Di tengah ancaman penurunan produktivitas akibat dampak cuaca ekstrem, alih fungsi lahan dan peningkatan konsumsi, pemerintah perlu menggenjot diversifikasi pangan lokal, seperti sagu, sorgum, dan umbi-umbian.

JAKARTA - Fenomena cuaca ekstrem menjadi momentum bagi pemerintah mendorong pengembangan dan konsumsi pangan lokal. Sebab, penganekaragaman konsumsi pangan memiliki posisi sangat penting dalam ketahanan pangan nasional. Masyarakat tak lagi terlalu bergantung terhadap satu komoditas pangan saja.

Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi, menyatakan pemerintah terus mendorong penganekaragaman konsumsi pangan masyarakat. Diversifikasi pangan menjadi fondasi ketahanan pangan dan mendorong kemandirian pangan karena bisa mengurangi kebergantungan terhadap impor.

"Hal ini sejalan dengan arahan Bapak Presiden yang meminta agar kemandirian pangan di setiap daerah di berbagai wilayah Indonesia terus diperkuat dengan mengembangkan sumber-sumber pangan lokal," ujar Arief saat membuka Indonesian Chef Association (ICA) Chef Expo 2023, di Jakarta, Rabu, (10/5).

Untuk itu, Arief mengatakan melalui Kedeputian Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Bapanas menggenjot sejumlah program, seperti menggencarkan gerakan Konsumsi Pangan Beragam, Bergizi Seimbang, dan Aman (B2SA) yang telah diluncurkan pada Juli 2022, serta serangkaian sosialisasi dan edukasi lainnya.

"Untuk meningkatkan kesadaran konsumsi pangan yang beragam, kita terus sosialisasikan gerakan B2SA ke semua kalangan masyarakat utamanya ke para generasi muda bekerja sama dengan dunia akademik dan komunitas. Selain itu, kita juga gelar dan dukungan berbagai event bertema pangan yang mengusung konsep penganekaragaman konsumsi pangan. Seperti hari ini pada gelaran Chef Expo 2023," ujarnya.

Arief juga mengajak seluruh stakeholders mengembangkan dan mempromosikan potensi pangan lokal Nusantara dalam rangka mewujudkan konsumsi pangan B2SA melalui tiga langkah sederhana, yaitu cintai dan pilihlah pangan lokal Nusantara sebagai menu sehari-hari, biasakan konsumsi aneka ragam pangan dengan porsi yang cukup dengan komposisi isi piring 1/3 porsi karbohidrat, 1/3 porsi sayur mayur, 1/6 porsi lauk pauk, dan 1/6 porsi buah-buahan.

Kerawanan Pangan

Sementara itu, Dosen Sekolah Tinggi Pariwisata Trisakti yang juga Pakar Diversifikasi Pangan, Saptarining Wulan, menilai saat ini masyarakat global dihadapkan pada masalah kerawanan pangan. Hal itu terjadi karena fenomena perubahan iklim, pertumbuhan jumlah penduduk dan juga maraknya alih fungsi lahan pertanian.

Kondisi tersebut tentu mempengaruhi penurunan produksi pangan. Karena itu, sudah saatnya bagi pemerintah kembali ke spesies tanaman pangan asli, seperti sagu, sorgum, atau umbi umbian.

"Pangan asli ini sudah cocok dengan iklim di daerah-daerah tempat dia tumbuh. Mau hujan, mau kering, ia tetap tumbuh. Namun selama ini tidak dilirik, ia dilirik saat ada emergency saja. Misalnya saat Covid kali lalu, tetapi tidak ada aksi nyata," tegasnya.

Karena itu, lanjut dia, yang perlu dilakukan pemerintah agar pangan asli ini makin diminati adalah dengan memperkuas sosialisasi dari hulu sampai hilir, dari pengadaan hingga pengolahan. "Kenapa sosialisasi itu penting, karena lidah kita juga tergantung kebiasaan. Kalau lidahnya dibiasakan dengan sorgum maka sampai tua pun akan cari sorgum," papar dia.

Baca Juga: