Kalimantan Tengah banyak memiliki destinasi wisata yang patut disambangi. Yang tak boleh dilewatkan adalah destinasi Bukit Batu. Di bebukitan batu inilah pahlawan nasional, Tjilik Riwut, sering bertapa untuk memperoleh kesaktian.

Palangkaraya beberapa waktu lalu ramai di media karena isu ibu kota negara bakal dipindah ke kota ini. Namun, kabar tersebut sebenarnya sudah lama karena sempat beredar saat Orde Baru berkuasa. Malahan mendiang Presiden Soekarno telah bermimpi menjadikan Palangkaraya ibu kota Indonesia. Akan tetapi, semua tetap tinggal wacana.

Karena tinggal wacana, mari tinggalkan Palangkaraya menuju Kabupaten Katingan. Kalau dari Jakarta naik pesawat Garuda mendarat di Bandara Tjilik Riwut Palangkaraya, berlanjut naik kendaraan ke Katingan. Jarak Palangkaraya ke Katingan lumayan jauh, sekitar 70 kilometer. Tetapi jangan cemas, karena jalannya bagus dan tidak banyak kendaraan melintas.

Kabupaten Katingan terkenal dengan legenda pertapaan Tjilik Riwut yang telah digelari pahlawan nasional. Tokoh ini oleh orang Palangkaraya dan Katingan dikenal sakti. Malahan, cerita rakyatnya mengatakan dia bisa menghilang atau terbang. Kesaktiannya diperoleh di Bukit Batu, tempat bertapa. Bukit Batu ini sekarang menjadi salah satu destinasi wisata populer di Katingan.

Disebut Bukit Batu karena kawasan wisata ini terdapat begitu banyak batu dengan ukuran besar-besar sekali. Banyak legenda yang mengitari Bukit Batu ini, di antaranya ada lubang kecil di antara bebatuan. Kalau seseorang mampu melewatinya, hidupnya dipercaya akan lancar alias tidak banyak rintangan. Orang yang gemuk biasanya menyerah setelah berkali-kali mencoba, tetapi gagal melewati "lubang jarum" tersebut. Demikian juga Koran Jakarta (KJ).

Namun, lubang itu memang unik. Ternyata harus menggunakan strategi atau teknik. Sebab seorang pemandu yang lebih gemuk dari KJ mampu meloloskan diri. Setelah diberitahu tekniknya, akhirnya KJ pun mampu juga melewati lubang tersebut.

"Ruang Tidur"

Tempat lain yang menarik untuk dicoba adalah "tempat tidur" Tilik Riwut. Ada semacam tempat tidur dari batu yang di kiri kanan dan atas juga ada batu. Di situlah konon Tjilik Riwut tidur di sela-sela bersemadi. Alas tidur batu itu terasa sangat anyep. Itu pun pada siang hari, apalagi di waktu malam, tentu lebih anyep lagi. "Ruang tidur" itu hanya cukup satu badan. Tjilik Riwut adalah putra asli Kasongan dan gubernur pertama Kalimantan Tengah.

Dulu, mungkin kawasan ini masih di tengah hutan lebat. Namun, sekarang berada di pinggir jalan Transkalimantan Poros Selatan. Sesuai namanya, tempat ini terdiri dari puluhan batu-batu amat besar atau bahkan raksasa. Di depan seakan ada dua batu yang mengapit menjadi pintu masuk. Susunan batu tidak teratur, tumpang tindih. Tidak seperti candi yang ditata manusia. "Dari dulu sepertinya begini adanya. Sebab begitu besar batunya, sehingga tidak mungkin ditata," ujar seorang pemandu, Yono (45).

Suku Dayak mendapat tempat di sini. Ada sejumlah tempat menyimpan tulang belulang para leluhur dari suku Dayak yang beragama Hindu Kaharingan. Kelak banyak suku Dayak menganut agama Katolik. wid/G-1

Turun dari Langit dan Pemandian Bidadari

Zaman dulu, tempat-tempat seperti ini selalu dikaitkan dengan "dunia lain". Bukit Batu ini pun memiliki kisah mistis seperti dikatakan turun dari langit. Ceritanya, di kawasan ini ada semacam sumber yang airnya bening sekali. Di sinilah, para bidadari sering turun dari langit untuk mandi, tanpa busana.

Setidaknya ada tujuh bidadari yang sering mandi di pemandian yang sekarang berupa sumur cetek sekali, tapi airnya tidak pernah kering. "Sumur ini meski kecil, tidak pernah kering," ujar warga setempat, Ardan. Kisah selanjutnya, warga setempat bernama Burut Ules sering mengintip mandir para bidadari. Suatu ketika dia berhasil menangkap satu di antaranya dan dijadikan istri, hingga punya anak.

Namun, akhirnya istrinya bisa kembali ke khayangan bersama anaknya. Ini terjadi lantaran istrinya marah melihat Burut membunuh saudara sendiri karena cemburu saudaranya akrab dengan istrinya. Tapi suatu saat setelah dewasa, akhirnya sang anak kembali ke bumi. Anaknya turun bersamaan dengan bebunyian keras yang jatuh dari langit dan akhirnya membentuk Bukit Batu tersebut.

Legendanya, batu-batuan tersebut merupakan anak bidadari dan Burut. Adapun letak pemandian bidadari itu sendiri sekarang berada agak di bawah dan dipagari. Untuk masuk, pelancong mesti ditemani penjaga. Wisatawan boleh mengambil air pemandian itu untuk cuci muka. Mereka yang percaya, air tersebut bisa membuat awet muda.

Untuk keperluan di sini, turis biasanya harus memberi uang ala kadarnya sebagai ucapan terima kasih. Kini, tempat mandi tujuh bidadari tersebut dinamakan sumur Bawi Kameloh.

Tentu menjadi tanggung jawab setiap wisatawan mau percaya atau tidak dengan berbagai kisah tadi. Yang penting, setiap pelancong harus ikut menjaga kelestarian Bukit Batu ini agar tetap bisa menjadi kekayaan rakyat Katingan khususnya dan Kalteng umumnya.

Kebun Raya Katingan

Kalau di Bukit Batu mungkin terasa agak kering, maka boleh saja para pelancong mampir ke sampingnya, ke Kebun Raya Katingan (KRK), untuk menikmati kerindangan pohon. Selain itu, juga menikmati berbagai buah-buahan dan tetumbuhan obat-obatan. Luas KRK mencapai 110 hektare lebih dan diresmikan dua tahun lalu. KRK menjadi pusat konservasi buah-buah kalimantan khususnya, dan Indonesia atau tropis pada umumnya.

Ada juga tumbuhan obat-obatan, seperti pasak bumi, seluang beleum, akar kuning, dan tabat barito. Sementara itu, koleksi tumbuhan buah-buahan, antara lain durian, jambu air, jambu biji, nangka, cempedak, mangga, dan jambu mete. Ada juga koleksi tumbuhan kayu kalimantan serta budi daya anggrek. wid/G-1

Baca Juga: