JAKARTA - Pengamat kebijakan public Narasi Institute, Achmad Nur Hidayat mengatakan bahwa harga BBM subsidi tidak sepantasnya dipaksa naik sebab harga minyak dunia saat ini sudah turun. Achmad mengemukakan bahwa pada Kamis, 1/9/2022 harga minyak dunia anjlok. hingga 3,4 persen pada akhir perdagangan waktu AS. Harga minyak mentah berjangka Brent untuk pengiriman November anjlok hingga 3,4 persen atau US$3,28 menjadi US$92,36 per barel di London ICE Futures Exchange.

Dan minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Oktober turun 3,3 persen atau US$2,94 menjadi US$86,61 per barel di New York Mercantile Exchange. Pelemahan harga crud oil, menurut Achmad, juga dipengaruhi oleh adanya lockdown covid-19 di China.

"Yang menjadi pertanyaan adalah apakah penurunan harga ini apakah akan mempengaruhi harga BBM di Indonesia? Untuk BBM Non Subsidi tentunya ini berpengaruh, terbukti dengan turunnya harga minyak BBM non subsidi yang diumumkan tanggal 1 September kemarin.

Tapi apakah ini berpengaruh terhadap BBM bersubsidi? Jawabannya sangat pesimis karena hal ini tidak akan terjadi," papar Achmad Nur Hidayat dalam rilis yang diterima redaksi Jumat (2/9).

Justru sebaliknya, seperti yang sudah diduga sebelumnya bahwa tidak berubahnya harga BBM bersubsidi pada tanggal 1 September 2022 dapat diasumsikan bahwa kenaikan BBM ini masih dalam pertimbangan sebagaimana yang disampaikan oleh Presiden Jokowi pada hari Kamis, 02/9/2022 di Papua.

"Kabar ini menegaskan bahwa BBM akan benar-benar naik dan rakyat harus bersiap menghadapi dampak yang akan timbul," tandas Achmad.

Menurut Achmad, Aksi protes kebijakan kenaikan BBM sudah terjadi dimana-mana dan sebagian berlangsung ricuh. Jika dampak ekonomi yang dirasakan masyarakat lebih berat dikhawatirkan akan terjadi gelombang penolakan yang menyebabkan people unrest dan yang paling dikhawatirkan adalah kenaikan angka kemiskinan memicu lonjakan angka kriminal akibat himpitan ekonomi.

"Terlalu besar resiko yang harus ditelan oleh rakyat jika kebijakan kenaikan BBM ini dipaksakan," katanya.

Semestinya anjloknya harga minyak dunia dijadikan momentum baik untuk mempertahankan harga BBM. Dan subsidi BBM sendiri dalam situasi sekarang dimana daya beli masyarakat masih lemah harus dicari jalan keluar baik itu merealokasi anggaran dari infrastruktur yang lemah proyeksi benefitnya atau juga memanfaatkan defisit anggaran yang saat ini toleransinya di atas 3%.

"Jika pemerintah memang pro rakyat maka alternatif realokasi anggaran untuk mempertahankan subsidi minyak pasti akan dilakukan," pungkas Achmad.

Baca Juga: