN Gentong, Kota Pasuruan, Jawa Timur, bagaimana Anda menanggapi hal itu?
Saya sampaikan ikut berbelasungkawa atas kejadian ini. Sangat tragis karena sebetulnya tidak perlu terjadi kalau pembangunan rehabilitasi gedung sekolah ini dilakukan dengan baik.
Dari hasil penelusuran Anda di lokasi kejadian, apa yang jadi masukan?
Menurut keterangan wali kota, sekolah ini menggunakan dana bantuan rehabilitasi sekolah yang berasal dari Dana Alokasi Khusus (DAK) yang sifatnya swakelola di tahun 2012. Jadi, mestinya bangunan yang sudah direhabilitasi ini masih baik, apalagi usianya di bawah 10 tahun.
Untuk keberlanjutan pendidikan terhadap siswa-siswi di sana bagaimana?
Kemenko PMK akan terus berkoordinasi dengan kementerian terkait agar proses rehabilitasi sekolah, baik fisik dan nonfisik bisa dilakukan. Segera dibangun sekolah darurat dan wali kota sudah bersedia menyediakan lahannya. Saya sudah menelpon Menteri PUPR untuk membangun sekolah darurat yang kualitasnya sama dengan sekolah darurat bencana yang kualitasnya cukup bagus dan nyaman untuk anak-anak. Semoga tidak lebih dari tiga bulan sekolah darurat ini sudah jadi.
Bagaimana upaya mencegah agar kasus serupa tidak terulang?
Yang terpenting adalah keberlanjutan proses belajar mengajar siswa di sekolah. Ke depan dan agar peristiwa serupa tidak terjadi lagi, saya meminta pembangunan gedung sekolah dengan sistem swakelola perlu didampingi tim pendamping yang dapat berasal dari SMK jurusan konstruksi atau kampus yang memiliki jurusan teknik bangunan yang sudah terakreditasi. Semuanya harus sesuai standar kelayakan. Terkait dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), ada penolakan kenaikan BPJS dari DPR.
Bagaimana solusinya?
Saya sudah dapat surat dari Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, nanti dirapatkan dengan kementerian terkait. Kalau soal itu, terutama yang harus didengar dari Menteri Keuangan, Sri Mulyani. Jadi nanti kami bicarakan dulu.
Apakah benar yang naik itu kelas 1, kelas 2, dan kelas 3?
Ya yang dijadikan ya Perpres itu. Kalau nanti ada diskresi tunggu dulu. Nanti dibicarakan lintas kementerian. Kalau berdasarkan laporan saya sementara kemarin komitmennya dengan DPR adalah akan ada cleansing data. Sebanyak enam juta Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang identitasnya tidak dikenali enam juta akan dikeluarkan dan diganti. Nanti diganti dengan yang teridentifikasi dengan baik. Kalau mereka belum punya NIK akan dipastikan, daerah-daerah untuk memastikan bahwa dia penduduk yang dibuktikan dengan NIK.
Apa tujuan cleansing data?
Cleansing data dilakukan agar penggunaan dana pemerintah untuk PBI memang diserap oleh klien yang menjadi sasaran. Kalau datanya abal-abal berarti kita bisa meragukan itu tepat sasaran atau tidak.
Kapan pertemuan lintas sektor dilakukan?
Segera mungkin. Sepulang dari sini, nanti saya undang. Saya sudah minta Deputi untuk undang pejabat terkait untuk duduk bersama.
Hak pemerintah kan soal peserta mandiri?
Tidak ada urusannya dengan peserta mandiri. Urusannya dengan PBI yang dibayar oleh negara.
DPR menolak yang kelas 3 mandiri?
Iya itu kaitannya dengan cleansing data, akan kami penuhi permintaan DPR.
Pertanyaan lain, bagaimana awal Anda berkarier?
Kalau Mendikbud yang sekarang baru berusia 35 tahun, sudah menjadi pejabat, saya anggap biasa. Karena saya sudah menjabat Wakil Rektor III UMM pada umur 27 tahun. Jadi jelek-jelek begini, saya sudah menjadi pejabat pada usia 27 tahun. Karena umur saya tidak terlalu jauh dengan mahasiswa, saya tidak kesulitan untuk menyelami dunia mereka.
Itu enaknya memimpin di usia muda, karena yang saya pimpin mahasiswa yang usianya tidak jauh beda. Saya menjadi Wakil Rektor III selama 12 tahun, lalu jadi Wakil Rektor II selama empat tahun dan lalu diangkat jadi Rektor UMM selama 16 tahun. Selama 32 tahun, saya di UMM. Dari saat UMM masih kecil dengan jumlah mahasiswa 800 orang, kini puluhan ribu dan 12 tahun ini selalu menjadi perguruan tinggi terbaik se Jawa Timur.
Apa ada kesulitan menjadi pejabat di usia 27 tahun?
Jadi ketika saya diangkat menjadi wakil rektor di umur 27 itu ada banyak yang protes. Kok anak kecil jadi pejabat, kata mereka. Ketika saya menjadi wakil rektor, UMM itu masih kampus kecil, suka banjir. Mahasiswanya baru 800 orang, yang bayar hanya 400 orang. Jadi saya ditunjuk untuk menjadi debt collector. Waktu saya ditunjuk, ada orang yang mengancam dan bilang, kalau Muhadjir jadi wakil rektor, isi perutnya akan keluar semua.
Saya datangi tempat kosnya dan ajak duel. Karena saya tahu kalau dikeroyok, saya pasti kalah, makanya saya tantang satu lawan satu. Umur 27, masih kenceng-kencengnya. Malamnya saya ajak duel, saya menang. Besoknya orang itu yang berdiri paling depan membela saya. Dia malah bilang, siapa yang berani sama Pak Muhadjir, hadapin saya.
Dengan menjadi pejabat di umur 27, saya tidak kesulitan meredam mahasiswa yang marah saat demo. Caranya ya saya ajak nyanyi. Mahasiswa kalau diajak nyanyi hilang marahnya. Apalagi saya kan masih muda jadi bisa berbaur dengan mereka.
Dengan adanya pengalaman seperti itu, hikmah apa yang dapat Anda petik?
Perjalanan hidup harus berani ambil momen untuk bersikap. Jadi ini dunia saya. Yang menggantikan saya, Pak Fauzan itu dulunya mahasiswa saya. Dulu jago voli. Di UMM ini, perjalanan hidup saya.
Bagaimana Anda melihat UMM saat ini?
Perkembangan sangat besar, 12 kali menjadi kampus terunggul di Jawa Timur, tidak terkalahkan, saya sudah usul bagaimana kalau UMM tidak ikut dulu, tapi katanya mesti ikut. Convention Center UMM ini masuk dalam wilayah Taman Wisata Sengkaling. Ini taman legendaris di Malang sejak 1957. Ini dulunya milik Belanda, lalu dibeli British Tobacco dan lalu dibeli BUMN. Ini lengkap ada hotel, rumah sakit.
Awal karier, Anda sempat menjadi wartawan?
Ini perjalanan tiap orang, saya ini juga wartawan. Kuliah tingkat tiga saya sudah mandiri, karena dapat uang dari hasil kerja wartawan. Dulu, jadi wartawan yang tergabung dalam PWI itu susah. Lima tahun saya masih jadi calon anggota. Saat itu, di Dikbud ada majalah dan saya jadi korespondennya. Jadi tiap minggu saya ke Jakarta ke Dikbud. Jadi Dikbud sudah tidak asing buat saya.
Saya kemudian merintis koran dan aktif di mimbar budaya. Dulu banyak koran yang tumbuh, ITB punya Ganesha, UGM punya Bulak Sumur. Dulu, koran kampus itu dapat dana dari pemerintah, tapi kerjanya, ngantemin pemerintah terus. Akhirnya yang keras keras itu direkrut, dipanggil Daoed Joesoef (mantan Mendikbud).
Saya ingat waktu Pak Dahlan Iskan mengambil alih Jawa Pos, saya adalah orang pertama yang diajak bergabung. Sayangnya waktu itu saya sudah jadi PNS. Jadi saya merintis tidak hanya jadi dosen tapi juga memimpin koran Bestari. Itu perjalanan hidup saya. Saya merasa matang justru di koran. Jadi kalau ada wartawan yang coba giring saya, saya tahu itu karena saya dulu juga begitu.
Saya tahu SDM di Humas Kemenko PMK sangat terbatas karena itu saya maksimalkan. Saya berharap kompak. Saya malah senang orang di Humas, ramping, jadi tidak gemuk. Karena gemuk itu mengganggu kelincahan. Style saya juga beda dengan Bu Puan atau dengan Pak Agung.
N-3