Hanya menangani sengketa hasil pemilihan umum, bukan sengketa proses pelaksanaan pemilihan umum. Kewenangan tersebut telah tercantum di dalam konstitusi.

JAKARTA - Mahkamah Konstitusi (MK) sudah siap menerima "air bah" sengketa hasil pemilihan umum (pemilu) dan Pilkada 2024. Kesiapan ini disampaikan hakim MK, I Dewa Gede Palguna, di Jakarta, Jumat (5/11).

Dia menyebutkan bahwa MK juga telah menyiapkan mekanisme penanganan sengketa hasil Pemilu dan Pilkada 2024. "Tidak hanya itu, bahkan jauh-jauh hari, MK telah menyiapkan timetable. Kami juga sudah ada satuan tugas untuk menyambut kedatangan 'air bah' perselisihan hasil pemilu dan pilkada," kata Dewa.

Dia mengatakan itu, saat memberi paparan dalam sosialisasi "Seleksi Calon Anggota KPU dan Bawaslu Masa Jabatan Tahun 2022-2027." Dewa mengungkapkan bahwa salah satu mekanisme yang disiapkan MK adalah untuk mengualifikasikan dan memeriksa alat bukti sengketa hasil pemilu.

"Alat bukti kadang-kadang lebih tinggi dari badan kita. Tapi kita sudah mempunyai mekanisme untuk mengualifikasikan dan memeriksanya," tutur dia. Ia mengingatkan bahwa MK hanya menangani sengketa hasil pemilihan umum, bukan sengketa proses pelaksanaan pemilihan umum. Kewenangan tersebut telah tercantum di dalam konstitusi.

"Memang tugasnya adalah mengadili perselisihan hasil pemilu. Maka, segala sengketa yang tidak berkaitan dengan hasil pemilu mesti selesai dulu, sebelum sengketa hasil pemilu diajukan," ujarnya.

Pengalaman

Berdasarkan pengalaman pemilu sebelumnya, Dewa mengatakan bahwa MK disibukkan dengan sengketapemilu yang bukan merupakan sengketa hasil pemilu. Untuk memutuskan bahwa perkara tersebut tidak bisa dilanjutkan oleh MK, pihaknya tetap harus memeriksa berkas sebelum membuat putusan.

Pemeriksaan berkas tersebut, katanya, menyita waktu banyak. Padahal mestinya waktu dapat digunakan untuk menangani perkara lain yang memang merupakan kewenangan MK.

Dengan demikian, kepada anggota KPU dan Bawaslu mendatang, dia berpesan agar pemilihan umum dapat terselenggara dengan tepat. Bawaslu dapat mngawasi ketat, sehingga perselisihan di MK hanya tentang hasil pemilu.

"Nanti akan tambah berat lagi karena pemilunya sangat kompleks. Ada pemilu digabung dengan pilkada," katanya.

Sementara itu,anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, masih berharap adanya revisi Undang-Undang Pemilu terkait teknis kepemiluan 2024. "Kami masih berharap ada revisi terbatas UU Pemilu atau Perppu, tapi hanya sebatas teknis-teknis kepemiluan," kata Pramono.

Menurut Pramono, revisi terbatas tersebut tidak akan mengubah sistem pemilu karena hanya khusus memperbaiki teknis-teknis kepemiluan. Dia memberi contoh, ada opsi. Memang tidak wajib ya seperti sistem rekapitulasi. Maksudnya, rekapitulasi dapat dilaksanakan secara manual maupun menggunakan sistem informasi.

Jadi, rekapitulasi untuk Pemilu 2024 boleh dilakukan secara manual, tapi juga sudah boleh menggunakan Sirekap. "Jadi hal-hal teknis seperti itu, kita masih berharap usulan-usulan KPU bisa diakomodasi baik melalui Perppu maupun revisi terbatas UU Pemilu," kata dia.

Sistem rekapitulasi pemilu (Sirekap) membutuhkan landasan hukum, agar bisa diaplikasikan dalam pemilu. Begitu juga dengan teknis kepemiluan lain yang juga berbasis elektronik. Di antaranya, sistem pendaftaran partai politik, sistem daftar pemilih, dan teknis kepemiluan lainnya.

Revisi terbatas, menurut KPU, tentunya tidak akan menyinggung soal ambang batas parlemen, ambang batas pencalonan presiden, maupun alokasi kursi. Sebab semua itu telah masuk ranah sistem kepemiluan. "KPU berkepentingan dengan revisi UU yang sifatnya teknis kepemiluan. Jadi, tidak akan masuk ke sistem," ujarnya.

Baca Juga: