JAKARTA - Proses reformasi birokrasi harus menyentuh pada jantung persoalan. Jantung persoalan itu adalah pelayanan publik. Itu pula yang diperintahkan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
"Presiden Joko Widodo (Jokowi) beberapa kali memberikan arahan bahwa reformasi birokrasi betul-betul harus menyentuh 'jantung' persoalan. Hal ini berarti bahwa pelayanan publik pemerintah tidak boleh hanya terlihat bagus dari casing-nya saja," kata Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menpan RB) Tjahjo Kumolo saat memberi sambutan di acara Penyampaian Hasil Evaluasi dan Pemberian Penghargaan Pelayanan Publik Lingkup Pemerintah Daerah Tahun 2020,di Jakarta, Selasa (9/3).
Jadi, menurut Tjahjo, yang paling pentingitu adalah bagaimana birokrasi memberikan pelayanan yang memberi kemudahan. Sehingga dapat bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat. Karena bagaimanapun muara dari reformasi birokrasi adalah terciptanya pelayanan publik yang berkualitas bagi seluruh masyarakat Indonesia.
"Dengan berbagai tantangan yang ada saat ini, perlu dilakukan percepatan reformasi birokrasi agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional yang didukung dengan birokrasi yang baik dan bersih, simpel, fleksibel, serta memiliki proses tata kelola yang cepat dan SDM aparatur yang berkualitas," ujarnya.
Maka, kata dia, selaras dengan penyelenggaraan pelayanan publik, salah satu strategi untuk memperbaiki stabilitas perekonomian adalah dengan ditetapkannya Undang-Undang Cipta Kerja. Melalui Undang-Undang Cipta Kerja diharapkan dapat menyederhanakan. Selain itu dengan adanya UU Cipta Kerja, bisa mendorong sinkronisasi dan pemangkasan berbagai regulasi rumit yang dapat menghambat pertumbuhan investasi.
"Proses perizinan akan semakin mudah melalui integrasi sistem perizinan secara elektronik," katanya.
Dengan sistem perizinan elektronik, lanjut Menteri Tjahjo, setidaknya pungutan liar dapatdihilangkan. Dan, sejalan dengan penetapan UU Cipta Kerja, pemerintah mengambil langkah cepat melalui penyederhanaan birokrasi. Hal ini dilakukan bukan hanya untuk mengubah jabatan struktural ke fungsional, tetapi mendorong kepemimpinan dari eselon I dan II dalam menggerakkan birokrasi yang ramping, cepat dalam mengambil keputusan, dan memberikan pelayanan yang efektif dan efesien. Ini nantinya berdampak dalam mempercepat proses investasi.
"Upaya lain yang dilakukan, pada minggu lalu, telah dilakukan penandatangan komitmen bersama sebagai tahapan awal proses pembentukan Mal Pelayanan Publik (MPP) di berbagai daerah," katanya.
Kehadiran MPP, menurut Tjahjo, dapat menjadi gerbang masuk peningkatan investasi. Dengan ini pula, diharapkan memiliki dampak yang cukup signifikan terhadap percepatan proses pemberian layanan.
"MPP merupakan transformasi dariDPMPTSP dengan menggabungkan berbagai jenis pelayanan yang diselenggarakan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN atau BUMD maupun swasta yang dilakukan dalam satu tempat dengan sistem yang terintegrasi," kata mantan Menteri Dalam Negeri tersebut.
Hingga saat ini, kata dia, sudah terbentuk 35 MPP di Indonesia. Dan pada tahun 2021 ini sebanyak 38 Kepala Daerah telah siap membentuk MPP. Ke depan ia berharap agar setiap pemerintah daerah dapat membentuk MPP sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi didaerah.
"Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB)siap untuk melakukan pendampingan intensif," ujarnya.