Ketenaran Tanah Sasak alias Pulau Lombok sudah cukup dikenal, terutama dari segi keindahan alamnya. Bagi penggemar traveling, kawasan yang menjadi bagian dari Provinsi Nusa Tenggara Barat ini identik dengan wisata bahari karena kaya akan koleksi pantai-pantai dan alam bawah lautnya yang mengagumkan.
Untuk menikmati keindahan bawah laut sekaligus memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke-72, maka komunitas selam Triton Dive mengunjungi Pulau Lombok selama tiga hari sejak 17 Agustus 2017. Komunitas yang berpusat di Jakarta ini punya latar belakang yang beragam dan berasal dari berbagai daerah, antara lain Surabaya, bahkan ada yang dari Filipina dan Korea Selatan.
Setelah berkumpul di Bandara Internasional Lombok Praya, Kamis (17/8), puluhan anggota Triton melakukan perjalanan darat selama sekitar satu jam menuju kawasan Pantai Senggigi. Meski cukup jauh perjalanan melewati Kota Mataram itu terasa menyenangkan, mata disuguhi pemandangan suasana pedesaan yang asri, serta jajaran nyiur yang indah di perbukitan pinggir pantai.
"Dive Spot"
Kecinan Setelah sampai di Pasific Beach Resort yang memiliki akses langsung ke pantai, pada pukul 10.30 WIT rombongan bersiap beralih menuju ke Dive Operator Scuba Froggy yang tidak jauh dari resort. Scuba Froggy yang menyediakan segala fasilitas untuk kegiatan scuba diving dan snorkling. Setelah persiapan perlengkapan selesai, puluhan penyelam Triton langsung menuju dive spot (titik selam) yakni Kecinan.
Lokasi tersebut dipilih karena bersifat Muck Dive, dengan kontur dasar pasir dan lumpur yang diperlukan untuk mengetahui sejauh mana keterampilan yang dimiliki setiap peselam. Untuk menyelam di Muck Dive diperlukan buoyancy (kemampuan apung) yang baik agar tidak menghempaskan lumpur atau pasir di dasar sehingga tidak berhamburan.
Pada lokasi ini, penyelam banyak menjumpai hewan-hewan kecil atau biasa disebut macro, seperti nudibranch, shrimp, dan juga frog fish. Tak hanya itu, rombongan Triton juga beruntung karena dapat menemukan ghost pipe fish yang jarang terlihat, serta kuda laut yang berukuran cukup besar.
Ghost pipe fish atau solenostomidae yang dijumpai adalah jenis Harlequin Ghost Pipefish. Dengan bentuknya yang aneh, ikan ini menyamar sebagai tumbuhan untuk menangkap organisme-organisme kecil. Ukuran harlequin ghost pipefish dapat berkembang hingga panjang 12 sentimeter.
Dengan bantuan guide lokal, Herman, para penyelam juga dapat mengidentifikasi beberapa udang glass shrimp yang sedang berada di anemon. Glass shrimp memakan organisme kecil atau sisa organisme lain yang sudah mati. Hewan itu bersimbiosis dengan anemon yang ada sebagai pembersih. Karena badannya yang transparan, jika tidak jeli, susah mengenali hewan ini.
Sementara itu, kuda laut yang ditemui kali ini cukup besar dan juga jarang ditemui, dengan ukuran lebih dari 10 sentimeter. Spesies yang berkembang biak melalui kehamilan jenis jantannya ini termasuk berada dalam status terancam. Kuda laut banyak ditangkap secara berlebihan karena dimanfaatkan sebagai pengobatan tradisional khas Tiongkok.
Setelah beristirahat sejenak di pantai selama satu jam sebagai prosedur jeda antara penyelaman, sekitar pukul 12 siang para anggota Triton kembali masuk ke air di sekitar Kecinan, namun menuju arah yang berbeda. Waktu itu para penyelam menemui arus yang cukup kuat, karena menjelang waktu air surut.
Masih bersifat muck dive, di spot ini rombongan menemukan beberapa hewan jenis nudibranch atau yang biasa disebut kelinci laut. Nudi berbentuk seperti lintah, namun tidak berbahaya. Sebagai mekanisme pertahanan, Nudi mengeluarkan asam dari kulitnya. Tubuhnya yang berwarna-warni membuatnya terhindar dari pemangsa, namun justru warnanya itulah yang membuat nudibranch sangat menarik bagi manusia.
Terdapat 2.300 jenis spesies dari nudibranch di dunia ini. Ada juga frog fish yang dapat dijumpai di spot Kecinan, namun memang jumlahnya tidak banyak dan penyelam harus jeli untuk menemukannya. Bentuk dan warnanya yang menyatu dengan karang membuat hewan yang hidup di kedalaman antara 20 sampai 100 meter ini sulit diidentifikasi. Bentuk dan warnanya yang menyatu dengan karang itulah sebagai kamuflase dari pemangsa.
Setelah melakukan penyelaman sekitar 40 menit, rombongan pun menyudahi petualangan hari pertama untuk menyambut datangnya matahari terbenam.
Harlik Reef
Hari ke dua, Jumat (18/8), rombongan melakukan tiga kali penyelaman dengan Harlik Reef sebagai pilihan lokasi. Pada titik penyelaman ini, wisatawan dapat melihat sisa-sisa kehancuran terumbu karang yang diakibatkan oleh penagkapan ikan dengan menggunakan bom, sehingga dampaknya sangat merugikan bagi ekosistem dasar laut.
Harlik Reef yang berada di antara Gili Trawangan dan Gili Air, memiliki keistimewaan tersendiri karena dengan mudah penyelam dapat berjumpa dengan penyu. Hal ini tidak mengherankan karena Pulau Gili Trawangan sudah cukup lama menjadi salah satu lokasi penangkaran hewan yang dilindungi itu.
Meski berada di habitat asli, dengan tubuhnya yang besar dan berat, penyu berenang dengan gerakan yang lamban, membuat penyelam leluasa menikmati momen yang indah dan anggun tersebut.
Pengalaman nyelam makin seru karena perairan Harlik Reef juga dihuni oleh hiu. Jenis yang banyak ditemukan adalah jenis white tip shark, sehingga aman karena termasuk jenis yang tidak memangsa manusia. Panjang white tip shark tidak terlalu besar, sekitar satu sampai dua meter saja. Mereka nampak hilir mudik di selasela batuan karang di dasar yang menjadi tempat persembunyiannya.
Tengah hari setelah istirahat makan, para penyelam melanjutkan perjalanan dengan perahu ke Gili Meno untuk melakukan penyelaman di Meno Wall. Kata "Wall" yang berarti dinding menunjukkan lokasi penyelaman berada di tebing dari ngarai dasar laut. Di sini, penyelam berenang menyusuri kontur tebing yang berliku sedalam 25 meter yang dipenuhi aneka terumbu koral warna-warni dan ratusan jenis ikan di sekelilingnya. Sebuah pengalaman yang menakjubkan!
Soft coral yang tumbuh di Meno Wall termasuk subur, besarnya bisa mencapai dua meter, dengan ikanikan kecil yang ditemui, seperti blue tang dan clown fish (nemo). Puas menikmati lukisan alam bawah laut, rombongan pun kembali ke hotel dan memilih untuk menu Korea hasil masakan salah satu peserta yang berasal dari Negara Ginseng itu.
Secret Garden
Hari terakhir penyelaman, anggota Triton menjatuhkan pilihan pada Secret Garden sebagai tujuan pamungkas pesta petualangan bawah laut. Entah mengapa, lokasi yang berada di perairan Gili Trawangan itu dinamai Secret Garden, padahal sudah bukan menjadi rahasia keindahan bawah laut Lombok telah memukau banyak mata penyelam.
Yang jelas, memang begitu banyak pesona keindahan yang dapat ditemui, dan hanya dapat dinikmati dengan scuba diving di Secret Garden. Seperti jajaran terumbu karang yang subur, penyu berkeliaran, ikan-ikan kecil, dan juga hiu. Bahkan, rombongan sempat menjumpai blue dan yellow ribbon eel di sini. Ribbon eel adalah belut laut, hewan hermaphrodite ini bersembunyi disela-sela karang, membuka mulutnya untuk menakut-nakuti. Namun, karena warnanya yang indah dan gemulai gerakannya, justru menarik untuk didekati. SB/E-3
Berjuang Melawan Arus Kuat
Setelah puas menikmati sajian lukisan alam laut Gili Trawangan, rombongan pun melanjutkan perjalan sambil menikmati makan siang, menuju Meno Slope. Dive spot yang ada di sekitar Gili Meno ini berkontur slope alias landai. Meski landai, para penyelam harus berjuang melawan arus yang cukup kuat.
Suatu pengalaman yang menegangkan, dalam keremangan biru gelap lautan dan keheningan yang menyelimuti, kita harus menjaga ritme selam agar jangan sampai kehilangan arah dalam lautan. Pada sisi lain, penyelam dapat memanfaatkan arus bila dirasa searah dengan tujuan penyelaman, sehingga tak perlu lagi bersusah payah mengayunkan kaki katak.
Keseruan lain menyelam di Meno Slope adalah saat seseorang ingin melihat lebih lama pada sebuah objek, maka penyelam harus memilih karang yang kuat untuk menempatkan hook (pengait).
"Tujuannya agar tidak terbawa arus. Kekompakan grup, buddy system, dan dive plan yang baik sangat diperlukan untuk setiap penyelaman, terutama di tempat yang berarus," kata Kordinator Komunitas Triton, Sam Anindito.
Usaha keras para anggota Triton tak sia-sia, saat menjumpai seekor hewan unik berbentuk seperti daun, leaf scorpionfish. Gerakannya yang lembut gemulai melambai-lambai diterjang arus begitu mencuri perhatian. Namun, disarankan untuk berhati-hati terhadap ikan ini, jangan tersentuh tangan. Meski racunnya tidak sekuat scorpion fish, tetap saja menyakitkan jika terkena sengatnya.
Setelah itu, tanpa sengaja rombongan berpapasan dengan ular laut. Meski merupakan hewan paling berbisa di dunia, namun ular laut tidak akan menyerang manusia. Cukup memberi ruang gerak bagi ular maka hewan ini akan merasa aman, atau lebih baik berenang menjauh. Menyusuri Meno Slope semakin membuat pengalaman menyelam makin lengkap.
Tak terasa kurang dari satu jam, satu per satu kepala anggota Triton bermunculan di permukaan. Petualangan pun usai, dan mereka melanjutkan perjalanan untuk menikmati khasanah asli budaya Pulau Lombok, di Desa Adat Sasak Sade, di Rembitan.
Selain bermanfaat untuk menambah wawasan, kegiatan ini diperlukan untuk mengisi waktu selama masa no flight time. Ya, telah menjadi prosedur baku keselamatan, seusai setiap penyelaman seseorang harus menunggu selama 18 jam sebelum melakukan perjalanan udara untuk menghindari gangguan tekanan pada tubuh yang cukup fatal.
"Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam melakukan wisata selam antara lain untuk mengikuti sertifikasi menyelam dari penyelenggara resmi agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan dalam setiap kegiatan penyelaman. Maka dari itu, tidak semua agen perjalanan dapat mengadakan dive trip, karena harus memiliki dive master sebagai perencana penyelaman. Pilihlah dive centre yang dapat dipercaya dan mengutamakan keselamatan untuk memberikan pengelaman menyenangkan (trust, safety and fun) dalam setiap dive trip" pungkas Sam. SB/E-3