Hubungan diplomatik Indonesia-Russia tidak bisa dilepaskan dengan sejarah panjang. Sejak zaman Orde Lama, Indonesia sudah menjalin hubungan baik dengan Uni Soviet - negara adidaya pendahulu Russia - yang ketika itu dipimpin oleh Nikita Khrushchev, yang bersahabat dengan Presiden Soekarno.

Hubungan kedua negera tersebut agak merenggang setelah kekuasaan Soekarno runtuh karena faktor ideologi. Namun, tidak seperti hubungan diplomatik dengan Tiongkok, Indonesia tidak pernah sekalipun memutuskan hubungan diplomatik dengan Uni Soviet.

Saat keruntuhan Uni Soviet serta keruntuhan dunia komunisme pada tahun 1991, hubungan Indonesia dengan Russia mulai membaik. Russia dikenal sebagai pemasok utama senjata dan alat kemiliteran untuk Indonesia. Saat ini, Russia sedang melakukan upaya dalam rangka menghapus stigma negatif terkait ideologi masa lalunya terhadap masyarakat Indonesia, dengan gambaran Russia yang baru dengan ideologi negara demokrasi.

Indonesia juga tengah menjajaki hubungan yang lebih tinggi dengan Russia. Tidak sebatas pembelian persenjataan militer saja, Indonesia ingin meningkatkan hubungan bilateral, khususnya di bidang ekonomi dan pariwisata yang menguntungkan kedua belah pihak. Salah satu cara yang dilakukan Pemerintah Indonesia lewat Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Moskow adalah melalui pendekatan kebudayaan dan ekonomi dengan mengadakan Festival Indonesia.

Festival Indonesia ini merupakan acara tahunan yang dilaksanakan pertama kali pada tahun 2016. Selain memberikan pertunjukan tentang seni dan budaya, Festival Indonesia juga ikut menyejahterakan ekonomi masyarakat Indonesia dengan merangkul ratusan UMKM asal Indonesia untuk mengisi booth dalam festival tersebut.

Pada tahun 2018, lebih dari 135.000 orang berkunjung ke Festival Indonesia. Pihak KBRI di Moskow mengklaim bahwa keberhasilan festival tersebut berpengaruh pada angka perdagangan serta pertumbuhan pariwisata Indonesia dengan Russia.

Untuk mengetahui apa saja yang telah dan akan dilakukan jajaran KBRI di Moskow ke depan, wartawan Koran Jakarta, Suradi dan Trisno Juliantoro, berkesempatan mewawancarai Duta Besar Republik Indonesia untuk Federasi Russia merangkap Republik Belarus, Mohamad Wahid Supriyadi, di Jakarta, baru-baru ini. Berikut petikan selengkapnya.

Apa alasan Anda membuat Festival Indonesia?

Sebelum saya ke Russia, saya membaca literatur tentang sejarah dan budaya Russia. Yang saya temui, orang Russia adalah orang yang mencintai budaya, memiliki minat seni yang tinggi, dan mereka menyukai seni. Jadi, saya melihat ini peluang besar buat kami karena justru kekuatan kami di budaya.

Namun, saya tidak ingin hanya tampil kesenian. Saya ingin kami juga jadi jualan. Makanya saya bikin satu kombinasi trade, tourism, and invesment dengan nama Festival Indonesia. Sebelumnya, saya pernah menyelenggarakan hal serupa pada tahun 2005 di Melbourne dan sukses setiap tahun.

Bisa diceritakan bagaimana Anda memulainya?

Teori itu saya terapkan di Moskow. Saya datang April 2016, Presiden Joko Widodo (Jokowi) tiba atau kunjungan ke Russia tanggal 18 Mei 2016 hingga 20 Mei 2018. Presiden Jokowi menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN-Russia di Sochi, Russia.

Momentum itu saya gunakan untuk merancang Festival Indonesia yang saya rencanakan bulan Agustus. Artinya, saya hanya butuh waktu tiga bulan dengan anggaran yang terbatas. Saya tahu, KBRI kan punya anggaran untuk peringatan 17 Agustus, tidak saya pakai, saya gunakan untuk festival. Kami cari taman untuk penyelenggaraannya, dapat Hermitage Garden di Moskow.

Bagaimana Anda bisa menghadirkan pengusaha UMKM?

Saya harus membujuk 30 pengusaha UMKM untuk mengisi booth, yang akhirnya masuklah 30 UMKM. Singkat cerita, dua hari saya selenggarakan, itu bisa menarik 68 ribu pengunjung. Ketika itu, saya beruntung karena mantan Menteri Perdagangan, Rahmat Gobel, menghadiri festival.

Beliau bilang ke saya bahwa festival ini bagus sekali, karena kombinasi antara pertunjukkan seni budaya, dan di satu sisi kita juga jualan. Saya melihat seperti Hollywood dari Amerika Serikat (AS) dan K-Pop dari Korea Selatan, yang memakai pendekatan budaya untuk kerja sama ekonomi. Saya lihat kita punya kekuatan di bidang itu, makanya saya buat Festival Indonesia.

Lalu, bagaimana perkembangannya?

Tahun 2017, saya punya waktu banyak untuk persiapan. Dari mulut ke mulut, jadi menyebar ke mana-mana. Jadi sampai saya tolak UMKM yang ingin mengisi booth dan akhirnya saya seleksi yang siap ekspor dan punya produk jelas. Setelah diseleksi, dapat 70 UMKM. Namun, saya melihat 70 UMKM tersebut melebihi kapasitas taman.

Pada tahun 2018, saya nekat pindah ke taman yang luasnya 16,5 hektare, namanya Krasnaya Presnya. Permasalahannya biaya makin besar, saya cari banyak sponsor. Sebanyak 70 booth tetap saya kasih UMKM, totalnya ada 100 booth termasuk kuliner. Target saya 120 ribu yang hadir, ternyata yang hadir mencapai 135 ribu lebih. Itu diselenggarakan sukses.

Bagaimana dampaknya terhadap Indonesia?

Berdasarkan data yang dikeluarkan Federal Custom Service Russia, total Perdagangan Indonesia-Russia pada tahun 2017 mencapai 3,27 miliar dollar AS atau meningkat sebesar 25,2 persen dengan ekspor Indonesia 2,48 miliar dollar AS dan impor Indonesia 787 juta dollar AS. Kita surplus 1,8 miliar dollar AS.

Bagaimana dengan jumlah kunjungan wisatawan Russia ke Indonesia?

Pada tahun 2017 terjadi peningkatan kunjungan wisatawan Russia ke Indonesia hingga 37,28 persen menjadi 110.529 orang. Hingga September 2018, jumlah wisatawan Russia ke Indonesia mencapai 91.482 orang atau meningkat 5 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Pada tanggal 28 Oktober 2018, Maskapai Rossiya by Aeroflot terbang perdana dengan rute Moskow-Denpasar. Maskapai Rossiya tersebut terbang sebanyak tiga kali dalam seminggu menggunakan pesawat Boeing 777-300.

Berarti, tidak hanya perdagangan, namun juga pariwisata?

Ini yang kami harapkan. Maka, jadi acara tahunan dan kami mendapat dukungan yang luar biasa dari Kementerian Pariwisata (Kemenpar). Memang 90 persen turis Russia masih ke Bali. Tahun lalu saya ke Bali, saya ketemu dengan direktur BI. Dari segi jumlah, Russia mungkin hanya berada di urutan 17, tapi spending nomor 1. Artinya, mereka banyak belanja. Dari segi longest stay, atau lama mereka tinggal, mereka hanya kalah dengan Prancis, nomor 2. Artinya secara kualitas, orang yang punya duit yang berlibur ke Indonesia.

Kemudian, selain pariwisata apa yang Anda lakukan?

Kami mempromosikan dua negara. Jadi, festival itu salah satu avenue yang tepat. Kami mempromosikan Russia, tapi kami juga banyak mempromosikan Indonesia ke Russia. Makanya kami bikin festival, sekarang kami sudah punya grup gamelan. Jadi, nari Gambyong, nari Jaipongan, semuanya orang Russia. Kami punya grup tari. Kemudian, tumbuh bahasa Indonesia, di Kazan University mulai membuka jurusan Bahasa Indonesia sejak tahun lalu. Saya datang kemarin ke sana langsung naik dua kali lipat.

Selain itu, bagaimana rencana Presiden Vladimir Putin yang akan berkunjung ke Indonesia?

Momentum kunjungan Presiden Jokowi ke Russia pada Mei 2016, kedua kepala negara tersebut sudah sepakat untuk meningkatkan hubungan paling tinggi dalam bentuk strategic partnership. Tahun ini, insya Allah, Presiden Putin akan ke Indonesia dan kita akan menandatangani hubungan paling tinggi, strategic partnership.

Hubungan tertinggi seperti apa?

Jadi, ada kesepakatan untuk meningkatkan hubungan, karena ada mekanisme hubungan yang rutin. Mungkin pertemuan menteri terkait, jadi akan lebih mendekatkan. Selain itu, kita juga bisa saling mengunjungi antar delegasi parlemen dan lembaga-lembaga pemerintahan lainnya. Strategic partnership juga akan memperkuat perdagangan dan investasi.

Jadi, ada peluang investasi dari Russia?

Iya, interest-nya banyak sekali, untuk investasi di Indonesia itu cukup besar. Namun, ini kan negara yang relatif baru dalam hal investasi, pengalaman mereka belum banyak, kadang-kadang mereka belum paham mengenai desentralisasi di Indonesia, termasuk negatifnya sering "dipalakin" ketika mengurus perizinan. Artinya, pemerintah Indonesia harus menjelaskan detail izin dan birokrasi mereka.

Lalu, ada anggapan kalau Russia itu komunis, apakah itu bisa menjadi hambatan?

Orang Indonesia menganggap Russia terusan dari Uni Soviet, komunis. Partai penguasa di Russia bukan Partai Komunis. Partai Komunis hanya menjadi oposisi dan suaranya kecil hanya 11 persen. Ideologi negara mereka sekarang demokrasi, karena ada pemilihan umum langsung. Pemerintah juga harus berusaha menjelaskan ke masyarakat Indonesia untuk menghilangkan stigma komunis terhadap Russia. Ini diperlukan karena Russia saat ini negara demokrasi dan memiliki peluang investasi yang cukup besar di Indonesia.

N-3

Baca Juga: