Berkembangnya asuransi jiwa tidak lepas dari konsep kepercayaan yang diberikan pemegang polis terhadap perusahaan (trust).

JAKARTA - Minat masyarakat terhadap produk proteksi diri turun pada triwulan kedua tahun ini yang diindikasikan dengan penurunan pendapatan premi asuransi jiwa. Selain dampak pelemahan daya beli akibat pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional, faktor kredibilitas ditengarai turut mempengaruhi penurunan kinerja tersebut.

Berdasarkan laporan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), sepanjang April-Juni 2019, total pendapatan premi industri asuransi jiwa tercatat sebesar 90,25 triliun, turun 3,6 persen dibandingkan capaian pada periode sama tahun lalu atau year-on-year (yoy). Kondisi tersebut dipengaruhi penurunan pendapatan premi baru sebesar 8,8 persen secara yoy menjadi 54,57 triliun rupiah.

"Penurunan pendapatan premi baru dipengaruhi melambatnya kinerja saluran distribusi bancassura ce sebesar 16,8 persen dan saluran keagenan sebesar 8,6 persen dan masing-masing berkontribusi sebesar 50,8 persen dan 27,5 persen," papar Dewan Pengurus AAJI, Budi Tampubolon, saat pemaparan kinerja industri asuransi jiwa triwulan II-2019 di Jakarta, Rabu (11/9).

Sementara itu, total premi lanjutan pada triwulan II-2019 tercatat sebesar 35,68 triliun rupiah atau meningkat 5,8 persen secara yoy. Penurunan pendapatan premi tersebut terjadi di tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi nasional.

Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2019 mencapai 5,05 persen secara yoy, lebih rendah di banding triwulan II- 2018 sebesar 5,27 persen.

Laporan Bank Dunia

Tak hanya itu, lesunya minat masyarakat akan produk proteksi tersebut ditengarai akibat dampak penurunan kredibilitas terhadap industri tersebut. Sebelumnya, dalam laporan bertajuk Risiko Ekonomi Global dan Implikasi terhadap Indonesia, Bank Dunia memperingatkan pelemahan di sektor asuransi.

Meskipun sistem keuangan di Indonesia secara keseluruhan dinilai masih kuat terhadap guncangan, Bank Dunia menyebut ada dua hal yang perlu mendapatkan tindakan dan kebijakan yang bersifat segera. Salah satunya, menjaga kredibilitas sistem keuangan dengan mengatasi pelemahan di sektor asuransi.

Menurut Bank Dunia, dua perusahaan asuransi jiwa terbesar di Indonesia yakni Asuransi Jiwa Bersama (AJB) Bumiputera 1912 dan Asuransi Jiwasraya yang dinilai tidak mampu memenuhi kewajiban. "Perusahaan tersebut mungkin menjadi tidak likuid dan membutuhkan perhatian segera," demikian laporan Bank Dunia edisi September 2019.

Menanggapi itu, Budi menekankan urgensi penyelesaian masalah dua perusahaan anggota AAJI tersebut. "Semakin kita menunggu masalahnya tidak menjadi makin mengecil bahkan masalah akan bertambah besar karena asuransi jiwa merupakan investasi jangka panjang," ujarnya.

Menurutnya, berkembangnya asuransi jiwa tidak lepas dari konsep kepercayaan yang diberikan pemegang polis terhadap perusahaan (trust).

uyo/E-10

Baca Juga: