Peneliti memusatkan perhatian pada sayuran cruciferous untuk menunjukkan manfaat perlindungan terhadap kanker dan paru-paru.

Periset di Georgetown Lombardi Comprehensive Cancer Center di Washington, DC, telah mengembangkan sebuah metode yang dapat dengan cepat mengevaluasi senyawa makanan tertentu dalam urin manusia. Mereka mengatakan metode mereka suatu hari nanti bisa menggantikan log makanan yang tidak dapat diandalkan.

Metode ini digunakan dalam studi populasi untuk meneliti efek diet terhadap kanker dan juga akan membantu ilmuwan mengidentifikasi secara akurat makanan antikanker yang paling menguntungkan.

Untuk penelitian mereka, para peneliti memusatkan perhatian pada sayuran cruciferous, yang menunjukkan manfaat perlindungan terhadap kanker paru-paru dalam sebuah studi terhadap lebih dari 63.000 orang yang berpartisipasi dalam Studi Kesehatan China Singapura National Institutes of Health.

Beberapa sayuran merupakan makanan utama dalam makanan Asia, diantaranya termasuk kubis, kubis Brussel, brokoli, kembang kol, bok choy dan selada air.

"Kami tahu makanan ini bermanfaat bagi kesehatan, dan metode sepuluh menit yang kami kembangkan, yang dapat menguji keberadaan senyawa spesifik yang terkait dengan sayuran ini, akan membantu peneliti mengukur seberapa banyak molekul ini dikonsumsi," kata Marcin Dyba, PhD, dari Georgetown Lombardi sekaligus penulis utama dalam riset ini. Dyba pernah mempresentasikan temuan penelitian ini pada pertemuan tahunan American Association for Cancer Research.

Dyba mengatakan tes urine juga akan memungkinkan ilmuwan untuk mengetahui senyawa mana yang terkait dengan sayuran cruciferous yang memiliki kaitan terkuat dengan pencegahan kanker.

Temuan tersebut kemudian dapat diuji pada model hewan, dan jika ada molekul yang diketahui sangat protektif terhadap kanker, informasi tersebut dapat menjadi rekomendasi diet yang lebih kuat atau suplemen makanan. "Kami sangat tertarik untuk memahami bagaimana dan mengapa senyawa itu bekerja," kata Dyba.

"Anda tidak bisa melakukan pekerjaan ini hanya dengan menggunakan makanan yang dilaporkan sendiri," tambah Dyba.

Para ilmuwan Georgetown memvalidasi keefektifan alat mereka menggunakan urin yang dikumpulkan sebagai bagian dari Singapore Chinese Health Study.

Penelitian yang dimulai di Singapura pada tahun 1993 ini dirancang untuk melihat efek diet terhadap kanker dan sejumlah kelainan lainnya. Peneliti, yang dipimpin oleh Jian-Min Yuan, MD, PhD, dari University of Pittsburgh Cancer Institute ini, melibatkan lebih dari 63.000 penduduk Singapura berusia setengah baya dan yang lebih tua. Juga ada 165 item kuesioner yang harus diisi dan para peneliti mengikuti mereka selama beberapa tahun melalui telepon.

Pada tahun 2005, sekitar setengah dari peserta studi menyumbangkan biospecimens, dan penelitian yang meneliti sumbangan air seni menemukan senyawa dari sayuran cruciferous yang mungkin menawarkan manfaat anti kanker.

Tes urin baru mencari anggota keluarga isothiocyanates (ITCs) tertentu, yang ditemukan di sayuran cruciferous. Penelitian pada hewan dan sel telah menunjukkan bahwa berbagai jenis ITC memiliki beragam sifat dan potensi antikanker, menunjukkan bahwa mereka tidak sama dalam perlindungan terhadap kanker.

"Kami tim mengembangkan tes kami karena tidak ada cara untuk mengetahui ITC spesifik mana yang bekerja paling baik," kata Dyba. nik/berbagai sumber/E-6

Baca Juga: