JAKARTA - Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita mengatakan dunia usaha masih optimistis terhadap kondisi bisnis enam bulan ke depan. Pandangan terhadap kondisi usaha enam bulan ke depan tercatat sebesar 66,2 persen pelaku usaha lebih optimistis.

"Angka ini meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 64.7 persen, dan menjadi angka tertinggi sejak IKI (Indeks Kepercayaan Industri) diluncurkan," ungkap Menperin saat membuka Rapat Kerja Kementerian Perindustrian di Jakarta, Jumat (16/6).

Kata Menperin, mayoritas responden yang menjawab optimis menyampaikan keyakinannya akan kondisi pasar akan membaik dan kepercayaannya karena kebijakan pemerintah pusat yang lebih baik. "Hal inilah yang harus kita jaga, sebagai pembina industri kita harus tanggap dan respon dengan kondisi perekonomian dunia yang tengah berlangsung saat ini," ujar Menperin.

Sejak Indonesia masuk dalam penilaian Purchasing Managers Index (PMI) yaitu pada 2011, belum pernah dalam sejarahnya selama setahun penuh Indonesia selalu dalam ekspansi, ini terjadi sepanjang 2022 di mana selama 17 bulan berturut-turut PMI kita ekspansi.

Pada awal 2023, PMI pun sebenarnya pada kondisi ekspansif, namun tidak se ekspansif tahun sebelumnya dan ada kecenderungan tumbuh melambat. Sehingga pada perkembangannya, terdapat tiga nilai PMI yang mendekati angka 50 atau tidak terjadi ekspansi yang berarti. Salah satunya pada PMI bulan Mei 2023.

"Kondisi ini juga terjadi di negara-negara lain di Asean dan negara ekonomi besar dunia,"papar Menperin.

Dia menyebut sejumlah faktor yang mempengaruhi ekspansi manufaktur di Indonesia dan negara lainnya seperti faktor external. Resesi global dimulai pada awal 2022 diikuti dengan peningkatan inflasi tertinggi terjadi pada triwulan ke-3 dan ke-4 tahun 2022 Kebijakan moneter (suku bunga, Quantitative Easing dan Tappering) yang diambil The Fed untuk menyelamatkan perekonomian Amerika Serikat sebagai dampak pandemik)Perang Rusia-Ukraina menyebabkan terganggunya rantai pasok

Lalu ada pula faktor domestik yakni momen hari raya dan faktor musiman dan naiknya belanja domestik Begitu pula dengan IKI, dari Januari hingga Mei 2023 masih dalam kondisi ekspansif, namun cenderung melambat. Penurunan nilai IKI Mei 2023 terjadi karena penurunan nilai variabel Pesanan Baru sebesar 0,73 poin (menjadi 49,84) dan variabel Produksi yang menurun 2,07 poin (menjadi 50,01). Di sisi lain, variabel Persediaan mengalami kenaikan 2,67 poin (menjadi 54,90).

Kondisi ini menunjukkan kegiatan produksi pada Mei hampir sama dengan April disebabkan oleh volume pesanan baru yang mengalami penurunan, sementara itu industri menghabiskan persediaan produknya untuk dijual. "Pesanan domestik masih menjadi faktor dominan yang mempengaruhi indeks variabel," terangnya.

Jadi Peringatan

Baik PMI maupun IKI kata Menperin bisa menjadi alert atau peringatan bagi pemerintah sebagaimana indikator kinerja makro industri seperti perkembangan pertumbuhan industri pada triwulan I 2021 sampai Triwulan I 2023 terlihat stagnan, begitu pula kontribusinya bila dilihat dari triwulan I 2021 sampai dengan triwulan I 2023 cenderung melambat.

"Begitu juga dengan pertumbuhan ekspor, terlihat cenderung melambat bila dibandingkan tahun sebelumnya, juga pertumbuhan investasi yang masih terlihat fluktuatif," ucapnya.

Kinerja industri masih menghadapi tantangan dari supply, salah satunya kompleksitas produk, daya saing produk, produktivitas tenaga kerja, adopsi teknologi, kemampuan inovasi, serta partisipasi dalam GVC. Selain itu, ada beberapa permasalahan di bidang industri yang menjadi isu utama antara lain mulai dari akses Bahan baku/ penolong, skill SDM, tantangan produk Impor, pengolahan limbah B3. Logistik, data industri.

Pengalaman negara lain menunjukkan bahwa industri memegang peranan penting untuk peningkatan PDB per kapita. Korea Selatan dan Singapura masih menunjukkan peningkatan share industri ketika sudah menjadi negara maju. Sementara share industri Indonesia mengalami tren penurunan setelah booming di tahun 2002. Karenanya, diperlukan peningkatan share industri melalui perbaikan struktur ekonomi dalam agenda transformasi ekonomi.

Sebagaimana diamanatkan dalam RIPIN 2015 - 2035, yang saat ini dalam proses revisi, bahwa pemerintah berharap Indonesia akan menjadi negara industri tangguh yang bercirikan struktur industri nasional yang kuat, berdaya saing global, berbasis inovasi dan teknologi.

Hal ini yang akan diterjemahkan ke dalam program kerja serta target-target yang harus dicapai baik dalam jangka menengah maupun panjang, seperti pertumbuhan sektor industri pengolahan nonmigas sebesar 6,4 persen (2025) Kontribusi industri pengolahan nonmigas terhadap PDB sebesar 19,2 persen (2025), dan Kontribusi ekspor produk industri pengolahan nonmigas terhadap total ekspor sebesar 78 persen (2025).

Baca Juga: