Sebelum pesawat X, para ilmuwan yang bekerja untuk National Advisory Committee for Aeronautics (NACA) pendahulu NASA, melakukan penelitian mereka di terowongan angin dan dengan pesawat produksi yang dimodifikasi, membangun reputasi kualitas di seluruh dunia

Bagi sebagian orang, membuat pesawat eksperimental X-plane yang menghasilkan dentuman senyap masih sangat sulit. Bagi mereka, penerbangan adalah teknologi matang yang telah kehabisan ide baru yang besar, setelah sekian lama tidak ada lagi terobosan teknologi yang dihasilkan.

Namun demikian banyak yang tidak setuju. Proyekoff-the-booksdalam dunia penerbangan menjadi semakin penting ketika desas-desus tentang eksperimen jet dan roket Jerman mulai berkembang "Mengintegrasikan ide-ide baru atau teknologi baru adalah bagian tak terpisahkan dari X-59," kata Kepala Sejarawan di Pusat Penelitian Penerbangan Armstrong NASA, Christian Gelzer, seperti dilaporkanBBC.

"Seperti pengumpulan data dunia nyata, para insinyur yang mengerjakan X-59 menginginkan data untuk alasan yang sama dengan mereka yang mengerjakan X-1," kata Gelzer. "Mereka mencoba untuk mencari tahu apakah mereka dapat memprediksi seperti apa sebuah pesawat tanpa membuatnya. Tidak ada yang pernah membangun yang seperti ini sebelumnya," imbuh dia.

Sebelum pesawat X, para ilmuwan yang bekerja untuk National Advisory Committee for Aeronautics (NACA) pendahulu NASA, melakukan penelitian mereka di terowongan angin dan dengan pesawat produksi yang dimodifikasi, membangun reputasi kualitas di seluruh dunia.

Kemudian pada 1930-an semuanya berubah. Ahli aerodinamis John Stack membuat sketsa idenya untuk pesawat penelitian skala penuh yang dibuat khusus yang mampu mencapai Mach 1 atau satu kali kecepatan suara. Sepuluh tahun kemudian Stack dan sekelompok kecil insinyur bekerja untuk mengubah ide ini menjadi desain kendaraan uji kecepatan tinggi yang sebenarnya.

Apa yang merupakan proyekoff-the-booksmenjadi semakin penting ketika desas-desus tentang eksperimen jet dan roket Jerman mulai berkembang. Angkatan Udara Amerika Serikat (USAAF) mendengar tentang proyek tersebut, dan mereka menginginkan satu perubahan besar: pesawat harus ditenagai oleh mesin roket.

Pesawat bertenaga roket mungkin terdengar konyol, tetapi sangat ideal untuk menembus penghalang suara karena mereka memiliki akselerasi dan kecepatan yang jauh lebih tinggi daripada pesawat jet berukuran sama.

Penerbangan supersonik saat ini dibangun di atas apa yang diajarkan X-1 kepada para insinyur tentang aliran udara supersonik, kinerja material pada kecepatan tinggi, dan bentuk propulsi yang paling efektif, serta data yang diberinya tentang bagaimana penerbangan supersonik mempengaruhi fisiologi manusia.

"Penerbangan yang stabil dalam rezim subsonik telah terjadi sejak Wright bersaudara dan tiba-tiba Anda memiliki pesawat yang Anda rancang untuk melewati kecepatan ini," kata ilmuwan dari University of Texas di San Christopher, Combs. "Itu benar-benar membedakan X-1 sebagai salah satu pesawat paling berdampak yang pernah dibuat. Itu merupakan yang benar-benar menetapkan standar tinggi untuk pesawat X lainnya," imbuh dia.

Menurut Gelzel, masa keemasan pesawat-pesawat X mencapai puncaknya pada akhir 1950-an, dengan penerbangan pertama X-15 Amerika Utara pada 1959. Itu adalah demonstran hipersonik, dan masih memegang rekor penerbangan hipersonik berawak tercepat di Mach 6,7 (8.160 kilometer per jam). Antara 1959 hingga 1968, X-15 menunjukkan bahwa pesawat dapat pergi ke luar angkasa, dan kembali, dan tidak memerlukan kapsul dengan parasut.

Namun di balik kemewahan perlombaan luar angkasa, X-15 pada dasarnya adalah laboratorium terbang. Sekitar 765 makalah penelitian diproduksi, menyelidiki unsur-unsur seperti efek biomedis dari penerbangan g tinggi dan tanpa bobot, masalah stabilitas dan kontrol dalam penerbangan dan masuk kembali, kinerja struktur pesawat pada suhu yang sangat tinggi, dan keakuratan terowongan angin.

"Banyak sekali penelitian yang dihasilkan dari X-15, tetapi salah satu hal yang benar-benar diabaikan adalah apa yang diberikannya kepada kita tentang faktor manusia," kata Amy Shira Teitel, penulisBreaking the Chains of Gravity: The Story of Spaceflight Before NASA. "Kami belajar banyak tentang cara melatih pilot menerbangkan kendaraan yang tidak konvensional, dan untuk mengajari pilot cara mengatasi jauh melampaui apa yang biasanya mereka lakukan," imbuh dia.

Banyak dari penelitian ini masih relevan hingga saat ini, terutama dalam hal penerbangan hipersonik. "Pasti ada pelajaran dari program itu yang masih kita bicarakan, seperti bagaimana bermanuver dengan kecepatan hipersonik," kata Combs yang biasa meneliti pesawat pada terowongan angin hipersonik.

Program X-15 dibatalkan pada Desember 1968 setelah 199 penerbangan. Generasi baru pesawat X menyusul. Alih-alih pesawat roket yang dikemudikan yang dirancang untuk melaju lebih tinggi dan lebih cepat, pesawat-pesawat X baru sering kali tidak berawak dan dirancang untuk memecahkan masalah teknis yang spesifik dan tidak menarik, namun gagal menarik perhatian publik. ν hay/I-1

Baca Juga: