Moderasi beragama akan menjadi sikap yang meminimalisir konflik. Sebab, ciri sikap moderasi beragama adalah menghargai perbedaan dan keragaman, termasuk di dalamnya perbedaan dalam pilihan politik.

Keberagaman merupakan ciri khas Indonesia. Dengan mudah bisa terlihat dari beragamnya agama, bahasa, dan budaya. Toleransi menjadi kunci agar keberagaman tersebut bisa berjalan beriringan dan tetap menjadi kekuatan untuk bersaing dengan bangsa lain.

Meski begitu, masih sering terjadi sikap-sikap intoleran baik di tingkat masyarakat maupun para pemangku kebijakan. Di sisi lain, keberagaman di Indonesia juga diuji dengan adanya tahun politik 2024. Berkaca dari pemilu sebelumnya, polarisasi dan isu-isu intoleransi marak digunakan untuk mendulang suara.

Hal tersebut sebisa mungkin harus dihindari. Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, pernah mengatakan untuk menciptakan kehidupan yang moderat perlu keterlibatan semua pihak, termasuk perguruan tinggi. Secara khusus dia meminta perguruan tinggi yang ada di bawah Kemenag seperti Universitas Islam Negeri (UIN) untuk menjadi tempat yang toleran.

Untuk mengetahui tentang keterlibatan UIN dalam moderasi beragama dan isu-isu toleransi lainnya, wartawan Koran Jakarta, Muhamad Ma'rup mewawancarai Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Gunung Djati, Bandung, Prof. Dr. H. Rosihon Anwar, M.Ag. Berikut petikan wawancaranya.

Bisa dijelaskan apa visi misi Bapak selama mengemban jabatan sebagai Rektor UIN Bandung?

Visi kami mewujudkan Universitas Islam Negeri yang Unggul, Kompetitif, dan Inovatif Berbasis Rahmat bagi Semesta di Tingkat Asia Tenggara Tahun 2027. Dalam visi ada ungkapan "Rahmat bagi Semesta" yang merupakan terjemahan dari "rahmatan lil alamin".

Ungkapan ini sesungguhnya menyimpan nilai moderasi beragama, terutama tersimpan pada kata "rahmat". Tentu saja di dalamnya juga ada nilai wawasan kebangsaan. Dengan visi ini, UIN Bandung bertekad unggul, kompetitif, dan inovatif pula dalam menyosialisasikan dan mempraktikkan moderasi beragama.

Dalam misinya, UIN Bandung menyelenggarakan pendidikan, penelitian, dan pengabdian yang berkualitas dan relevan dengan kebutuhan nasional yang berdaya saing global. Kami juga meningkatkan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang cakap mental, spiritual, dan intelektual. Inovasi-inovasi dalam bidang pendidikan tinggi dan mengembangkan kemandirian lulusan terus dikembangkan. Terakhir, mengembangkan kajian dan pengabdian kepada masyarakat yang berkontribusi pada peningkatan Indeks Moderasi Beragama dan kualitas kehidupan beragama.

Apa target jangka pendek maupun jangka panjang yang akan dicapai UIN Bandung dalam masa kepemimpinan Bapak?

Target jangka pendek kami adalah memperbaiki tata kelola kampus menuju "Good University Governance", dengan program digitalisasi dan paperless. Kami ingin memberikan layanan yang prima bagi civitas akademika dan masyarakat luar. Kami pun terus berupaya untuk memenuhi standar-standar menuju perguruan tinggi yang baik.

Adapun target jangka panjangnya adalah menjadi kampus yang memiliki standar "Good University Governance" (GUG). Artinya di 2027, UIN Bandung sudah memiliki persyaratan-persyaratan sebagai kampus yang baik. Sebagaimana kita ketahui syarat-syarat GUG adalah meningkatkan kualitas Perguruan Tinggi dalam aspek Transparansi, Akuntabilitas, Responsibilitas, Independensi, dan Keadilan. Good University Governance ini mampu menjamin keberlangsungan hidup perguruan tinggi dalam melakukan pengelolaan manajemen yang berkualitas.

Kami juga memiliki program unggulan yaitu peningkatan kualitas mencakup akreditas Unggul (AIPT dan AIPS), internasionalisasi perguruan tinggi, penerapan standar internasional layanan pendidikan tinggi, peningkatan kualitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat. Kami juga melakukan penguatan relevansi dan daya saing serta moderasi beragama dan gender. Digitalisasi kami lakukan mencakup tata kelola berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) dan integrasi aktivitas kampus berbasis IT. Untuk tata kelola, selain mendorong GUG, kami juga melakukan Zona Integritas Wilayah Bebas Korupsi (ZI-WBK), penguatan unit bisnis, dan transformasi menuju Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH).

Apakah ada pesan-pesan khusus dari Menteri Agama (Menag), Yaqut Cholil Qoumas, untuk pengembangan UIN BANDUNG ke depannya?

UIN Bandung harus mempertahankan atau bahkan lebih meningkatkan prestasi-prestasi. UIN Bandung saat ini memiliki beberapa prestasi di antaranya keunggulan di bidang publikasi, Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), paten, dan pengembangan pusat halal.

Beliau juga berpesan agar para rektor memegang prinsip-prinsip "Good University Governance", para rektor diminta dapat mengangkat posisi daya saing perguruan tinggi Islam.

Apa saja keunikan atau daya tawar UIN Bandung dibanding dengan UIN lain atau perguruan tinggi lainnya?

UIN Bandung saat ini berada di posisi pertama di kalangan PTKN versi Webometric dan Scimago. Dua versi ini adalah penilaian terhadap kinerja publikasi dan web. Di samping itu, UIN Bandung menjadi pusat kajian halal terdepan di kalangan PTKN.

Saat ini, UIN Bandung sedang mengarah pada "Smart University", sebuah gambaran kampus yang ramah dengan teknologi. Kami memberikan layanan-layanan yang serba digital dan mudah diakses.

Kami pun terus meningkatkan dan membuat fasilitas-fasilitas yang ramah difabel. Dengan demikian dapat mempermudah akses layanan bagi mereka.

Kelebihan lainnya, kami sekarang punya Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumen (PPID). Unit inilah yang menjadikan UIN Bandung sebagai kampus informatif. UIN Bandung akan menuju Green Campus, sebuah gambaran kampus yang ramah lingkungan.

Menag pernah mengatakan harus ada inovasi prodi Keislaman sebagai ciri khas UIN. Bagaimana respons dari UIN Bandung?

Sangat mendukung inovasi prodi Keislaman. Di UIN Bandung, inovasi tersebut dilakukan dengan beberapa cara, di antaranya dengan prinsip integrasi keilmuan dalam paradigma Wahyu Memandu Ilmu. Dengan paradigma ini, selalu ada interkoneksi antara prodi agama dengan prodi umum. Kurikulum Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) adalah salah satu cara mengimplementasikan paradigma ini.

Inovasi lainnya, kurikulum Prodi Agama disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat, terutama dengan para user lulusan. Inovasi lainnya adalah menawarkan program-program double degree dengan prodi-prodi sehingga para mahasiswa memiliki kompetensi tambahan dari prodi umum.

Saya juga termasuk mendukung gagasan Gus Men agar Perguruan Tinggi Keagamaan memiliki distingsi, baik dengan sesama perguruan tinggi keagamaan atau perguruan tinggi lainnya. Dalam konteks ini, UIN Bandung menjadikan kajian halal sebagai distingsi. Untuk sampai ke sana, kami sudah melakukan banyak langkah. Kami sudah memiliki laboratorium pengujian halal yang sudah terakreditasi Komite Akreditasi Nasional (KAN). Saat ini, kami juga sedang mengikuti akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) Utama.

UIN Sunan Gunung Djati Bandung berinovasi mengusung konsep "Halalsphere University" yang berkomitmen menjadikan institusi pendidikan yang bergerak dalam akselerasi atmosfer halal sebagai pusat pengembangan ilmu dan nilai-nilai yang meresap dalam semua aspek kehidupan. "Halalsphere University" yang terdiri dari kata "Halal" sebagai tujuan utama dan "Sphere" sebagai target tujuan kepada seluruh lapisan masyarakat dengan tekad kuat untuk mencapai tujuan besar kami dalam memajukan bidang halal secara lebih luas menjangkau semua lapisan masyarakat.

Dalam upaya untuk mengembangkan konsep "Halalsphere University" di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, kami berkomitmen dalam memaksimalkan semua program kerja pada unit halal yang dimiliki dan mengintegrasikan dengan lembaga pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat untuk bergerak dalam bidang halal. Melalui konsep "Halalsphere University" UIN Sunan Gunung Djati Bandung berkomitmen untuk menjadi pemimpin dalam pengembangan halal di Indonesia dan menjadi pusat halal dunia. Halalsphere University UIN Sunan Gunung Djati Bandung terealisasi melalui program kerja dari lembaga-lembaga di Halal Center UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

Untuk riset dan kolaborasi dengan industri di UIN Bandung seperti apa prosesnya?

Mungkin makna istilah "industri" harus ada perluasan untuk konteks UIN, karena ada beberapa prodi agama atau sosial yang risetnya tidak selalu berkaitan dengan industri dalam artian umum. Untuk konteks beberapa prodi ini, industri dapat dimaknai dengan para user lulusan. Maka, bisa saja itu bentuknya lembaga sosial kemasyarakatan atau masyarakat itu sendiri.

Kami menyadari perlunya kampus terkait dan terkoneksi dengan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI). Itu sebabnya, kami terus membangun kerja sama dengan berbagai industri dalam riset dan penyerapan lulusan. Meskipun jumlahnya belum terlalu signifikan. Kami membuat beberapa regulasi agar di antara tema-tema riset harus merupakan respons dari kebutuhan-kebutuhan industri.

Di kami ada unit Pusat Karier. Pusat ini salah satu tugasnya adalah bekerja sama dengan dunia industri untuk memetakkan kebutuhan industri terhadap alumni-alumni. Terkait dengan link and match dengan DUDI, kami akan membekali mahasiswa dengan sertifikat kompetensi yang dikeluarkan oleh Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).

Khusus terkait dengan industri halal, pusat halal kami bekerja sama dengan industri-industri makanan dan minuman untuk skema kerja sama yang bermacam-macam.

Menag juga berpesan agar UIN bisa menjadi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum (PTNBH). Di UIN Bandung sendiri prosesnya seperti apa dan apa kira-kira tantangannya?

Menjadi PTNBH adalah salah satu Grand Design Pendis Kemenag. UIN Bandung tentu saja di arahkan ke sana. Salah satu tantangannya adalah unit bisnis UIN belum berjalan secara maksimal, sehingga belum memberikan pemasukan bagi UIN sebagai pendapatan selain UKT.

Untuk mengarah ke PTNBH, kami masih membenahi akuntabilitas organisasi, sistem pengelolaan, meningkatkan mutu lulusan, dan terus meningkatkan daya saing.

Menurut Bapak, bagaimana proses kehidupan moderasi beragama di Indonesia?

Saya menilai moderasi beragama di Indonesia berjalan dengan baik, terutama setelah pemerintah dalam hal ini Kemenag, menjadikan moderasi beragama sebagai program prioritas. Tentu meskipun masih perlu ada perbaikan di beberapa titik. Salah satu indikatornya adalah mulai berkurangnya peristiwa-peristiwa kekerasan atas nama agama.

Menag berpesan agar UIN mendorong toleransi dan moderasi beragama. Bagaimana UIN Bandung merespons hal tersebut baik di dalam maupun luar lingkungan kampus?

UIN Bandung-seperti Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) lainnya-memiliki Rumah Moderasi Beragama. Inilah tempat kami merancang konsep dan implementasi toleransi dan moderasi beragama. Di internal, kami melakukan pelatihan moderasi beragama bagi dosen, tendik, dan mahasiswa. Di eksternal, kami menanamkan nilai-nilai tersebut melalui Kuliah Kerja Nyata, Praktik Kerja Lapangan, dan membuat desa binaan sebagai laboratorium moderasi beragama. Melalui program PKDP (Peningkatan Kompetensi Dosen Pemula), dosen-dosen muda diberikan penguatan moderasi beragama.

Seperti apa korelasi antara moderasi beragama di kampus dengan pengembangan ilmu pengetahuan itu sendiri?

Kami berkepentingan untuk menanamkan nilai-nilai moderasi beragama dan wawasan kebangsaan bagi civitas akademik, karena itu akan menjadi paradigma dalam mengembangkan pengetahuan. Wadah yang moderat pasti akan menuangkan isi yang moderat.

Kami membangun Paradigma Wahyu Memandu Ilmu. Paradigma ini ingin memastikan segara bentuk pengetahuan yang dihasilkan oleh civitas akademika UIN Bandung harus berlandaskan nilai-nilai moderasi, di samping tentunya nilai-nilai keimanan dan ketakwaan.

Memasuki tahun politik, apakah ini mengancam moderasi beragama di Indonesia?

Seharusnya tidak. Justru saya berharap moderasi beragama akan menjadi sikap yang meminimalisir timbulnya konflik. Sebab, di antara ciri sikap moderasi beragama adalah menghargai perbedaan dan keragaman, termasuk di dalamnya perbedaan dalam pilihan politik.

Kebijakan kampanye di kampus saat ini diperbolehkan. Apakah UIN Bandung berniat juga untuk mendatangkan para capres-cawapres untuk berkampanye?

Kampus adalah tempat yang baik untuk memberikan literasi tentang politik dan mengembangkan riset-riset terkait pemilu yang damai. Kami lebih memprioritaskan bekerja sama dengan penyelenggara pemilu untuk peningkatan wawasan tentang pemilu serta berpartisipasi dalam pengawasan partisipatif.

Kami akan menjadi bagian dalam advokasi pemilu damai melalui berbagai forum, di antaranya melalui mimbar-mimbar dakwah dan platform digital.

Apakah ada dorongan agar mahasiswa dan civitas akademika UIN Bandung menjaga pemilu damai?

Tentu saja. Beberapa cara sudah kami lakukan. Misalnya dengan mengeluarkan edaran terkait netralitas Pegawai Negeri Sipil. Kami juga bekerja sama dengan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk memberikan edukasi dan literasi terkait pemilu damai.

Bekerja sama dengan Bawaslu pusat, kami menyediakan pojok Pengawas Pemilu di kampus, sebuah pojok tempat civitas akademika menambah wawasan tentang pemilu dan pengawasan pemilu, sehingga mereka dapat ikut berpartisipasi dalam menciptakan pemilu damai.

Kementerian Agama melarang penceramah agar tidak memprovokasi dan kampanye politik. Bagaimana pandangan Bapak terkait aturan tersebut?

Saya setuju. Para penceramah sejatinya mengeluarkan narasi-narasi yang menyejukkan bukan provokasi.

Apa harapan Bapak terkait moderasi beragama dan tahun politik 2024 ini?

Saya berharap moderasi beragama menjadi pilihan sikap bersama. Saya yakin sikap moderasi ini akan mendorong sikap saling menghargai. Kondisi ini tentu saja akan menciptakan suasana yang sejuk dan damai. Dengan demikian, tahun politik ini tetap menciptakan suasana yang damai dan tentram.

Bagi saya, moderasi beragama itu adalah sikap yang selalu mengarah kepada kedamaian dan ketentraman. Saya berharap tahun politik ini disikapi sebagai pesta demokrasi yang karenanya harus dirayakan dengan bahagia dan penuh kedamaian.

Baca Juga: