Pertumbuhan investor pasar modal tahun ini ditopang oleh investor domestik sehingga diharapkan dapat memperkuat ketahanan bursa saham Indonesia dari goncangan eksternal.

JAKARTA - Pemerintah menyebutkan jumlah investor pasar modal terus meningkat dengan total 7,15 juta investor per November atau tumbuh 84,27 persen secara tahun kalender atau year to date (ytd). Meski demikian, pemerintah diharapkan terus memperbaiki kemudahan berbisnisnya demi menumbuhkan kepercayaan investor.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pertumbuhan investor pasar modal itu ditopang oleh investor domestik. "Kondisi ini memperkuat ketahanan pasar modal Indonesia dari goncangan eksternal. Saya mengapresiasi pasar modal tumbuh dan bertahan di tengah pandemi," ucapnya saat menjadi keynote speech pada acara Economic Outlook Festival 2022 di Jakarta, Rabu (15/12).

Selain itu, lanjut Airlangga, sepanjang 2021 tercatat ada 52 emiten baru di pasar saham yang melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering (IPO) dengan total penghimpunan dana mencapai 62,2 triliun rupiah. Capaian tersebut lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya, yakni 51 perusahaan melakukan IPO dengan total penghimpunan dana senilai 5,58 triliun rupiah.

Pemerintah tetap berkomitmen melanjutkan berbagai program pemulihan ekonomi dan reformasi struktural di tahun depan. Percepatan investasi tentunya juga membutuhkan dukungan pembiayaan.

Melalui Sovereign Wealth Fund yakni Lembaga Pengelola Investasi/ Indonesia Invesment Authority (INA), pemerintah akan terus berupaya memenuhi berbagai kebutuhan pembiayaan untuk mengakselerasi pembangunan dan pemulihan ekonomi nasional.

Terkini, pemerintah berhasil mendapatkan lima komitmen maupun peluang investasi dengan investor-investor dari Persatuan Emirat Arab (PEA/ UAE) dengan estimasi nilai investasi 9,05 miliar dollar AS di berbagai sektor strategis seperti infrastruktur digital, pelabuhan, energi, dan jalan tol.

Pemerintah, papar dia, terus memonitor sejumlah tantangan dan risiko seperti inflasi, disrupsi supply chain, krisis Evergrande di Tiongkok, serta risiko yang mempengaruhi capital flow Indonesia seperti tapering off The FED dan potensi kenaikan suku bunga acuan AS. Kondisi tersebut perlu diwaspadai agar tidak mengganggu momentum pemulihan ekonomi ke depan.

Iklim Usaha

Direktur Program Indef, Esther Sri Astuti, meminta pemerintah terus memperbaiki iklim usaha. Sebab, kemudahan berbisnis di Indonesia masih kalah dibanding sejumlah negara pesaing lain di kawasan Asia Tenggara (Asean).

Berdasarkan data World Bank, kemudahan berusaha di Indonesia naik di urutan 73 pada 2019, dari sebelumnya di angka 114. Namun, untuk tahun ini, peringkat kemudahan berbisnis di Indonesia tetap di rangking ke-73.

Menurut Esther, apabila kemudahan berbisnis ini tidak dibenahi RI akan kalah bersaing dengan banyak negara lainnya termasuk Vietnam yang dulu banyak belajar dari RI. "Birokrasi yang lama dan izin yang berbelit-belit harus dihilangkan, biar investor semakin tertarik berbisnis di Indonesia," tegas Esther.

Baca Juga: