JAKARTA - Forum "The 3rd Sustainable Vegetable Oils Conference (SVOC)" yang berlangsung pada 10 September 2024 di Rotterdam, Belanda membahas tantangan kompleks yang dihadapi sektor minyak nabati di tengah perubahan iklim, tekanan regulasi, dan meningkatnya permintaan global.
Konferensi inimenyoroti kebutuhan mendesak akan inovasi dan praktik berkelanjutan untuk memenuhi permintaan global yang terus meningkat sambil mematuhi standar lingkungan yang ketat, seperti Peraturan Deforestasi Uni Eropa (European Union Deforestation Regulation, EUDR).
Diselenggarakan Dewan Negara-Negara Penghasil Minyak Sawit (Council of Palm Oil Producing Countries, CPOPC) dan The Netherlands Oils and Fats Industry (MVO) bekerja sama dengan mitra industri utama termasuk Badan Pengelolaan Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS), acara ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan dari seluruh dunia.
Staf Ahli Bidang Konektivitas, Sektor Jasa, dan Sumber Daya Alam Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia, Dr. Musdhalifah Machmud mengemukakan, EUDR menghadirkan lanskap yang kompleks bagi sektor pertanian Indonesia.
Dengan mengadopsi pendekatan proaktif dan strategis yang menekankan keterlibatan pemangku kepentingan, pengembangan kapasitas, sertifikasi, dan praktik penggunaan lahan berkelanjutan, Indonesia berhasil menavigasi kerumitan EUDR.
Sekretaris Jenderal Kementerian Perkebunan dan Komoditas Malaysia, Dato' Yusran Shah bin Mohd Yusof menekankan, Malaysia sepenuhnya memahami bahwa meskipun peningkatan produksi sangat penting bagi ketahanan pangan dan pertumbuhan ekonomi. Hal itu harus dicapai dengan cara yang menjaga lingkungan, melestarikan keanekaragaman hayati, dan menghormati hak dan mata pencaharian masyarakat setempat.
Mengingat tantangan tersebut, Malaysia mengambil tindakan untuk memimpin dalam produksi minyak nabati berkelanjutan melalui industri minyak sawit.
Wakil Menteri Pertanian dan Peternakan Honduras, Lid Roy Lazo Rodríguez, menegaskan kembali bahwa transisi menuju produksi minyak nabati berkelanjutan merupakan tantangan yang harus ditangani dengan keseriusan, keyakinan, dan visi jangka panjang.
Industri minyak nabati tidak hanya berkontribusi pada pembangunan sosial ekonomi negara-negara produsen tetapi juga menjadi contoh bagaimana kemajuan pertanian dapat berjalan seiring dengan pelestarian lingkungan.
Duta Besar Bidang Bisnis dan Pembangunan dan Direktur Departemen Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan Kementerian Luar Negeri Kerajaan Belanda, Marchel Gerrmann, menggarisbawahi pentingnya kolaborasi Internasional untuk mengadopsi peraturan baru, mengintensifkan dialog antara negara konsumen dan produsen, serta menggunakan perjanjian perdagangan untuk memastikan adanya kesetaraan dalam upaya mendorong keberlanjutan.
Dengan demikian, industri minyak nabati dapat diubah menjadi kekuatan untuk kebaikan yang mendukung pertumbuhan ekonomi, melindungi planet kita, dan mengangkat masyarakat.
Sekretaris Jenderal CPOPC, Dr Rizal Affandi Lukman, menggarisbawahi bahwa SVOC ke-3 memberikan wawasan tentang penelitian mutakhir dan kemajuan teknologi yang berguna untuk meningkatkan keberlanjutan berbagai tanaman minyak, dari minyak kelapa sawit hingga minyak bunga matahari, minyak lobak, hingga minyak kedelai. Inovasi-inovasi tersebut sangat penting untuk mengurangi jejak
lingkungan (environmental footprints) dan meningkatkan produktivitas. Yang lebih penting lagi, ia menekankan bahwa minyak sawit memainkan peran pelengkap bagi minyak nabati lainnya, dalam memenuhi permintaan global yang terus meningkat.
Direktur Pelaksana Industri Minyak dan Lemak Belanda (MVO), Frans Classen, menegaskan bahwa jalan ke depan adalah melalui dialog yang lebih kuat, inklusif, dan konstruktif di antara semua pemangku kepentingan. Hal tersebut harus mencakup jutaan petani kecil yang memainkan peran penting dan tak tergantikan dalam rantai pasokan pasar UE. Keterlibatan mereka sangatlah penting.
Diskusi di konferensi tersebut memberikan wawasan berharga mengenai dinamika pasar saat ini, mengeksplorasi tantangan dalam menyeimbangkan peningkatan permintaan dengan praktik berkelanjutan dan mitigasi perubahan iklim. Para ahli menekankan perlunya pendekatan seimbang yang mendukung ketahanan pangan dan ketahanan energi sekaligus memajukan pengelolaan lingkungan.
Konferensi ini juga menunjukkan praktik dan teknologi pertanian inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan keberlanjutan dan ketahanan iklim di berbagai jenis minyak nabati. Presentasi-presentasi yang ada juga menyoroti kemajuan dalam produksi minyak yang berkontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dengan ditetapkannya EUDR yang akan mempengaruhi perdagangan global minyak nabati, konferensi ini mengkaji kesiapan industry untuk mematuhi peraturan baru, dengan fokus pada implikasi bagi inklusivitas petani kecil dan ekuitas perdagangan. Diskusi tersebut memberikan pemahaman yang lebih jelas tentang tantangan dan peluang di masa mendatang.
Hampir 250 peserta dari 16 negara termasuk negara-negara produsen dan konsumen utama seperti Indonesia, Malaysia, Uni Eropa, Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Australia bersama dengan perwakilan dari organisasi internasional seperti Organisasi Pangan dan Pertanian (Food and Agriculture Organization/ FAO), Badan Energi Terbarukan Internasional (International Renewable Energy Agency/IRENA), Badan PBB untuk Perdagangan dan Konferensi (United Nations for Trade and Conference/UNCTAD), dan Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO) telah berpartisipasi aktif dalam SVOC ke-3.