» Masalah pangan yang sangat rentan mengancam negara miskin dan berkembang sudah disampaikan dalam KTT G7.

» Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Russia menunjukkan Indonesia punya kemampuan menengahi konflik di dunia.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam lawatannya ke luar negeri menghadiri pertemuan kelompok negara-negara industri maju yang tergabung dalam G7, dan dilanjutkan dengan menjalankan misi perdamaian ke Ukraina dan Russia dinilai berbuah manis. Sebab, dalam pertemuannya dengan Presiden Russia, Vladimir Putin, Presiden Jokowi memperoleh keuntungan yang sangat dibutuhkan saat ini, yaitu suplai pupuk dan bahan bakunya.

Putin bahkan mengatakan Indonesia adalah negara sahabat, sehingga pihaknya siap memenuhi kebutuhan pupuk ke Indonesia. Komitmen tersebut sangat penting bagi Indonesia, terutama bagi para petani yang saat ini kesulitan memperoleh pupuk dengan harga yang terjangkau.

Pakar Ekonomi dan Politik Internasional dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, M. Riza Noer Arfani, mengatakan kehadiran Presiden Jokowi memenuhi undangan KTT G7 yang dilanjutkan dengan lawatan langsung ke Ukraina dan Russia, betul-betul bermakna strategis bagi Indonesia dan juga pemulihan ekonomi dunia secara umum.

Problem pangan, sudah disampaikan Presiden Jokowi pada KTT G7 bahwa persoalan ini telah mengancam negara-negara sedang berkembang. Sebab, jika rantai pasok pangan terganggu, dampaknya harga-harga bahan pokok akan naik. Kondisi tersebut tentu sangat berpengaruh pada negara-negara yang sedang berkembang.

Kunjungan Presiden, jelasnya, tampaknya membuahkan hasil dengan tercapainya beberapa inisiatif, misalnya akan dibukanya koridor untuk suplai pangan dan juga pupuk. Koridor suplai pangan yang terkait rantai pasok pangan tersebut sangat penting karena Ukraina selama ini kehilangan akses ekspor.

"Hal ini saya kira yang mengganggu sektor pangan di dunia. Kalau nanti disepakati, paling tidak ada pernyataan awal dari kedua belah pihak menggagas koridor terkait rantai pasok pangan, dan saya kira itu capaian yang besar dari Pak Jokowi. Kita tunggu juga yang menyangkut energi," jelas Riza.

Sementara itu, Ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, (UMY), Achmad Maruf, mengatakan kunjungan Presiden Jokowi ke Ukraina dan Russia menunjukkan kekuatan besar Indonesia dalam usaha menengahi ketegangan dunia. Selain itu, Indonesia juga menunjukkan bahwa kepentingan nasionalnya dalam rangka berhubungan dengan Russia dan Ukraina, tidak bisa ditekan oleh siapa pun.

"Ngotot mengundang Russia ke Indonesia di forum G-20 meski ditentang negara-negara besar, dan sekarang malah menjalin deal dengan Putin soal pupuk. Ini menunjukkan kita negara besar dan kuat," kata Maruf.

Program Subsidi

Dihubungi pada kesempatan yang berbeda, Pakar Pertanian dari Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Surabaya, Ramdan Hidayat, menyampaikan bahwa tawaran Russia tersebut perlu disambut baik. Namun, pemerintah harus mengutamakan alokasi bantuan tersebut untuk program pupuk bersubsidi.

"Sebagai negara dengan sumber daya yang besar, tentu bantuan pupuk Russia ini akan sangat berguna. Memang perlu dicermati, apakah bantuannya dalam bentuk bahan baku atau jadi. Karena kalau bentuk jadi, bantuan ini akan mempengaruhi kinerja produksi pabrik pupuk dalam negeri, karena selama ini meskipun miskin, petani tetap membeli, karena pupuk bersubsidi pemerintah takaran kandungannya tidak tepat. Tentu pupuk bantuan ini kandungannya terpercaya. Namun yang terpenting adalah bantuan ini harus diperuntukkan bagi program pupuk bersubsidi, untuk petani sebagai pihak yang selama ini harus berjuang agar tetap berproduksi dengan terpaan produk impor," katanya.

Petani, jelasnya, tinggal diberi sosialiasi bahwa kandungannya sudah tepat. Karena selama ini untuk petani yang menggunakan produk bersubsidi, mereka melipatgandakan dosisnya karena kandungan yang kurang. Pemerintah juga harus memastikan ketersediaan pupuk bersubsidi yang tepat kandungannya, dan tepat sasaran. Meskipun ada aturan WTO, negara lain juga tetap mensubsidi petaninya.

Dari Russia, Presiden Jokowi sesuai jadwal, mampir ke Abu Dhabi, Uni Emirat Arab (UEA), untuk melanjutkan kembali pembahasan kerja sama ekonomi dan investasi. Sebelum melakukan pertemuan bilateral dengan Presiden Uni Emirat Arab (UAE), Sheikh Mohamed bin Zayed bin Sultan Al Nahyan, Kepala Negara mengawali agendanya dengan bertemu pebisnis dan investor dari UAE.

Baca Juga: