Karakteristik kulit manusia sangat bergantung pada tingkat hidrasi jaringan atau kandungan airnya. Hal ini juga mengubah interaksinya dengan tekstil.

Sampai saat ini, untuk menentukan interaksi antara kulit manusia dan tekstil hanya dengan cara uji klinis pada subyek manusia. Ini karena tingkat kelembaban kulit yang tinggi akan membuat kulit menjadi lembut dan mengubah penampilan kulit itu sendiri. Namun, kini para peneliti mengembangkan model kulit berbasis gelatin buatan yang mampu mensimulasikan kulit manusia secara hampir sempurna.

Teknologi ini dapat digunakan untuk mengukur interaksi antara kulit manusia dengan tekstil atau bahan lain. Pengujian ini tanpa menggunakan manusia secara langsung. Kelembaban kulit manusia akan memengaruhi karakteristiknya. Tingkat kelembaban kulit yang tinggi akan membuat kulit menjadi lembut dan mengubah penampilan kulit itu sendiri.

Kelembaban kulit juga menyebabkan lapisan atas kulit (kornea Stratum) membengkak. Ini menjadi lebih lembut dan halus. Dan ini memberikan area kontak yang lebih besar yang meningkatkan gesekan. Namun, gesekan terlalu tinggi memiliki efek negatif. Hasilnya adalah lecet pada kaki atau tangan, iritasi atau ruam.

Terutama sehubungan dengan tekstil yang menutupi kulit kita, reaksi semacam itu sering terjadi. Dan karenanya kondisi ini jelas tidak diinginkan. Untuk menguji interaksi antara kulit dan tekstil, biasanya para sukarelawan yang telah terlibat, diminta untuk menggosok kulit mereka terhadap bahan yang menjadi objek penelitian peneliti.

Hal tersebut biasanya untuk menentukan bagaimana kulit bereaksi terhadap bahan tersebut. Cara ini bisa sangat mahal dan melelahkan, bahkan terkadang menyakitkan. Cara ini juga bukan tanpa tingkat risiko tertentu yang dialami para relawan. Tekstil juga bereaksi berbeda terhadap kelembaban permukaan kulit.

Sedikit keringat saat berjalan, keringat saat berolahraga atau berlari saat hujan, musim panas dan lain sebagainya, semuanya memiliki efek berbeda. Pra-tes Model Kulit Di masa depan, tidak perlu lagi relawan menggosokkan t-shirt mereka untuk sebuah penelitian. Peneliti Swiss Federal Laboratories for Materials Science and Technology (EMPA), Agnieszka Dabrowska telah mengembangkan model kulit yang dapat mensimulasikan karakteristik kulit manusia dengan tepat.

Model ini dapat mereproduksi perilaku gesekannya melawan tekstil dalam kondisi berkering dan terhidrasi. Di masa depan, teknologi ini bisa dikembangkan dan digunakan sebagai model untuk membantu pengembangan sebuah tekstil baru. Teknologi ini juga menjadi bahan lainnya yang mungkin akan bersentuhan langsung dengan kulit manusia dalam aplikasinya.

Dengan kondisi seperti ini, model ini mengubah karakteristiknya dengan cara yang persis sama seperti kulit manusia asli. Dengan demikian dapat memberikan wawasan awal tanpa melibatkan manusia pada risiko cedera atau bahaya. Permukaan model kulit juga berubah dengan cara yang persis sama seperti kulit asli: membengkak saat berhubungan dengan air dan dengan demikian menjadi lebih halus dan lembut.

Tentu saja, masih perlu untuk "memasukkannya ke tes" dengan kulit asli untuk pengembangan tekstil berikutnya. Namun tekstil yang tidak sesuai dapat ditolak pada tahap awal dengan mudah, dengan cara bebas risiko dan tanpa pengeluaran dan upaya yang besar. Dasar dari model ini adalah gelatin standar, yang disematkan Agnieszka Dabrowska pada lapisan kapas.

Namun, gelatin normal larut dalam kontak dengan air. Untuk mencegah hal ini, Dabrowska menambahkan proses pengikatan silang dimana rantai polimer dihubungkan melalui reaksi kimia. Teknik ini memegang molekul secara bersama-sama dan mencegah peluruhan. "Awalnya saya ingin bekerja dengan keratin," kata Dabrowska.

Keratin adalah protein berserat yang tidak larut dalam air di kulit. Tapi produknya sangat mahal. "Gelatine memiliki karakteristik yang mirip dengan keratin, tapi jauh lebih murah," kata Dabrowska. "Ada juga peneliti yang telah melakukan percobaan pendahuluan dengan beruang bergetah misalnya," tambah Dabrowska.

Mereka juga membengkak saat mereka bersentuhan dengan air - persis seperti kulit manusia. Model yang terbuat dari gelatin harganya juga cukup murah, dibandingkan dengan model yang terbuat dari keratin yang cukup mahal. Namun, peneliti EMPA Dabrowska telah melangkah lebih jauh. Model saat ini bergantung pada sumber air eksternal, namun ini segera akan berubah.

Timnya ingin membuat kulit buatan yang mampu berkeringat dari beberapa pori-pori agar bisa mendekatkan kulit buatan ini pada realitas kulit sesungguhnya.

nik/berbagai sumber/E-6

Baca Juga: