JAKARTA - Menteri Perindustrian (Menperin), Agus Gumiwang Kartasasmita, menyebut produk impor sangat mudah atau gampang masuk ke Indonesia karena hambatan perdagangan yang dimiliki Indonesia masih banyak yang perlu dibenahi.

"Misalnya saja Lembaga Sertifikasi Produk (LS Pro) di Malaysia ada satu, Jepang satu, Tiongkok satu, India satu, dan Indonesia ada 69. Ini artinya, negara lain mempersulit importasinya dari luar negeri untuk masuk ke negaranya. Sementara Indonesia gampang saja masuk produk luar," kata Menperin saat Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR, Rabu (25/8).

Dari jumlah tersebut, Menperin menyebut banyak LS Pro yang "kalengan" karena tidak memiliki laboratorium uji. Untuk itu, Menperin akan mengatur melalui peraturan menteri perindustrian (permenperin) agar LS Pro di Indonesia wajib memiliki laboratorium uji.

"Ini salah satu cara kami mengurangi jumlah LS Pro. Namun, jika LS Pro tersebut mau berinvestasi (untuk membangun laboratorium) maka itu tidak masalah," ujar Menperin.

Instrumen Hambatan

Hal lain yang mengindikasi produk impor mudah masuk RI adalah jumlah instrumen hambatan dagang yang masih sedikit, di antaranya yakni safeguard yang dimiliki Indonesia hanya 102. Sementara Tiongkok memiliki 1.020 safeguard, Thailand 226, dan Filipina 307.

Sementara untuk antidumping, tambah Menperin, Indonesia memiliki 48 antidumping untuk produknya. Sedangkan India memiliki 280 dan Filipina 250 instrumen antidumping.

Kemudian, untuk pemberlakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) Wajib atau disebut technical barrier to trade, Indonesia memiliki hanya 172 SNI wajib, lebih sedikit dibandingkan Uni Eropa yang sebanyak 4.004, Tiongkok 1.170, Thailand 585, Filipina 250, dan Malaysia 227.

"Jika instrumen yang kita miliki untuk memproteksi industri dalam negeri itu dapat diperkuat, ini sangat bisa membantu keberlangsungan dari industri dalam negeri," ujar Menperin.

Selain itu, Menperin mengatakan produk-produk impor akan dihapus dari aplikasi belanja online pemerintah yang dikembangkan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) bernama e-katalog, jika barang tersebut sudah diproduksi di dalam negeri dengan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) sebesar 40 persen.

"Kami sudah bekerja sama dengan LKPP dan mereka sudah setuju untuk mereka take down produk-produk atau item impor, apabila produknya sudah ada produk dalam negeri yang sudah memiliki TKDN 40 persen. Walaupun hanya ada satu," ujar Menperin.

Dengan demikian, tambah dia, tidak ada lagi pilihan bagi kementerian/lembaga (K/L) dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk memilih produk selain produk dalam negeri. Hal itu sejalan dengan semangat Program Penggunaan Produksi Dalam Negeri (P3DN).

Baca Juga: