Migrasi siaran dari analog ke digital akan membawa banyak manfaat. Permirsa akan mendapatkan beragam konten siaran dengan gambar dan suara berkualitas tinggi. Tapi, prosesnya tertatih-tatih karena banyak kepentingan di dalamnya.

Upaya migrasi dari televisi analog ke digital sebenarnya sudah dicanangakan sejak 2012, melalui Peraturan Menteri Kominfo No 05 Tahun 2012. Migrasi dilakukan dengan mengadopsi standar penyiaran digital terestrial Digital Video Broadcasting Terrestrial second generation (DVB-T2) yang merupakan pengembangan dari standar digital DVB-T.

Meski sudah sejak lama, sayangnya proses migrasi sampai sekarang belum selesai karena masih berkutat pada kebijakan yang belum jelas di DPR. "Pemerintah secara serius tengah mempercepat penyelesaian peraturan perundang-undangan yang konkret, sehingga analog switch off (ASO) segera dapat diimplementasi," kata Menteri Komunikasi dan Informatika, Johnny G Plate.

Penentuan ASO sepertinya harus menjadi pilihan yang rencanya dilakukan pada April 2022. Langkah ini sebagai upaya mengejar ketertinggalan dengan banyak Negara, termasuk di ASEAN.

Sejak World Radio Conference (WRC) 2007, seluruh negara telah menyepakati untuk menuntaskan ASO pada 2015. Jepang sudah menyelesaikan digitalisasi pada 2011, Korea Selatan 2012, Malaysia dan Singapura 2019. Thailand dan Vietnam diperkirakanakan selesai tahun ini.

Sebenarnya, TV digital memberikan banyak manfaat, bukan hanya bagi pemirsa, namun juga pelaku industri penyiaran, investor, dan pemerintah. Khusus bagi pemirsa, sistem analog cukup merugikan, dari sisi kualitas dan layanan.

Kelemahan TV analog, misalnya, jika antena bergeser sedikit saja, gambar akan berbintik atau berbayang. Warna pun berubah menjadi hitam putih. Jika rumah jauh dari pemancar atau terhalang pegunungan, biasanya gambarnya menjadi jelek.

Sedang TV digital menampilkan gambar dan suara jernih, tanpa gangguan "semut." Pemirsa bisa memilih sendiri waktu dan progam siaran yang disenangi. Ini seperti memilih konten video on demand semacam Youtube. Sebab siaran digital menawarkan integrasi dengan layanan multimedia, sehingga lebih interaktif.

Signal Andal

Sinyal digital juga adal dalam ketahanan terhadap noise dan mudah diperbaiki (recovery) di penerima dengan kode koreksi error (error correction code). Selain itu, sinyal digital bisa dioperasikan dengan daya yang rendah (less power), sehingga hemat listrik.

TV analog cukup boros dalam penggunaan pita frekuensi, sehingga menghalangi pemirsa menikmati beragam siaran. Siaran TV analog menggunakan satu frekuensi untuk satu channel. Sebab harus adaspacedi setiap kanal frekuensi antara satu dan lainnya. Hal ini membutuhkan lebar pita 8 Mhz untuk satu kanal. Jika saat ini terdapat 28 kanal frekuensi, maka siaran TV yang dapat melaksanakan hanya 14 siaran karena harus ada interval.

Dengan teknologi digital lebar satu pita frekuensi yang sama dapat digunakan untuk memancarkan 6 hingga 8 kanal transmisi sekaligus dengan program siaran yang berbeda tentunya.

Pada digital satu frekuensi dapat disesaki hingga 6-8 kanal TV karena tidak perlu ada interval. Misalnya, saat ini RCTI berada di frekuensi 50 UHF dan SCTV di frekuensi 42 UHF. Dengan TV digital, satu kanal 50 UHF bisa diisi hingga 6 -8 stasiun TV, cukup hemat.

TV digital yang beroperasia pada frekusi 700 Mhz menghemat spektrum sebesar 112 Mhz. Sisa ini dapat dimanfaatkan lembaga penyiaran baru, sehingga pemirsa mendapat banyak tawaran siaran. Sementara itu, pemerintah mendapat pendapatan dari sewa frekuensi sebagai "digital devidend."

Sayangnya, karena masih menganut sistem analog, pita frekuensi 700 Mhz tersebut telah habis digunakan atau selebar 328 MHz. "Dari 328 MHz yang ada saat ini, seluruhnya digunakan untuk penyiaran televisi analog. Ini akan dihasilkan penggunaan efisiensi spektrum yang disebut dengan digital dividend sebesar 112 MHz," sambungnya.

Agar proses migrasi berjalan mulus, pemerintah akan memaksa melakukan ASO. "Pemerintah secara serius tengah mempercepat penyelesaian peraturan perundang-undangan yang konkret, sehingga ASO dapat diimplementasi dengan segera," janji Johnny.

Untuk membuka keran bagi industri TV Digital dilakukan melalui inisiatif Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja sektor penyiaran. Dalam RUU tersebut, Kemkominfo mengajukan penetapan batas akhir waktu ASO.

Cara ASO dianggap sebagai terobosan guna menyadarkan bahwa TV analog cukup merugikan banyak pihak. "Oleh karena itu, digitalisasi penyiaran merupakan kebijakan untuk seluruh ekosistem, kepentingan strategis bangsa, kepentingan masyarakat. Maka, ini jangan sampai disandera kepentingan kelompok maupun usaha tertentu," katanya.

Johnny mengatakan, pro kontra berkepanjangan mengenai digitalisasi televisi harus diakhiri. Digitalisasi merupakan salah satu bagian dari visi pemerintah untuk akselerasi transformasi digital nasional. hay/G-1*

Baca Juga: