Langkah penanggulangan pandemi Covid-19 terus dilakukan pemerintah dengan berbagai strategi, namun angka penambahan kasus yang posistif terus meninggi di sejumlah provinsi. Hingga 1 Juli 2020, kasus positif korona di seluruh provinsi di Tanah Air bertambah 1.385 pasien yang positif, sehingga total menjadi 57.770 orang.

Meski demikian, berbagai kelonggaran dalam kegiatan warga diberikan dengan alasan kita harus berdamai dengan korona. Karena itu, saat ini istilah hidup dalam suasana kenormalan baru atau new normal diterapkan. Memang kegiatan ekonomi dan sosial, serta pendidikan, dan keagamaan telah lebih tiga bulan terhenti, walau tidak total.

Dalam era new normal, masyarakat dibolehkan melakukan kegiatan ekonomi, perdagangan, ibadah, dan sebagainya, kecuali pendidikan yang masih dilakukan secara daring. Tetapi, masyarakat juga diingatkan untuk tetap menaati protokol kesehatan yang paling mendasar yakni menggunakan masker, menjaga jarak fisik, dan mencuci tangan dengan sabun di air mengalir setelah melakukan kegiatan.

Kelonggaran bukan saja di mal, perkantoran, transportasi, fasilitas umum, tetapi juga di pasar tradisional. Sayangnya, kegiatan ekonomi perdagangan di pasar tradisional tak ketat melaksanakan protokol kesehatan. Apalagi jika kita perhatikan setiap pagi di pasar tradisional, bukan saja antarpedagang yang tidak menjaga jarak, tetapi juga pembeli. Ini tentunya sangat rawan dan potensial menjadi klaster baru penyebaran virus.

Potensi penyebaran virus dari pasar tradisional ini dapat dilihat dari data di DKI Jakarta pada awal penerapan kebijakan PSBB transisi atau memasuki new normal. Ketika itu, sebanyak 79 pedagang pasar di 12 pasar tradisional terinfeksi virus korona. Karena itu, pasar-pasar tersebut sempat di tutup beberapa hari guna membersihkan virus.

Bila kita amati kehidupan di pasar tradisional dari pagi sekali hingga siang, para pedagang dan pembeli relatif mengabaikan protokol kesehatan. Mereka seperti tak merasa ada sesuatu yang bahaya di sekitar mereka. Mungkin saja mereka kurang mendapatkan sosialisasi yang intensif mengenai potensi penyebaran virus oleh petugas, dan juga dasarnya memang mereka kurang paham.

Sejumlah pedagang bahkan merasa tak masalah alias cuek terhadap korona ini. Beberapa pedagang ada yang menyatakan korona memang bahaya, tapi lebih berbahaya jika tak berjualan, tak ada uang, dan kelaparan. Karena itu, dalam konteks pencegahan, tak ada salahnya pihak terkait lebih intensif mengawasi pasar tradisional dan melakukan sosialisasi intensif bagaimana mencegah penularan virus korona.

Kita menyambut gembira pernyataan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, yang ketika mengumumkan perpanjangan transisi PSBB di Jakarta, akan diteruskan hingga 14 hari ke depan, yakni hingga 16 Juli 2020 dan pasar tradisional dan juga KRL, akan diawasi secara ketat. Semua itu untuk mencegah penularan virus dari tempat berkerumunya warga di KRL dan pasar. Anies Baswedan menegaskan masih perlu ada peningkatan kedisiplinan masyarakat.

Meski demikian, Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan pengendalian pasar tradisional di Jakarta merupakan yang paling kompleks. Sebab, pasar merupakan tempat interaksi banyak orang dari berbagai daerah.

Dalam ruang ini, kita ingin mengingatkan lagi kepada masyarakat, khususnya kaum ibu dan mereka yang sering belanja di pasar tradisional untuk memperhatikan protokol kesehatan, demi kepentingan semua. Begitu juga kepada aparat terkiat hendaknya terus memberikan sosialisasi dan arahan yang jelas kepada pedagang bahwa wabah Covid-19 di Indonesia masih cukup besar dan kita belum dapat mengatasinya dengan cepat.

Kelengahan kita, apalagi sikap yang tak mau peduli atas kepentingan banyak orang dengan mengabaikan protokol kesehatan, dampaknya akan sangat besar bagi kita semua, dan tentunya "perang terhadap Covid-19" akan semakin lama. ν

Baca Juga: