oleh Djoko Subinarto

Di era digital, data merupakan harta tak ternilai. Maka, keamanannya mesti menjadi prioritas tatkala melakukan aktivitas online atau saat memanfaatkan jejaring media sosial. Tak bisa dimungkiri, kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) membuat kehidupan semakin mudah.

Pada saat sama, orang mengalami pula banjir informasi yang sulit dibendung. Gelontoran informasi menyumbang terciptanya samudera data yang bisa sangat menguntungkan tatkala berhasil dianalisis, dieksploitasi, dan dikapitalisasi secara canggih.

Suka atau tidak, internet sebagai salah satu bagian perkembangan TIK telah menjadikan informasi bukan lagi monopoli segelintir individu atau kelompok. Sepanjang bisa akses internet, semua bisa melahap informasi, tanpa batas. Mereka juga bisa memproduksi informasi, terlepas bernilai atau tidak, dan menyebarkan ke seantero jagat.

Menurut data We Are Social and Hootsuite, jumlah penduduk dunia yang terkoneksi internet pada 2018 mencapai empat miliar. Jadi, penetrasi internet telah mencapai hampir 53 persen total populasi penduduk dunia sekitar 7,59 miliar.

Data We Are Social and Hootsuite juga menyebutkan, 54 persen penduduk dunia mengakses internet melalui perangkat smartphone. Sisanya, lewat komputer pribadi 41 persen, komputer tablet 5 persen, dan perangkat lain 0,14 persen. Saat ini, Indonesia berada di peringkat keenam pengguna internet terbanyak dunia, setelah Jepang, Brazil, India, Amerika, dan Tiongkok. Jumlahnya sebanyak 171,17 juta jiwa atau 64,8 persen total penduduk.

Sayang, belum produktif. Sebagian besar pengguna internet hanya untuk hiburan. Survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) memperlihatkan, 89,35 persen pengguna internet Indonesia hanya untuk akses aplikasi percakapan (chatting) dan 87,13 persen untuk mengakses media sosial (medsos).

Ini selaras dengan hasil survei Nielsen -- lembaga riset informasi dan media yang berkantor pusat di New York, Amerika Serikat. Dia menyebutkan, secara umum pengguna internet lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengakses medsos ketimbang situs lain.

Aneka medsos membuat orang memiliki lebih dari satu akun, sehingga semakin tenggelam dalam aktivitas di dunia virtual. Survei jobstreet.com menunjukkan, 22 persen karyawan Indonesia setidaknya memiliki tiga akun medsos. Kemudian, 21 persen lainnya memiliki lebih dari lima akun, dan 18 persen memunyai empat akun. Sedangkan para karyawan yang hanya memunyai dua akun 16 persen. Mereka rata-rata menghabiskan tiga jam (waktu kerja hanaya 8 jam) sehari mengakses medsos.

Jenis Data

Medsos menyumbang terciptanya samudera data digital. Komentar, unggahan gambar maupun video, tautan, atau bahkan cuma lambang acungan jempol tanda like dapat menjadi data. Barangkali masih ingat kasus Cambridge Analytica, perusahan konsultan politik yang memiliki kantor di New York, Washington dan London berhasil menambang 50 juta data pengguna Facebook.

Data pengguna Facebook dijadikan bahan untuk kampanye pemenangan Donald Trump masa Pilpres Amerika Serikat. Buntutnya, Facebook menuai hujan kritikan dan hujatan. Harga sahamnya anjlog sampai rugi sekitar 40 miliar dollar AS.

Bocornya data 50 juta pengguna Facebook ke pihak ketiga bermula tatkala Alexander Kogan, akademisi Universitas Cambridge, Inggris, mengenalkan aplikasi kuis digital This is Your Digital Life untuk penelitian. Kogan lantas minta izin Facebook untuk menyelenggarakan kuis menguji kepribadian. Caranya, mengundang sekitar 300 ribu pengguna Facebook berpartisipasi.

Selain mengumpulkan data kepribadian peserta kuis, aplikasi ternyata juga mampu menambang data pribadi teman-teman peserta kuis. Hasilnya, didapat data sekitar 50 juta pengguna Facebook. Data tersebut oleh Kogan di-share ke Cambridge Analytica, yang lantas memanfaatkannya antara lain untuk kampanye pemenangan Donald Trump tahun 2016.

Setelah Cambridge Analytica, belakangan muncul kasus Age Challenge FaceApp yang disinyalemen data para pengguna aplikasi pengubah wajah lewat jejaring medsos kemungkinan dapat disalahgunakan pihak ketiga. Menurut Peter Kostadinov, analis teknologi PhoneArena, seluruh konten pengguna Age Challenge FaceApp seperti nama, wajah, maupun informasi-informasi yang dibagikan akan tersimpan dalam server cloud. Pengembang aplikasi memiliki lisensi untuk mengolah dan memanfaatkannya.

Di era digital, data merupakan harta sangat bernilai. Sayang, masih banyak orang saat online masih sembrono menggunakan data pribadi. Mengingat nilainya demikian berharga, keamanan data semestinya dijaga saat online, terutama medsos. Maka, perlu berhati-hati pula tatkala mengikuti kuis ataupun survei digital yang terhubung dengan sebuah platform medsos.

Jangan sampai data dan preferensi diri kita maupun orang-orang dekat jatuh ke tangan orang-orang tidak bertanggung jawab. Cerdas dan waspadalah saat beraktivitas di dunia maya. Kasus-kasus bocornya data pribadi buntut aktivitas online harus menjadi pelajaran semua agar lebih meningkatkan kewaspadaan dalam memanfaatkan berbagai produk teknologi digital. Penulis alumnus Universitas Padjadjaran

Baca Juga: