oleh chandra bagus sulistyo

Pemilu yang berjalan aman, tertib, dan lancar mampu menjadi momentum pertumbuhan ekonomi nasional. Bahkan, tiga lembaga pemeringkat utang internasional (Moody's, Fitch Rating & Morgan Stanley) juga merespons positif hasil pemilu Indonesia yang berjalan aman dan lancar, sehingga kondusif bagi iklim investasi serta stabilitas ekonomi.

Iklim usaha kondusif pascapemilu, berdampak sinyalemen bullish bagi pemodal asing yang masuk untuk meningkatkan perekonomian nasional. Perdagangan baru berjalan sekitar satu jam saja, dana asing tercatat masuk 1,2 triliun ruiah. Secara year to date, investasi asing telah tercatat beli bersih sebesar 15,21 triliun rupiah yang terbilang cukup agresif.

Sebab, tiga hari sebelum pemilu asing menjual bersih 1,95 triliun rupiah. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga bergerak ke zona positif. IHSG melonjak 2,32 persen di pembukaan perdagangan saham Kamis (18/4) dan terus naik pada level 6.568. Tak hanya berhenti di situ, kepercayaan pelaku usaha berdampak pada menguatnya rupiah sebesar 0,6 persen. Ini menunjukkan peningkatan terkuat terhadap dolar AS dalam waktu kurang dari dua bulan terakhir.

Maka, mengacu pada signaling theory, tak terbantahkan rally IHSG kali ini merupakan respons positif para pelaku pasar, khususnya investor asing yang kian percaya terhadap prospek ekonomi Indonesia dalam jangka menengah-panjang. Hal itu terlihat dari dana-dana asing yang masih terus masuk ke pasar domestik.

Hanya ada beberapa indikator ekonomi periode lalu yang harus terus diperbaiki, di antaranya kebijakan mempersingkat waktu pembebasan lahan dari 518 hari jadi sekitar 400 hari. Iklim berbisnis juga membaik. Ini terbukti dari indeks kemudahan bisnis yang naik dari posisi 128 di 2013 menjadi 73 di 2019. Angka kemiskinan juga menurun dari 11,5 persen pada 2013 menjadi 9,7 persen di 2018. Rasio gini membaik dari 0,41 pada 2013 menjadi 0,38 pada 2018.

Momentum pertumbuhan ekonomi terlihat secara global dan domestik. Secara global kabar baik datang dari meredanya ketegangan Tiongkok dan AS karena kesepakatan perdagangan. Sementara itu, The Fed mengatakan dalam risalah pertemuan akhir Maret, tidak memperkirakan akan menaikkan suku bunga hingga akhir 2019.

Purchasing Manager Index (PMI) sektor manufaktur di emerging market seperti Tiongkok, Brasil, India, dan Meksiko makin ekspansif. Selain itu, potensi penguatan perekonomian semester kedua 2019 terlihat dari agregat PMI di seluruh dunia yang pada Maret lalu relatif stabil, setelah jatuh selama 10 bulan berturut-turut. Selain itu, jumlah negara yang melaporkan ekspansi di sektor manufaktur naik untuk pertama kalinya dalam enam bulan terakhir.

Mulai menggeliatnya ekonomi global akan berdampak di domestik. Bank Indonesia (BI) menilai kegiatan dunia usaha pada triwulan I-2019 diindikasikan tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya. Hal ini tecermin dari nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) pada triwulan I-2019 sebesar 8,65 persen, lebih tinggi dari 6,19 persen pada triwulan IV-2018.

BI menyebutkan, peningkatan kegiatan usaha terutama terjadi pada sektor pertanian, perkebunan, peternakan, kehutanan, dan perikanan, khususnya pada subsektor pertanian tanaman bahan makanan sejalan dengan masuknya periode musim panen. Sejalan dengan peningkatan kegiatan usaha, hasil SKDU mengindikasikan penggunaan kapasitas produksi dan tenaga kerja pada triwulan I-2019 meningkat dibanding triwulan sebelumnya.

Sementara itu, posisi cadangan devisa pada akhir Maret 2019 meningkat menjadi 124,5 miliar dollar AS. Ini lebih tinggi dari 123,3 miliar dolar AS pada akhir Februari 2019. Ha litu setara dengan pembiayaan 7,0 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Angka tersebut berada di atas standar kecukupan internasional, sekitar 3,0 bulan impor.

BI menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan. Peningkatan cadangan devisa pada Maret 2019 dipengaruhi antara lain penerimaan devisa migas dan valas lainnya.

Respons positif dari hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI pada 20-21 Maret 2019 memutuskan untuk mempertahankan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 6 persen, suku bunga deposit facility sebesar 5,25 persen, dan suku bunga lending facility 6,75 persen.

Keputusan tersebut konsisten dengan upaya memperkuat stabilitas eksternal, khususnya mengendalikan defisit transaksi berjalan dalam batas aman dan mempertahankan daya tarik aset keuangan domestik. Kebijakan suku bunga dan nilai tukar tetap difokuskan pada stabilitas eksternal, sedangkan BI Bank Indonesia menempuh kebijakan-kebijakan lain yang lebih akomodatif untuk mendorong permintaan domestik.

Menggembirakan

Yang paling menggembirakan adalah posisi nilai ekspor bulan Maret 2019 sebesar 14,03 miliar dollar AS. Ini berarti terjadi peningkatan 11,71 persen dibanding bulan sebelumnya, antara lain disebabkan kenaikan ekspor nonmigas 13 persen dari 11,46 miliar dollar AS menjadi 12,94 miliar dollar AS.

Sedangkan ekspor migas turun 1,57 persen menjadi 1,09 miliar dollar AS dari 1,11 miliar dollar AS. Secara komulatif, nilai ekspor periode Januari-Maret 2019 mencapai 40,51 miliar dollar atau turun 8,5 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 44,27 miliar dollar AS.

Demikian pula nilai impor bulan Maret 2019 tercatat 13,49 miliar dollar atau naik 10,31 dari Februari 2019 dan turun 6,79 persen dibanding Maret 2018. Impor nonmigas naik 12,24 persen menjadi 11,95 miliar dollar. Namun, impor migas turun 42, 8 juta dollar atau sekitar 2,7 persen dipicu pelemahan impor hasil minyak dan gas.

Siapa Tugas pemerintah baru harus mampu mewujudkan kesinambungan dan konsistensi kebijakan demi menciptakan kepastian berusaha. Selain itu, seyogianya pemerintah melanjutkan dan mengakselerasi pembangunan ekonomi yang sudah berjalan dengan baik. Perlu memprioritaskan kebijakan pembangunan Sumber Daya Manusia (SDM) agar produktivitas dan daya saing meningkat.

Reformasi birokrasi harus lebih ditingkatkan, agar perizinan berusaha lebih mudah. Perlu juga kerja ekstra presiden dan wakil presiden pemenang pemilu untuk kembali menyatukan simpul-simpul hubungan sosial kemasyarakat yang sempat terkoyak menjelang pemilu. Sebab, sinergi seluruh rakyat diperlukan untuk menjadikan Indonesia lebih maju, hebat, dan bermartabat. Harapannya, momentum pertumbuhan ekonomi akan mampu mendorong yang lebih tinggi. Penulis Bekerja di BNI

Baca Juga: