JAKARTA - Sektor industri memang kontribusinya cukup besar bagi perekonomian nasional, tetapi perlu dicermati bahwa proses deindustrialisasi sudah berlangsung lama sehingga diperlukan waktu untuk revitalisasi industri manufaktur. Sementara itu, terdapat tren masyarakat yang sebelumnya bekerja di kawasan industri, terdampak pandemi dan memutuskan tinggal di kawasan pertanian.

"Saya rasa ini adalah momentum emas bagi pengembangan sektor pertanian tentu dengan teknologi modern," kata Direktur Celios (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudisthira di Jakarta, Selasa (29/6).

Menurut Bhima, serapan tenaga kerja sektor pertanian mengalami kenaikan menjadi 29,5 persen per Februari 2021 lebih tinggi dari porsi pada Februari 2020 lalu yakni 29,2 persen. Pengembangan sektor pertanian dapat menurunkan ketimpangan antara desa dan kota, memberikan dampak berganda secara luas terhadap perekonomian, serta mampu mencegah urbanisasi pascapandemi.

Selain sektor pertanian, integrasi pengembangan sektor digital diperlukan untuk meningkatkan produktivitas lapangan usaha lainnya. Memang digitalisasi identik dengan sektor jasa, tetapi industri manufaktur pun butuh teknologi untuk meningkatkan efisiensi sekaligus output.

Begitu juga pertanian modern membutuhkan suport digitalisasi untuk memotong rantai pasok, menjamin kepastian harga jual, hingga memitigasi dampak perubahan cuaca terhadap produktivitas pertanian.

"Jangan sampai kita latah dengan digitalisasi tapi yang makin gemuk barang impor dan jasa yang memperburuk ketimpangan. Mau industri atau pertanian yang didorong pascapandemi, tetap perlu di integrasikan dengan sektor digital,"tegas Bhima

Industri Pengolahan

Sebelumnya dalam acara Inspiring Session Indonesia Development Forum secara daring, Selasa (29/6), Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Suharso Monoarfa mengatakan strategi pemulihan ekonomi berfokus pada pemulihan industri yang memiliki daya ungkit penyerapan tenaga kerja dan multiplier effect yang tinggi dalam kerangka transformasi ekonomi.

"Imbas dari pandemi Covid-19 tentu mengganggu rantai pasok dan penurunan utilisasi industri. Dengan kontribusi sebesar 19,9 persen terhadap perekonomian nasional, sektor industri pengolahan menjadi kunci bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian Indonesia," kata Suharso.

Suharso mengatakan disrupsi yang ditimbulkan oleh pandemi Covid-19 juga mendorong Indonesia untuk melakukan percepatan inovasi khususnya terkait sektor farmasi dan alat kesehatan, otomatisasi, dan digitalisasi, perubahan pola rantai pasok global hingga tren pembangunan hijau.

"Strategi industrialisasi ke depan diharapkan dapat mendorong respons dan adaptasi industri yang lebih baik terhadap tantangan dan peluang pascapandemi, sehingga dapat mempercepat pemulihan ekonomi dan reformasi," ujarnya.

Dari Yogyakarta, Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Achmad Maruf mengatakan bahwa struktur ekonomi tanah air sangat beragam tergantung pada karakteristik wilayah sehingga tidak bisa hanya melihat kontribusi sektoral.

Di sisi sektor, Covid paling utama menghajar sektor tersier yakni pariwisata, baru sektor sekunder yakni manufaktur. Sementara di sektor primer relatif kuat namun harus diingat ini sangat penting dijaga karena pelaku ekonominya rakyat kecil sementara sektor wisata dan manufaktur pelakunya konglomerat.

"Maka di masa Covid ini benar-benar harus jeli, refocusing jangan terjebak pada jargon sektor tapi harus detail case by case per wilayah dan per sektor. Semua harus sesuai dengan kebutuhan untuk menurunkan Covid-19 sambil menjaga ekonomi," kata Achmad Ma'ruf.

Baca Juga: